22:32. Selamat membaca:)
Semoga kamu ngga baper setelah baca chapter ini, hehe.
🐼🐼🐼
Mobil hitam itu membelah jalanan yang tampak ramai sore ini. Dengan sedikit kesal, Satria mengantarkan adik perempuan kesayangannya itu menuju rumah Gilang. Sebenarnya jika Satria tidak mau mengantar, gadis berambut coklat sebahu itu bisa naik ojol atau go car. Tapi apalah daya jika Satria tidak mengizinkan. Serba salah. Hoam.
"Nanti kalo udah mau balik, kabarin abang ya. Biar di jemput." Ucap Satria sebelum adiknya itu turun.
"Iya-iya. Fast respon yaaa." Sahut Asya seraya tersenyum tipis.
"Iya, aman. Hati-hati ya, Sya." Ucapan Satria sangat ambigu.
"Hati-hati? Emangnya kenapa?" Tanya Asya dengan kening yang berkerut dalam.
"Kalo dia macam-macam." Balas Satria seraya melambaikan tangan.
Gadis dengan seragam putih abu-abu itu menghela napas pelan sambil menatap pagar hitam yang menjulang tinggi keatas. Tiba-tiba pagar terbuka, sebuah kursi roda terlihat. Lelaki berkaus hitam itu tersenyum lebar.
"Hai, Asyayangnya Gilang." Gilang melambaikan tangannya.
"Kok tau aku udah sampai?" Tanya Asya seraya memutar ke belakang dan mendorong kursi roda itu masuk kedalam.
"Tau dong, aku kan pake telepati." Gilang terkekeh pelan.
"Eh, bakso bakar pesanan aku ada?" Tanya lelaki itu lagi.
"Ada kok. Tenang aja." Asya tertawa kecil.
"Uh, kamu baik banget." Puji Gilang seraya tersenyum.
Kini dua sejoli itu tengah sibuk menyantap beberapa tusuk bakso bakar yang sengaja di beli oleh Asya. Bulan muncul seraya mengantar dua piring berisi keripik balado dan kue bolu.
"Mantu mama cantik banget." Puji Bulan dengan seulas senyum tipis.
"Mama bisa aja deh." Asya tersenyum malu-malu.
"Iya loh beneran, Sya. Eh, tumben kamu main kesini? Ada apa gerangan?" Tanya Bulan sebelum menyeruput teh hangat.
"Pengen main kesini aja, ma." Balas Asya dengan seulas senyum.
"Kamu suruh Asya kesini ya, Gil?" Tanya Bulan dengan mata yang melebar.
"Ngga, ma. Asya yang pengen main ke sini." Balas Gilang dengan cengiran.
"Nanti kamu pulang sama siapa, Sya?" Tanya Bulan lagi.
"Nanti di jemput sama abang, ma." Balas Asya yang berhenti sejenak mengunyah bakso bakarnya.
"Oke-oke, kalo gitu mama ke dalam dulu ya. Mata Gilang udah ngusir secara tersirat." Bulan terkekeh pelan diakhir kalimatnya.
***
Asya melirik kaki Gilang yang terbalut kain kasa dan agak bengkak disana. Sedangkan Gilang asyik memainkan game online di ponselnya.
"Kaki kamu masih sakit, Gil?" Tanya Asya yang masih asyik melihat kaki Gilang yang bengkak itu.
"Lumayan, beb. Coba aja kemarin aku ngga jatuh dari tangga, pasti hari ini aku sekolah terus jumpa sama kamu, jumpa sama Rifan dan Ricko." Terdengar helaan napas dari lelaki itu.
"Semua ini murni kecelakaan dan mungkin udah diatur sama yang Maha Kuasa. Jadi kamu harus lebih hati-hati lagi, jangan pecicilan." Asya tersenyum manis sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
G I S Y A
Novela JuvenilTeruslah tersenyum karena dirimu sendiri, karena aku hadir hanya sebagai pelengkap kebahagiaanmu. Meski semesta kadang tidak berpihak kepadamu. Dan yakinlah Tuhan punya rencana terbaik untuk hidupmu. Tertanda, Gilang. Ini bukan cerita tentang si bad...