25

783 32 0
                                    

Maaf baru update gaesz:") alhamdulillah ada waktu luang.

Happy Reading gaesz❗❗ ⤵⤵⤵

———

Penuturan dari lelaki berlesung pipi itu terus mengiang-ngiang dikepalanya. Bagaimana bisa ia mengatakan hal itu dengan mudahnya. Apakah itu untuk menyelamatkannya?

Gadis berpiyama biru muda itu beranjak dari tempat tidurnya. Pikiran dan hatinya merasa tidak tenang. Bahkan gadis itu terus mondar-mandir seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Jadi bener kalian udah jadian?"

"Iya, bener. Lepasin tangan Asya."

"Mana buktinya?"

Lelaki berhoodie putih itu mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan bahwa gadis berambut coklat itu tengah berbincang-bincang dengan sang Mama. Ntah tanpa sengaja dan keberuntungan buatnya mengambil foto itu, saat gadis itu berkunjung kerumahnya.

Lelaki dengan baju yang dikeluarkan itu menghela nafas kasar, "Awas lo."

Sesaat telah mengatakan itu, lelaki itu pergi bersama lima dekingannya. Gadis berambut coklat itu hanya diam dan tak percaya atas apa yang dilihatnya barusan.

Tak lama, lelaki berhoodie putih itu langsung mengajak gadis itu pergi dari sana. Hal itu pun membuat para netizen alias para siswi—khususnya terdiam dan saling tatap satu sama lain.

***

Lelaki berkaus putih itu menuju balkon kamarnya, ia berjalan pelan sambil memegang segelas cokelat hangat. Hm, kebiasaan itu datang lagi. Padahal akhir-akhir ini sudah sangat jarang sekali.

Angin malam seolah membelai kulit lelaki itu dengan lembut. Sinar rembulan pun seolah tersenyum lebar menyambutnya. Bintang pun tak ingin kalah, malam ini ia begitu banyak bertebaran di langit. Ntah mengapa pikirannya kembali mengingat kejadian tadi siang yang membuat jarak antara mereka. Bahkan mereka tidak saling berbicara. Hal itu membuat ia merasa bersalah atas ucapannya yang tanpa berpikir panjang dulu.

Seolah-olah hanya itu yang bisa ia ucapkan untuk menarik gadis itu ke pelukannya. Yah, anggap saja begitu. Gilang yakin, hati dan perasaan gadis itu tidak bohong. Bahkan dari sorot matanya, gadis itu berkata jujur tanpa ada sedikit kebohongan disana.

Pintu kamar bercat hitam itu terketuk, menampilkan sosok Galang yang tengah menelpon. Itu terlihat dari ia yang terus menempelkan ponselnya di telinga.

"Sssttt, nih ada telpon buat lo."

Tak ada jawaban, karena kembarannya itu tengah melamun. Mungkin ia tidak sadar ada orang yang baru saja masuk kedalam kamarnya.

"Ck. Gil, ini ada telpon buat elo."

"Hah? Buat gue?"

Galang menggeleng sambil berdecak pelan.

"Halo?"

"Iya, gue Gilang."

"Gue syok sebenarnya. Secara ngga sengaja—gue ciptain jarak."

"Iya, gue bakal coba ngomong."

"Doain aja yang terbaik."

G I S Y ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang