"Hadirmu kembali membuat jiwa ini melebur," -- Chindy Veronika
"Lagi ngapain?" Suara berat itu membuat Chindy yang sedang mencoret-coret kertas terkesiap kaget. Ia mengangkat wajahnya dan menatap seorang cowok yang sekarang sudah duduk di hadapanya sambil berpangku tangan. Cowok itu tersenyum seperti biasa padanya.
Chindy menghentikan aksi mencoret-coretnya dan memilih menutup bukunya untuk segera pergi dari hadapan cowok itu. Ia sekarang tidak ingin di ganggu atapun diusik. Tapi cowok di hadapannya ini terus saja menggangu dan mengusiknya.
Contohnya seperti sekarang ini, ketika ia ingin pergi, tangannya dengan cepat di tarik cowok itu. "Apa lagi, sih? Mau lo apa?!"
Cowok itu menarik nafas tanpa menghilangkan senyum di wajahnya. "Lo kenapa terus-terusan jauhin gue, sih? Gue ada salah sama lo?" tanyanya dengan alis terangkat sebelah.
Chindy seakan dilema, antara ingin pergi dari sana atau menjawab pertanyaan cowok itu. Ia memejamkan matanya sebentar, lalu menghembuskan nafas gusar.
"Udah gue bilang berapa kali, gue bukan Adel. Gue Chindy yang selalu cari masalah. Lo paham sekarang?!"
"Gue bukan mau ngomong sama Adel. Gue mau ngomong sama Chindy yang lo bilang selalu cari masalah. Dia masih ada, kan?" ucap cowok itu yang masih menggenggam pergelangan tangan Chindy.
"Dia udah mati!"
Jawaban Chindy kali ini membuat senyuman di wajah cowok itu berangsur surut. Ia masih menatap mata Chindy yang sudah berkaca-kaca.
"Sekarang lepasin tangan gue, gue mau ke kelas!" ketus Chindy, kemudian tidak lama genggaman tangan cowok itu mulai merenggang.
"Tapi dengerin gue dulu! Gue mau ngomong sama lo sebentar," ucap cowok itu kembali menarik tangan Chindy.
"Mau ngomong apa lagi, sih, Mam?! Gue males berantem. Gue mau ke kelas." Chindy mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Imam yang masih keukeh menggenggam tangannya.
"Duduk dulu, baru gue ngomong sama lo. Ini penting!" tegas Imam, hingga membuat Chindy akhirnya mengalah dan menuruti permintaan cowok itu. Chindy duduk di tempatnya semula, dan cowok itu pun kembali duduk di depannya.
"Mau bicara apa? Kalo nggak penting, lebih baik gue ke kelas." Tangan Chindy di tahan Imam saat cewek itu hendak kembali berdiri.
"Duduk dulu. Ini gue mau ngomong," kata Imam menyuruh Chindy untuk tetap diam di tempatnya.
"Mau ngomong apa? Soal Adel lagi? Soal lo masih punya rasa sama dia?" Chindy tidak sadar suaranya sudah meninggi, sampai mengundang tatapan murid-murid lain yang ada di kantin.
Imam mengernyit, "lo tau dari mana?" Pertanyaan Imam membuat Chindy berdecih sambil memalingkan wajah.
"Taulah. Gue tau semuanya. Gue tau saat lo sering nelfon Adel. Gue tau saat lo diam-diam liatin foto Adel sambil senyum-senyum. Gue nggak bodoh, Mam. Gue jadi cewek nggak sebodoh itu. Tapi gue males juga ngurusinnya. Buat apa? Buat sakit hati doang." Chindy bangkit dari duduknya. "Udah, ya. Lagian kalo lo mau ngomongin hal itu aja mending gue pergi!"
"Chindy!" panggil Imam dengan suara pelan namun serius membuat Chindy kembali menatapnya. Ia mengangkat sebelah alisnya, menunggu apa yang akan di ucapkan Imam selanjutnya. "Gue cuma mau minta maaf."
KAMU SEDANG MEMBACA
Numbness (selesai)
Подростковая литератураHighest rank : #1 in boyfriend [15 januari 2019] "Jauh-jauh dari gue!" Ia mengibas-ngibaskan tangannya, seolah mengusir. Mau tidak mau Adel menurut, ia mundur dengan senyuman yang masih mengembang. "Jauh lagi!" Adel mundur lagi. "Lagi!" "Terus, la...