Happy reading!❤
Ost chapter ini: John Legend- All of Me.
💐💐💐
Gadis dengan kaos merah muda itu tengah menyesap susu vanilla hangat yang baru saja dibuatnya. Angin malam terasa dingin saat membelai kulit. Sesekali gadis itu menggosokkan kedua tangannya berulang-ulang dan meletakkannya dipipi.
Suara langkah kaki membuat gadis itu menoleh. Itu abangnya, Satria. Lelaki berumur 19 tahun itu membawa semangkuk mi instan. Asapnya masih mengepul dan aromanya menyeruak ke seluruh ruangan.
"Asya mau ngga?" Tawar Satria yang mengangkat empat biji sumpit.
"Boleh-boleh." Balas Asya dengan cengiran.
"Malam ini dingin banget ya, Sya." Ucap Satria yang mengusap kedua lengannya.
Gadis itu mengangguk setuju, "Ayo makan."
Hatta dan Safira yang diam-diam menyelinap di kamar gadis itu tersenyum tipis. Bagaimana jika nanti gadis itu merasa kesepian karena Satria tidak ada disampingnya? Ah, jangan lupakan Gilang yang selama ini sukses membuat gadis itu tersenyum dan tertawa.
"Mama ngga kuat, Pa." Ucap Safira dengan nada pelan.
Hatta mengelus bahu istrinya itu, "Semua ada jalannya, Ma. Tinggal bagaimana saja kita menghadapinya."
Safira menengadah yang disambut senyuman oleh Hatta. Kemudian Safira semakin mengeratkan pelukannya. Hatta tersenyum singkat lalu mencium kening istrinya itu.
"Sya, abang ngga sengaja baca surat yang ada di meja belajar tadi pagi." Lelaki itu menggaruk tengkuknya.
Asya mengangkat kedua alisnya, "Beneran?"
"Ngga sengaja." Satria terkekeh pelan.
"Padahal surat itu boleh dibaca pas udah di Yogya. Tapi yaudah lah." Sahut gadis itu dengan anggukan.
Tadi pagi Satria sengaja datang kesana untuk bernostalgia kembali. Mungkin saat baru sehari saja disana, Satria merindukan adik kesayangannya itu. Bahkan lelaki itu mendatangi setiap benda yang ada di kamar adiknya itu.
Lelaki itu selalu mengulas senyum tipis dengan sudut mata yang sedikit berair. Ah, Satria belum 100% siap untuk meninggalkan keluarganya.
Sampai tibalah Satria berada dihadapan meja belajar yang selalu tersusun rapi di pagi hari dan selalu berantakan di malam hari. Surat berwarna biru itu ada ditengah-tengah meja belajar dan sedikit tertutupi oleh tempat beberapa alat tulis.
Tangannya bergerak mengambil surat itu dan sedikit terkejut saat membaca untuk siapa surat itu ditujukan. Oh, ternyata untuknya. Spontan, lelaki itu langsung membacanya dengan air mata yang menetes perlahan.
"Ingat, Sya. Abang selalu merindukan Asya, Mama dan Papa." Gumam lelaki itu dengan pelan.
***
Asya melirik ke samping, sosok Gilang ada disana dengan cengiran khasnya. Sebenarnya pagi ini masih ada jam belajar, tapi ntah mengapa Bu Ajeng menyuruh anak kelas XII IPA 1 dan 2 untuk belajar mandiri di perpustakaan.
"Serius amat sih." Goda lelaki itu dengan senyuman.
Gadis itu menyengir sebentar, "Ini tuh seru banget bukunya."
Gilang mengernyit dan membalikkan sampul buku yang ada digenggaman gadis itu. "'Kimia itu seru'. Apanya yang seru dari buku kimia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
G I S Y A
JugendliteraturTeruslah tersenyum karena dirimu sendiri, karena aku hadir hanya sebagai pelengkap kebahagiaanmu. Meski semesta kadang tidak berpihak kepadamu. Dan yakinlah Tuhan punya rencana terbaik untuk hidupmu. Tertanda, Gilang. Ini bukan cerita tentang si bad...