25

26.4K 1.1K 22
                                    

Bel sekolah baru saja berbunyi hingga membuat kehebohan di tiap-tiap kelas, terutama kelas Adel. Ia buru-buru menyusun alat-alat tulisnya, lalu dengan langkah cepat keluar kelas. Ia tidak mau Bagas lama menunggunya di parkiran. Takut-takut cowok itu akan marah padanya nanti.

Tanpa Adel sadari, kakinya sudah membawanya ke parkiran sekolah. Di sana tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa motor milik guru dan staf yang terparkir rapi. Namun, jika menelusuri lebih dalam, banyak anak sekolah yang nongkrong di lorong samping perpustakan yang terhubung langsung dengan gerbang belakang sekolah, tempat biasa para murid membolos.

Adel melihat Bagas sedang berbicara bersama Jaka. Ia diam di tempatnya, tidak ingin menguping pembicaraan mereka yang terlihat serius. Sedetik, terlintas dalam benak Adel untuk pergi dan menunggu Bagas di motornya saja, tapi suara yang sangat Adel kenali membuatnya mengurungkan niatnya.

"Adel!"

Adel menoleh pada Bagas. Ia mengernyit saat Jaka sudah tidak ada bersamanya.

Cowok itu berjalan menghampiri Adel. "Mau kemana?"

"Adel mau nunggu Bagas di motor aja. Kalian kayak ngobrol serius gitu, jadi Adel nggak mau ganggu."

Bagas tersenyum, "udah lama nunggunya?"

Adel menggeleng, "baru aja, kok."

"Yaudah, yuk!" Bagas menarik tangan Adel membuat cewek itu tersentak karena perlakuan lembut Bagas yang secara tiba-tiba.

Ada denyutan aneh yang Adel rasa dalam dadanya. Ia seperti tersengat sesuatu yang membuat jantungnya berdebar. Cewek itu diam, seolah bibirnya tidak mampu untuk terbuka

Bagas naik ke motornya lebih dulu, lalu menoleh pada Adel yang masih diam di tempatnya. "Mau pergi atau diem di situ terus?"

Adel gelagapan, lalu mengangguk membuat Bagas tersenyum kecil di balik helm nya. Setelah di pastikan Adel sudah siap di belakangnya, Bagas menyalakan mesin motornya.

Tidak ada yang bersuara dari mereka, lalu Bagas menjalankan motornya melewati gerbang sekolah. Motor Bagas kini melesat membelah jalanan kota yang sudah ramai oleh pengendara motor dan mobil.

Entah keberanian dari mana, Adel memeluk Bagas dari belakang membuat cowok itu sedikit terkejut. Adel menyandarkan pipinya di punggung lebar dan tegap Bagas yang di balut seragam sekolah.

Tak pernah sebelumnya Adel memeluk seseorang seperti ini. Ia seperti tidak ingin melepas Bagas. Rasa terlindungi yang amat besar di rasakan Adel kala ia memeluk cowok itu. Apa ia mulai ketergantungan dengannya?

"Bagas!!" panggil Adel sedikit berteriak, membuat Bagas langsung merespon.

"Apa?"

"Jadi, kalau manggil pacar sendiri harus ada alasannya?"

Bagas tersenyum, " Iya deh, ada apa pacar aku?" tanya Bagas dengan nada melembut.

"Lo berantem, ya, sama Chindy?"

Cowok itu terdiam beberapa detik, matanya masih fokus ke jalan. "Nggak."

"Jadi kenapa Adel liat belakangan ini Bagas nggak pernah nyamperin Chindy lagi?"

"Jadi, lo mau gue nyamperin Chindy, terus jauhin lo?"

Mata cewek itu membelalak, "BUKAN GITU MAKSUD ADEL!!!!"

Bagas terkekeh di balik helm nya, "jadi maksud lo, gimana?"

"Udah, lupain aja! Adel kesel!" Adel membuang wajahnya ke arah bahu jalan dimana banyak pedagang kaki lima yang menjajahkan dagangannya.

Dari kaca spion, Bagas dapat melihat wajah Adel yang masih kesal. Diam-diam dia bergumam, "harus gimana gue jelasin nantinya ke lo, Del?"

-0-0-

Motor Bagas sudah terparkir di sebuah rumah sakit. Adel mengernyit, merasa bingung dengan tujuan tempat mereka. kenapa Bagas membawanya ke tempat ini? Dan apa alasannya ia membawa Adel ke rumah sakit?

"Ngapain kita ke sini?"

"Gue di suruh Mama ngambil obat dari dokter Sam. Lo mau nemenim gue, nggak?"

Walaupun masih merasa kesal dengan Bagas, Adel tetap mengangguk dan ikut masuk bersamanya. Awal pertama melihat dokter Sam yang Bagas maksud, wajah Adel sumringah. Dokter itu terlihat tampan. Tetapi wajah bahagia Adel tak bertahan lama. Bagas menyuruhnya untuk menunggu di luar, sendiri.

Karena bosan menunggu Bagas yang tak kunjung keluar, Adel akhirnya pergi berjalan-jalan ke taman rumah sakit. Saat dirinya ingin berbelok menuju kantin, seorang remaja tiba-tiba memanggil namanya dan itu membuat Adel menaikan sebelah alisnya. Ia tidak tau siapa remaja itu. Tapi, di lihat dari wajahnya, ia terlihat sedih dan begitu murung.

"Iya?" respon Adel, bingung.

"Kakak, kak Adel, kan?" tanyanya dengan mata yang berkaca-kaca.

Adel mengangguk. Dan detik berikutnya, remaja itu memeluk Adel membuat Adel terkejut. Ia tidak tau akan berbuat apa. Tapi, tangannya perlahan membalas pelukan remaja itu yang sekarang sudah menangis sejadi-jadinya. Adel tidak tau apa yang terjadi pada remaja ini. Hati kecil Adel ikut merasakan apa yang dirasakannya.

Adel membawa remaja itu untuk duduk di kursi kantin. Ia mencoba menenangkannya. Remaja itu luluh. Perlahan tangisnya meredah, di ganti dengan sesenggukkan kecil.

"Kamu kenapa, Dek? Ada yang sakit? Ada yang jahatin kamu?"

Remaja itu menggeleng. Tangannya tak lepas dari pinggang Adel. Adel sedikit pun tidak merasa keberatan. Ia hanya butuh jawaban dari remaja itu.

"Benar kata Abang saya, kakak baik," ucap remaja itu, lalu melepas pelukannya. Ia menatap wajah Adel begitu lekat.

Adel tertegun dengan apa yang di katanya. Siapa 'Abang' yang dia maksud?

"Abang? Siapa Abang kamu?"

Untuk beberapa saat, dia diam. "Abang saya itu, orang yang menyukai kakak."

-0-0-

Updateee lagi hehe
Jangan lupa vomment ya:)

Wiwind❤❤
(Dont call me author/thor)

Rabu, 19 Juni 2019

Numbness (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang