20. Khawatir

11.5K 507 4
                                    

Bel istirahat baru saja menggema di seluruh penjuru sekolah. Dan itu membuat Lexi dan keemapat sahabatnya itu segera beranjak dari kelasnya menuju kantin. Meja pojok yang selalu menjadi tempat duduk mereka adalah sasarannya. Dengan perutnya yang sudah berbunyi dan meminta untuk diisi membuat mereka dengan cepat sudah berada di kantin. Mereka penuh canda dan tawa tanpa memikirkan sebuah beban berat yang tengah dipikul oleh seorang sahabatnya yang tak pernah ingin membagi keluhnya, dia Lexi.

"Eh gimana kalo nanti malem kita belajar bareng?" usul Ferdi.

"Loe mah ngusulinnya belajar bareng abis tu loe malah ngajak mabar, basi loe" ucap Dhea.

"Yoi, loe mah ngomongnya doang belajar ujung-ujungnya juga mabar" ucap Adam.

"Emm sorry, kayanya gue ga bisa ikut" ucap Lexi.

"Kenapa? Biasanya loe paling seneng tuh diajak belajar bareng yang ujungnya mabar" ucap Haikal.

"Gue lagi sibuk aja belakangan ini, jadi gue harus bagi waktu gue buat persiapan ulangan nanti sama kesibukan gue" ucap Lexi.

"Sibuk? Emang loe ngapain Xi? Ga biasanya loe sibuk?" selidik Haikal lagi.

"Emm ada sesuatu yang harus gue lakuin, belum waktunya loe semua tahu. Nanti gue pasti bakal kasi tahu loe kok kalo udah waktunya" ucap Lexi kikuk.

"Xi, udah berapa kali sih kita bilangin ke loe? Kita itu sahabat loe. Kita ada buat segala hal dan termasuk keluh loe juga" ucap Dhea yang kini ikut menjawab pernyataan Lexi.

"Gue tahu, tapi ini emang belum saatnya loe semua tahu. Nanti loe pasti tahu kok" ucap Lexi.

"Hffffttt entahlah Xi, dari semua perkataan loe yang bilang kali suatu saat nanti kita bakal tahu belum ada yang kebukti" ucap Dhea menghembuskan nafasnya gusar.

"Loe semua ga usah pikirin itu, percaya ke gue kalo gue ga mungkin bohongin kalian" ucapnya dengan senyuman penuh arti.

"Kalian mau pesen apa? Biar gue yang pesenin" ucap Lexi lagi untuk mengalihkan pembicaraan mereka.

"Mie ayam sama es teh aja deh" ucap Adam.

"Samain aja gimana?" tanya Lexi yang diangguki sahabatnya itu.

Lexi berjalan menuju stand mie ayam, ia menghembuskan nafasnya gusar. Selalu saja begini, saat ia tak ingin membuat seseorang terlalu memikirkannya ia seolah membuat sebuah kesalahan dengan tak mengatakan itu. Tapi ini adalah pilihannya, apa ia salah memilih ini? Entahlah. Ia juga tak tahu tentang kelanjutannya, apakah ia masih bisa menyimpan semuanya sendiri atau akan terbongkar sedikit demi sedikit.

Saat ia sampai di stand mie ayam ia bertemu dengan adiknya, Levi. Levi memandang Lexi dengan pandangan sendu penuh rindu. Seakan tak terbius dengan pandangan itu kini Lexi hanya membalas dengan tatapan datarnya. Tatapan yang biasanya ia berikan kepada seseorang yang sering mengganggunya. Hingga langkahnya terhenti saat Levi mencekal tangannya.

"Kak Lexi" panggilnya.

"Apa lagi sih Vi?" tanya Lexi malas.

"Pliss kakak balik ke rumah ya, rumah jadi sepi semenjak kakak pergi" ucap Levi.

"Iyalah sepi, ga ada lagi yang di bentak sama papa dan ga ada lagi loe yang selalu dibanggain di depan muka gue" ucap Lexi sinis.

"Kak, bukan itu maksud Levi" ucap Levi.

"Udahlah Vi, gue ga suka loe yang paksa gue buat terus pulang! Inget gue ga akan pernah balik lagi ke sana! Gue ga mau jadi gila dengan bodohnya balik kerumah itu!" ucap Lexi menghempaskan tangan Levi.

BADXIA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang