Malam ini hujan turun dengan derasnya. Lelaki berlesung pipi itu duduk di balkon kamarnya dengan selimut yang membalut tubuhnya dengan warna yang sama seperti kemarin malam. Lelaki itu tidak peduli dengan angin yang berhembus kencang dan hujan deras yang membasahi bumi malam ini.
Sesekali ia menyeruput segelas cokelat hangat yang baru saja ia buat. Kali ini bukan Bulan yang membuatkannya, tapi Gilang sendiri. Rasanya cokelat hangat sangat pas diminum ketika hujan turun dengan deras seperti saat ini. Pikirannya masih melayang-layang tentang kejadian tadi sore yang cukup mengejutkan.
Lagu milik Coldplay- Up&Up mengisi kekosongan malam ini. Gadis dengan piyama tidur berwarna biru dongker itu asyik melamun. Perasaannya menjadi aneh, tanpa ia sadari dirinya mulai peduli terhadap orang lain. Terlebih pada lelaki yang mulai muncul dalam hidupnya.
Gadis itu tidak menyangka, justru ia mengira setelah mantan pacarnya--Galih mempermainkannya, ia mungkin akan menutup diri dari laki-laki. Namun ntah mengapa, rasanya mengalir begitu saja. Dimulai dari berbicara dengan kalimat yang panjang--peduli--dan mulai bisa menerima orang baru. Sebenarnya ini awal yang bagus, tapi Asya belum terbiasa.
***
"Ayo dong, buruan." seru Gilang ketika memanggil kembarannya. Mobil Galang masuk bengkel pagi ini, itulah kebanyakan dipakai buat pacaran, jadinya mobil lo ngambek, begitu ucap Gilang tadi saat di meja makan.
"Ck, sabar. Tas gue masih diatas." decak Galang sambil berlari menuju ke kamarnya.
"Aelah, sepuluh detik. Kalo lambat gue tinggal lo." protes Gilang."Satu."
"Dua."
"Tiga."
"Asya berangkat, Ma. Assalamualaikum." gadis berambut coklat itu mencium tangan Safira.
"Iya, hati-hati di jalan." sahut Safira seraya tersenyum."Empat. Lima. Enam. Tujuh. Delapan. Sembilan. Sembilan setengah.... Sep-" hitungan Gilang berhenti saat Galang telah datang dengan cengiran tanpa dosa.
"Lo yang bawa." ucap Gilang sambil melempar kunci mobilnya. Dengan sigap Galang mengambil kunci mobil dengan gantungan botol dot bayi.
Suara radio-tape dari mobil Satria sedang memutarkan sebuah lagu milik Raisa- Kali Kedua. Asya mendengarkan dengan baik setiap lirik yang terlantun. Satria melirik adiknya yang tengah serius menatap kearah depan tanpa berkedip. Ada apa? Apakah makna lagu ini terlalu dalam untuk Asya? Batin Satria.
"Gue mau cerita, Gal." Gilang membuka percakapan setelah hampir lima belas menit saling diam.
"Cerita aja, biasanya juga langsung." balas Galang yang sibuk mengendarai.
"Kemarin, gue ngeliat kalo Satria sama Asya ada di-" perkataan Gilang terhenti saat Galang mengerem mendadak."Maaf, Gil. Bebek dan kawanannya sedang melintas tanpa menoleh kanan-kiri." ucap Galang sambil menoleh kearah kembaran-nya.
"Lo kira kita lagi ada di desa? Gal, serius. Kalo gue sama lo mati, yang bakal bahagiain Mama sama Papa siapa kalo bukan kita?" Gilang mulai mendramatisir suasana.
"Udah deh, ngga usah mulai. Gue juga bercanda kali. Jangan bawa Mama sama Papa deh, ntar gue melow." ucap Galang tanpa menoleh kearah Gilang."Jantan-jantan kok bisa melow juga." Gilang tertawa dalam hati.
Alia mengernyit saat mendapati sebuah novel dengan sebatang cokelat yang terikat menjadi satu bertengger diatas meja Asya, sahabatnya. Alia semakin mengernyit ketika mendapati sebuah stick notes berwarna merah muda berada diatasnya.
Semoga lo suka. Gue harap. Dan gue minta maaf. -RPA<3
Alia mengernyit, inisial nama yang mudah ditebak. Ternyata dia bisa alay juga, batin Alia. Tiba-tiba Asya datang sambil mengernyit kearah Alia, dari tatapannya seolah bertanya ada apa. Alia menunjuk kedua benda itu dengan dagunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
G I S Y A
Teen FictionTeruslah tersenyum karena dirimu sendiri, karena aku hadir hanya sebagai pelengkap kebahagiaanmu. Meski semesta kadang tidak berpihak kepadamu. Dan yakinlah Tuhan punya rencana terbaik untuk hidupmu. Tertanda, Gilang. Ini bukan cerita tentang si bad...