Setelah berdebat kecil, akhirnya kedua gadis itu menyetujui tawaran Gilang. Dengan senang hati ia membukakan pintu mobil untuk keduanya.
"Apa-apaan nih, Gil?" tanya Galang.
"Nebeng lah. Menurut lo? Kasian kalo naik angkot." jawabnya santai.
"Iya-iya, siapa duluan yang mau dianter nih? Asya atau Alia?"
Asya menoleh kearah Alia yang juga menoleh kearahnya.
"Gue dulu, Gal. Baru kerumah Asya." Alia buka suara lalu diangguki oleh Galang.
Selama diperjalanan, keempat remaja itu sibuk dengan dunianya masing-masing. Hanya terdengar riuhnya jalan akibat klakson kendaraan lain.
Sesampainya dirumah Alia, gadis itu turun setelah mengucapkan terima kasih yang diikuti turunnya Asya.
"Loh, kok lo ikutan turun?" tanya Alia.
"Berhenti disini aja deh." jawab Asya tenang.
"Loh loh, kok lo turun? Ini kan rumahnya Alia." ucap Gilang sambil memunculkan kepalanya dikaca mobil.
"Ngga papa." balas gadis berambut coklat itu.
"Yaudah gue masuk ya, Sya. Maaf ngga bisa anter." Alia berpamitan, sementara Asya mengangguk dan mulai berjalan meninggalkan rumah sahabatnya, Alia.
"Gal, lo duluan aja gih." Gilang melepas seatbeltnya.
"Loh, lo mau kemana? Mau kerumah Alia?" tanya Galang.
"Mau susul Asya lah, ngapain susul Alia. Gue ngga suka tikung kali. Santai bro." jawab Gilang sambil menepuk bahu kembarannya.
"Dah pulang sono. Kalo ditanya Mama bilang aja gue mampir." teriak Gilang.
Untung saja rumahnya dengan rumah Alia tidak terlalu jauh, jadi bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Sebenarnya Asya tidak enak jika satu mobil dengan dua laki-laki, kecuali dengan Hatta dan Satria.
"Ehem ehem." Asya tetap cuek, tidak peduli. Sekali lagi ia berdeham, tetap sama
gadis itu tetap tidak peduli."Aelah, Asya tungguin gue!" teriak Gilang. Spontan Asya menoleh. Dilihatnya Gilang tengah berlari kearahnya.
Sesampainya didepan Asya, Gilang mengatur deru nafasnya yang tak beraturan. Asya memperhatikan Gilang secara seksama.
"Cepat banget sih jalannya." ucap Gilang agak terbata.
"Lo ngga mau gue anter sampe rumah?" tawar Gilang. Asya menoleh sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Yaelah orang nanya juga, eh malah di kacangin." decak Gilang.
"Woi! Harga kacang berapa sih?! Ah, serasa ngomong sama patung gue, elah." teriak Gilang hingga ibu-ibu disekitar komplek menoleh. Asya berjalan lagi. Toh, biarkan sajalah Gilang.
"Yaelah, ditinggal lagi. Asya tungguin gue!" Gilang berteriak tapi gadis itu tetap berjalan tanpa memperdulikannya.
***
Sesampainya dirumah Asya, Gilang termangu dengan sebuah mobil hitam yang sering ia lihat di parkiran sekolah. Asya mengernyitkan dahinya ketika melihat wajah Gilang.
"Udah. Sana balik." usir gadis itu dengan dagunya.
"Lo usir gue? Masih mending dianterin sampe rumah, walaupun cuman jalan kaki." Gilang menunjuk kearah dirinya.
"Siapa yang minta?" tanya Asya.
"Yaaa... Ngga ada. Yaudah gue cabut." jawabnya sambil melambaikan tangan ke gadis itu. Asya menggelengkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
G I S Y A
Teen FictionTeruslah tersenyum karena dirimu sendiri, karena aku hadir hanya sebagai pelengkap kebahagiaanmu. Meski semesta kadang tidak berpihak kepadamu. Dan yakinlah Tuhan punya rencana terbaik untuk hidupmu. Tertanda, Gilang. Ini bukan cerita tentang si bad...