PHP! PHP!

7.3K 323 0
                                    

Semakin hari, Johan dan Arin pun semakin dekat. Mereka berangkat dan pulang selalu berbarengan, ke kantin pun mereka selalu berdua.

Bahkan ada yang beranggapan kalau mereka berdua pacaran. Padahal nyatanya mereka hanya teman.

"Kantin yu Rin" ajak Johan sambil menarik tangannya Arin.

"Iya" jawab Arin gugup karena melihat tangannya digandeng oleh Johan.

"Lo mau makan apa? Biar gue pesenin" tawar johan.

"Nasi goreng sama jus jeruk" ucap arin.

Johan segera pergi memesan makanan itu.

Tidak lama kemudian, johan kembali dengan membawa makanan yang arin pesan tadi. Tidak lupa, johan juga membawa spagetti untuknya.

Arin memakan lahap nasi goreng itu, sampai sampai arin tidak sadar kalau ada nasi diujung bibirnya.

Johan segera menyingkirkan nasi goreng yang berada diujung bibir arin dengan menggunakan ibu jarinya.

"Kaya anak kecil makannya berantakan" ucap johan.

Arin hanya diam sambil menyembunyikan kegugupannya.

Mereka berdua duduk di kursi pojok, Johan banyak mendapat tatapan tak suka dari teman teman Arga.

"Apa apaan tuh si johan! Ganteng kaga, pake segala modusin si Arin!" Omel Dhirga sambil menyuapkan bubur ke dalam mulutnya.

"Tau tuh, ga cocok!" Ucap Rangga menambah nambahi. Arga, lelaki itu hanya diam memperhatikan keduanya. "Yang gue tau, Johan itu playboy! Ceweknya dimana mana!" Alaska memulai pembicaraan setelah meneguk es tehnya.

"Heh! Lo pikir emangnya lo ga playboy?" Fino menjewer telinga Alaska, membuat cowok bertubuh besar itu kesakitan.

Kring kring kring..

Bel masuk telah berbunyi, dan menandakan pelajaran akan dimulai lagi.

"Gue ke kelas dulu ya" pamit Arin lalu beranjak pergi meninggalkan Johan. Baru saja Johan ingin mengantar Arin ke kelas, tapi Arin malah pergi duluan.

***

"Woy dipanggil Bu Nina!" Teriak Siti.

"Lo aja vir" bujuk Rafa yang masih sibuk dengan game online nya.

"Yang ketua kelas sebenarnya siapa sih? lo apa gue?" Omel Vira yang merasa kesal dengan rafa karena tidak ada tanggung jawabnya banget menjadi ketua kelas.

"Iye iye, jangan marah apa" pinta Rafa lalu bergegas untuk menghampiri Bu Nina.

"Eh iya btw si Shila kenapa ga masuk?" Tanya Fino ke Arin.

"Mual katanya" jawab Vira yang ikut nimbrung percakapan mereka.

"Wah jangan jangan" ucap Fino dramatis.

Arga yang memperlihatkan itu hanya menggeleng geleng.

Tidak lama kemudian, Rafa kembali sambil membawa buku tebal.

"Rin, biasa" panggil Rafa.

"Apa" jawab Arin lalu menghampiri Rafa ke meja guru.

"Nyatet nih halaman 110"

"Sip"

Arin pun segera mengambil spidol lalu mencatat catatan yang diberikan Bu Nina dipapan tulis.

"Ah sial tintanya habis" omel Arin, padahal dia baru menulis beberapa kata saja.

"Sini gue isiin, tapi ada syaratnya" pinta Arga yang tiba tiba saja berdiri dibelakang Arin.

"Syaratnya apaan" jawab Arin berbalik badan menghadap Arga dan mengangkat satu alisnya.

"Lo ikut gue" ajak Arga yang langsung menarik tangan Arin.

Arin yang melihat Arga menarik tangannya hanya bisa membulatkan kedua matanya.

"Ih jangan tarik tarik, dikira gue bandot mau dimandiin kali" kesal Arin sambil melepaskan genggaman tangan Arga.

"Lo kan emang bandot, jarang mandi" ledek Arga sambil menjulurkan lidahnya.

"Ish argaaaaaa!! nyebelin banget si" sebal Arin.

"Tapi ganteng kan" goda Arga dengan pedenya.

"Ga" jawab Arin cuek.

Mereka berdua sampai diruang tata usaha, lalu segera mengisi tinta spidol.

"Sini gue aja, tar kalau tangan lo kena tinta gimana" pinta Arga.

"Gue aja, gue bisa" jawab Arin lalu mengambil isi tinta dan menuangkan ke dalam spidol.

"Yahhhh..!!" teriak Arin karena tangannya terkena tinta.

"Kan udah gue bilang, makanya gue aja yang ngisi" jawab Arga sambil mengambil beberapa tissue basah lalu membersihkan tangan Arin yang terkena tinta.

Kenapa perasaan aneh ini selalu muncul disaat gue lagi bareng Arin?

Mereka keluar dari ruang tata usaha, lalu kembali ke kelas.

Arin melihat dari kejauhan tampak seorang laki laki yang berdiri bertolak belakang dengan mereka, lelaki itu sedang berpelukan dengan wanita lain.

Arin sangat yakin, kalau lelaki itu pasti lah Johan, dikarenakan lelaki itu mengenakan jaket. Sontak saja arin langsung menangis dihadapan Arga.

"Heh lo kenapa" panik Arga sambil memegangi kedua bahu Arin dan meminta supaya Arin menatap wajahnya.

"Jo..jo..johan" jawab Arin menangis sambil menunjuk Johan yang sedang berpelukan dengan wanita lain. Arga memang sudah mengetahui kalau Arin menyukai Johan.

"Lo diam disini!!" Pinta Arga kepada Arin. Arga segera pergi menghampiri Johan.

Brukkk!

Sebuah tonjokan mendarat di pipi mulus Johan.

Johan ambruk kebawah, saat dia ingin berdiri, Arga sudah terlebih dahulu memukul nya.

"BRENGSEK!!! DASAR SAMPAH! BANCI LO! GA GUNA! BUAT APA PUNYA KELAMIN COWOK KALAU KELAKUAN LO KAYA CEWEK?! GEDE OMONG DOANG LO ANJING!!!" Arga melayangkan satu pukulan di pipi Johan. Johan meringis kesakitan sambil memegangi pipi kirinya yang terkena pukulan dari Arga.

"Terus kenapa kalo gue gede omong ha? Lo gasuka?" tanya johan sambil melayangkan bogeman ke wajah arga.

Arga segera menipisnya.

"Jelas gue gasuka! Mulai sekarang lo jauhin arin, atau ga lo akan habis sama gue!" ancam arga sambil terus memukuli johan.

"Okey! Lagi juga gue ga ada rasa sama arin" ucap johan berusaha untuk berdiri.

"PERGI LO BRENGSEK!!! TERNYATA LO ITU GA JAUH BEDA SAMA PENGECUT YANG BISANYA CUMA BUAT CEWEK NANGIS" teriak Arga, kali ini kesabaran Arga benar benar habis.

"ARGAAA!!!" teriak Arin dari kejauhan, Arin semakin menjadi jadi menangisnya.

Arga melihat Arin, kemudian dia pergi menghampiri Arin yang masih berada di depan ruang tata usaha.

Arga memeluk Arin sangat erat, karena dia merasa kalau di situasi ini Arin lebih membutuhkan pelukannya.

"Dont cry, i'm here" bisik arga.

"Gue kira johan itu beda dari yang lain ga.." lirih arin.

"Lain kali lo harus lebih jadi pemilih rin" ucap arga.

"Iya."

Argarin [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang