27. Kenapa dia bukan loe?

9.8K 496 17
                                    

Sinar sang surya sudah menjemput malam gelap yang dingin itu. Lexi menjalankan aktifitasnya seperti biasa, seolah-olah tak ada yang harus dikhawatirkan olehnya. Ia kembali melaksanakan latihannya tadi pagi bersama tim basket putri sekolahnya. Tapi jika biasanya ia akan segera pulang seusai latihan, berbeda halnya dengan hari ini. Ia melangkahkan kakinya menyusuri lorong yang akan membawanya menuju tangga rooftop.

Ia seolah kembali menjadi sosok Lexi yang dulu, sosok Lexi yang cuek akan sekitarnya. Bahkan dia berhasil bersikap acuh pada perasaannya yang entah bagaimana kabarnya kini. Ya, hatinya selalu bergemuruh setiap kali membayangkan nama itu. Tapi kini Galaxi mulai menjauh, entahlah Lexi tak tahu apa alasannya. Yang dia yakini, cowok itu tengah sibuk menangani persiapan ulang tahun sekolahnya.

Lexi berjalan santai sambil mengunyah permen karetnya. Membawa tas yang ia sampirkan di bahu kirinya. Sesekali ia mengintip dari celah jendela, melihat murid lainnya yang kini tengah serius belajar dikelasnya. Tak cukup banyak orang yang menyukai rooftop sepertinya. Karena pikiran mereka yang mengira jika rooftop sekolah mereka hanya sebuah tempat kosong yang kotor.

Berbeda halnya dengan Lexi, sahabat-sahabatnya atau bahkan anak-anak murid lainnya yang termasuk dalam kategori anak badung. Bagi mereka, rooftop adalah tempat tertenang untuk mereka bermimpi. Pelan tapi pasti, satu-persatu langkah kakinya menaiki tangga menuju rooftop. Namun saat ia menapakkan kakinya pada tangga yang menghubungkan lantai dua dan rooftop tak sengaja kakinya terpeleset dan membuat tubuhnya limbung ke belakang.

Namun aneh, jika harusnya dia jatuh tentu saja tubuhnya akan membentur lantai yang keras dan dingin itu. Lexi masih memejamkan matanya, berfikir apakah ia sedang pingsan atau jangan-jangan ia sudah tiada? Namun seketika pikirannya itu lenyap saat ia mendengan suara berat yang berhasil membuatnya membuka kedua kelopak mata yang tadi tertutup.

"Loe mau terus-terusan gini? Badan loe berat kali" ucap orang itu yang langsung membuat Lexi membuka matanya dan bangun dari tangkapan orang itu.

"Eh thanks Za, gue kira dari tadi gue udah pingsan karna ga ngerasain sakit" ucap Lexi dengan cengirannya.

"Yoi sama-sama, emang loe mau kemana? Makanya kalo naik tangga itu hati-hati" ucap Reza, ya orang yang menyelamatkan Lexi adalah Reza.

"Gue mau ke rooftop, mayan masih ada banyak waktu buat tidur. Kalo di apart gue lagi males" jelas Lexi.

"Loe tidur di rooftop? Tapi bukannya rooftop kotor ya?" tanya Reza.

"Makanya, jadi orang jangan terlalu taat Za. Loe jadi ga tahu hal-hal yang bisa bikin loe seneng di sekolah. Mau ikut kaga loe? Dijamin kaga nyesel deh" tawar Lexi.

"Kapan-kapan aja deh, gue harus ke ruang osis sekarang" jawab Reza menolak secara halus.

"Yaudah gue juga mau keatas, bye" ucap Lexi yang kini kembali melangkahkan kakinya menuju rooftop.

Disini sangat sunyi, ia berjalan menuju sofa yang ada disana. Ia terduduk dengan punggung yang sudah tersandar pada sandaran sofa, pikirannya menerawang jauh saat-saat dirinya bertemu untuk terakhir kali dengan mamanya. Ini sudah masuk bulan ke tiga dirinya masih belum mengabari Levi maupun papanya tentang mama yang kini sudah berpulang kehadapan Tuhan.

Ia kembali menimang-nimang apakah dirinya harus memberitahu kabar itu sekarang? Namun dirinya belum siap. Bahkan rasa benci itu semakin menguasai hati kecilnya. Mengunci setiap celah hatinya yang selama ini terluka karna perlakuan papa semenjak bercerai dengan mama. Katakanlah dirinya iri, ya dia memang iri dengan Levi. Di mata papanya dirinya selalu saja tak berguna dan Levi lah yang selalu saja menjadi hal yang membanggakan bagi papanya.

BADXIA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang