Benar kata kebanyakan orang, bahwa sebuah hubungan jarak jauh hanya dibutuhkan komunikasi dan kejujuran.
-fastlowritinggg__⏰⏰⏰
Lagi-lagi Yudis menghampirinya dengan sebotol air mineral dingin yang embunnya membasahi telapak tangan lelaki berkemeja kotak-kotak itu.
"Minum dulu, Sya." Ucapnya seraya meletakkan minuman itu dengan seulas senyum tipis.
Asya tidak menjawab, dengan gerakan pelan tangannya mengambil minuman itu. Membukanya dengan cepat dan menenggaknya perlahan.
Hal kecil itu membuat Yudis terkekeh, "Pelan-pelan dong. Keliatan banget hausnya."
"Thanks, Dis."
"Dont call my nick name 'Dis'. Berasa kudis gue, Syaaaa."
Asya meliriknya malas, kepala sudah pusing ditambah Yudis terus saja berbicara. Merasa suasana disana sedikit aneh, Yudis berusaha menetralkan suasana dengan berdeham.
"Duluan." Satu kata itu membuat Yudis mengusap dadanya.
"Semudah itu dia ninggalin gue. Astagaaa."
Dibawah pohon mangga disekitaran kampus, keempat lelaki yang mengenakan almamater itu sibuk berbincang dan tertawa. Ntah itu guyonan dari Sam, Gilang, ataupun Hans. By the way, Khalid sedikit lebih pendiam dan paling hanya merespon dengan tawa.
Jangan tanya siapa lelaki yang memiliki tawa paling besar ketika ada guyonan yang dibuat diantara keeempatnya, dia adalah Samuel. Lelaki berdarah Medan itu bisa tertawa ngakak hanya karena mendengar tawa Hans dan Gilang.
"Udah lah, capek kali aku ketawa teros." Ucap Sam dengan napas yang tersenggal-senggal.
"Dah dah, pegel pipi aing woi." Sahut Hans seraya memainkan ponselnya.
"Sam, beli air mineral gih. Haus kali daritadi asik ketawa aja." Suruh Gilang seraya menyodorkan uang kertas berwarna hijau.
"Cukupnya ini buat empat orang?"
"Cukuplah, harganya kan satu goceng."
"Ayoklah Lid temankan dulu aku."
"Skuy."
Selepas kepergian Sam dan Khalid menuju kantin, tidak ada terdengar suara. Keduanya sibuk memainkan gawai mereka masing-masing. Gilang menghela napas pelan saat mengecek aplikasi berwarna hijau yang kini sudah berfitur "dark mode" itu. Hanya ada pesan tadi malam yang berujung ceklis biru.
"Kenapa?" Satu pertanyaan dari 5W1H itu membuat Gilang menatap Hans.
"Ngga ada chat masuk dari Asya?" Dug. Tepat sekali, Hans selalu saja mengerti raut wajah Gilang Pradikta.
Gilang mengangguk lemas seraya mengulas senyum ringan yang sedikit terkesan 'terpaksa'.
"Kenapa ngga lo duluan aja yang mulai sih? Gengsi amat, padahal pacarannya udah lama."
"Ngga gitu, Hans. Mulai sok tau lu."
"Ya terus kenapa? Lo abis berantem sama Asya?"
"Chat semalam aja cuman diread doang."
"Yaiyalah, kalo berakhirnya cuman "good night too" yaa berarti emang ngga ada yang harus dibalas lagi."
"Tapi kan..."
KAMU SEDANG MEMBACA
G I S Y A
Teen FictionTeruslah tersenyum karena dirimu sendiri, karena aku hadir hanya sebagai pelengkap kebahagiaanmu. Meski semesta kadang tidak berpihak kepadamu. Dan yakinlah Tuhan punya rencana terbaik untuk hidupmu. Tertanda, Gilang. Ini bukan cerita tentang si bad...