Setelah dua jam pulang dari mall bersama ketiga sahabatnya, kini Asya tengah duduk diatas ayunan sambil menikmati secangkir susu vanilla hangat. Rambutnya yang tergerai tertiup angin malam itu. Jam di ponselnya sudah menunjukkan pukul 20:00.
Rasanya begitu enggan untuk beranjak dari sana. Pikirannya masih ingin bebas bersama angin malam yang membawanya pergi. Menganggap semua cowok itu sama saja tidak baik, nyatanya tidak semua cowok begitu. Gadis itu mengingat quotes itu dari akun sosmednya yang menurutnya ada benarnya juga.
Gilang membuka pintu balkon kamarnya sambil membawa selimut tebal berwarna navy. Matanya belum ingin terpejam, padahal besok ia harus sekolah.
Pintu kamar berwarna hitam itu terbuka. Menampilkan sosok Bulan dengan pakaian tidurnya sambil membawa segelas cokelat hangat. Tadi Gilang mengirim pesan melalui aplikasi Whatsapp, agar segera diantarkan cokelat hangat.
"Pake acara nge-wa Mama segala. Lebay banget sih." Bulan memberikan gelas itu kepada Gilang.
"Abisnya Gilang mager mau buat sendiri." kekeh Gilang sambil mengambil gelas berisi cokelat hangat.
"Kamu ngapain disini?" tanya Bulan seraya menggesekkan telapak tangannya.
"Berdiri, Ma." balas Gilang asal sambil menyeruput cokelat hangatnya.
"Iya, Mama tau. Emangnya Mama ngeliat kamu lagi main PUBG?" Bulan menghela nafas kasar. Gilang hanya terkekeh."Cewek yang kamu anterin pulang jalan kaki waktu itu, kapan mau kamu ajak main ke rumah?" tanya Bulan sambil tersenyum penuh arti.
"Hah?" Gilang hampir saja tersedak setelah Bulan bertanya tentang gadis itu, Asya.***
Pagi ini Satria dan Asya akan berangkat lebih pagi dari biasanya. Pasalnya Satria ada kelas tambahan. Asya harus rela sarapan didalam mobil selama perjalanan ke sekolah.
Lagu dari Shawn Mendes- Never be Alone mengiringi perjalanan Gilang ke sekolah. Seperti biasa, ia selalu berangkat lebih pagi dari kembarannya. Menurut Gilang, kembarannya itu terlalu lama berdandan seperti perempuan.
"Gue mau bilang sesuatu sama lo, Gal." ucap Gilang suatu hari.
"Apaan sih?" balas Galang.
"Lo pagi-pagi sebelum berangkat ke sekolah selalu telat kalo mau sarapan kan? Nah yang jadi pertanyaan gue, lo ngapain aja sih? Dandan? Ih, gila kayak cewek banget lo." Gilang bergidik ngeri.
"Siapa yang bilang gue dandan sih?! Gue itu beres-beres kamar dulu, biar Mama ngga terlalu capek ntar. Gue kan bukan kayak lo." bantah Galang.
"Eleh, bilang aja lo ngga ngaku kalo lo pagi-pagi dandan dulu kalo mau ke sekolah."Begitulah kenyataan yang terjadi, hanya saja Gilang ingin menjahili kembarannya.
Setelah sampai, Asya turun duluan. Tampaknya sekolah sudah cukup ramai, terbukti saat gadis itu melihat mayoritas seniornya yang akan ada kelas tambahan pagi ini. Gadis itu berjalan santai menuju kelasnya.
Lelaki berlesung pipi itu mematikan radio-tape mobilnya. Ia menghela nafas pendek sebelum membuka pintu mobil. Saat baru saja kakinya menapak tanah, sosok Misell hadir disana tanpa diundang.
Dia lagi. Udah sekelas sama gue, pake acara suka muncul tanpa diundang udah kayak mbak kunti aja. Eneg juga gue lama-lama, Gilang membatin.
"Gil, liat deh. Aku bawain bekal buat kamu loh, itung-itung buat kamu sarapan. Ini aku yang masak loh, Gil. Semoga kamu suka yaaa." Misell asyik berceloteh ria tanpa menyadari bahwa Gilang tidak ada lagi di hadapannya. Gadis berambut panjang itu menghela nafasnya gusar sambil berdecak.
Bel pertanda masuk berbunyi nyaring. Membuat seluruh siswa menuju lapangan untuk melaksanakan upacara bendera. Begitu juga dengan Asya dan Alia yang mulai mengambil barisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
G I S Y A
Teen FictionTeruslah tersenyum karena dirimu sendiri, karena aku hadir hanya sebagai pelengkap kebahagiaanmu. Meski semesta kadang tidak berpihak kepadamu. Dan yakinlah Tuhan punya rencana terbaik untuk hidupmu. Tertanda, Gilang. Ini bukan cerita tentang si bad...