Happy reading guys!:)
» Ada notif diakhir cerita, jangan lupa baca. Oke?
Jam beker berwarna hitam itu terus berbunyi nyaring. Membuat sang empunya kamar berdecak kesal sambil meletakkan bantal diatas kepalanya. Tangannya bergerak cepat untuk mematikan dering yang membuat telinganya sakit. Dengan mata yang sedikit terpejam, lelaki berkaos hitam itu menguap lebar.
"Gil! Buruan mandi, udah mau telat loh." Bulan mengetuk pintu kamar bercat hitam itu.
"Yoi, ini udah hampir—siap." balasnya sambil menguap diakhir kalimatnya.
Mentari masih bersinar malu-malu, gadis bersweater biru muda itu menggeser layar ponselnya. Disana tertera bahwa hari ini cuaca akan sangat cerah. Terdengar suara panggilan dari Safira yang menyuruhnya agar segera turun.
"Semalam ngapain aja sama Gilang?" tanya Satria sebelum menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.
"Pertanyaan kamu ambigu, Satria. Kesannya adikmu ngapa-ngapain semalam." Hatta melempar anak sulungnya itu dengan kerupuk.
"Ambwigwu ywaa? Intwinya ngwapwain aja swamwa dwia?" Satria bertanya saat mulutnya dipenuhi oleh makanan, sungguh mengesalkan.
Hatta terkekeh kecil, "Udah, ngga usah dijawab, Sya. Abangmu itu emang gaje."
Asya membalasnya dengan kekehan pelan sambil menyuapkan roti tawar selai cokelatnya.
***
Gadis berombre coklat itu tiba lebih dulu sebelum anak kelasnya datang. Manik matanya melirik-lirik sekitar, dengan pasti ia menuju meja yang letaknya diujung, yakni dua meja sebelum paling belakang.
Gadis itu meletakkan sebuah kotak yang berukuran seperti kotak jam tangan. Tapi jangan salah, isinya bukanlah sebuah jam tangan. Sebelum ada yang melihatnya, gadis itu beranjak dari kelasnya dan segera menuju kantin.
"Gilang sama Asya kapan datingnya sih? Lama banget."
"Iya, kan votingnya udah nyampe 71%. Ya kali, nunggu sampe 100% dulu?"
"Hm, iya bener. Tapi, ngga semua murid setuju sama voting ini. Ada aja yang ngga suka sama mereka. Padahal ya, menurut gue mereka cocok banget."
"Iya, banget."
Gosip apalagi ini? Dasar cewek, pagi-pagi buta saja ia sudah punya bahan gosip. Tanpa sadar, lelaki berhoodie putih itu menggeleng. Untung saja banyak yang tidak mengenalinya karena saat ini ia tengah memakai masker.
"Perut gue–mules." Alia mengeluh sambil memegang perutnya.
Dahinya berkerut, "Kenapa? Mau poop?"
Alia menggeleng pelan sambil meringis, "Gue lagi berdarah. Dan—ini hari pertama."
"Udah minum kiranti? Atau pereda lainnya?"
"Belum, kata Mama gue ngga boleh minum begituan." Alia terus meringis.
"Yaudah, ganjal dulu nih pake tas gue." Asya memberikan ranselnya kearah teman sebangkunya itu.
Gadis berombre coklat itu tersenyum miris dengan air mata yang berada dikelopak matanya, mungkin sekali kedip saja bisa membuat air tersebut menetes. Merelakan itu sulit, mungkin begitu juga dengan apa yang lelaki itu rasakan. Merelakan itu berat, begitu mudah bagi siapa yang tidak merasakannya. Tapi, merelakan adalah hal yang paling tepat dan harus ia lakukan, walaupun itu sulit dan berat. *:")
KAMU SEDANG MEMBACA
G I S Y A
Teen FictionTeruslah tersenyum karena dirimu sendiri, karena aku hadir hanya sebagai pelengkap kebahagiaanmu. Meski semesta kadang tidak berpihak kepadamu. Dan yakinlah Tuhan punya rencana terbaik untuk hidupmu. Tertanda, Gilang. Ini bukan cerita tentang si bad...