"Tenang aja, aku siap dihubungi 1x24 jam kalo kamu butuh teman curhat."
-Gilang PradiktaHappy reading!🌸
Ost kali ini: I Love You 3000.
💛💛💛
Siang ini akan menjadi keberangkatan Satria ke Yogyakarta. Setelah saling berpelukan erat dan derai tangis yang telah mengiringi kepergian Satria untuk merantau demi meraih cita-cita.
Mungkin Satria sudah dalam perjalanan karena pesawat mulai take off pukul 13:15. Gadis itu duduk di belakang taman rumah, rambutnya beterbangan karena tertiup angin yang begitu sepoi-sepoi. Matanya sembab karena terlalu banyak menangis. Bahkan kulitnya sedikit terbakar karena tak mempedulikan sinar mentari yang menembus kulit.
Asya menghela napas pelan, lalu menoleh ke samping. Berharap abangnya itu masih disini dan menemaninya. Ucapan Satria saat di bandara terus berputar-putar didalam pikirannya.
"Abang pergi untuk kembali. Abang cuman beberapa tahun disana, kalau pas liburan semester pasti abang pulang." Ucap Satria sebelum lelaki itu masuk untuk segera check in. Wajahnya tersenyum manis dengan air mata yang sudah diujung tanduk.
Sedangkan ponsel bercasing unicorn itu bergetar. Sudah banyak panggilan masuk dari Gilang. Bahkan beberapa pesan tergantung begitu saja tanpa ada yang membuka apalagi membacanya.
Diujung sana, Gilang terus berkutat dengan ponselnya. Pasti Asya sedang terpuruk saat ini dan Gilang harus menghiburnya segera. Namun apa daya jika semua panggilan dan pesannya tidak terjawab.
Rasanya kaki Gilang sudah berkehendak untuk segera menuju rumah gadis itu. Namun logika dan hatinya berkata sebaliknya, gadis itu masih butuh waktu untuk sendiri. Iya, Gilang harus meyakini opsi kedua. Bagaimana pun juga, gadis itu butuh waktu agar bisa menenangkan perasaannya.
Air matanya perlahan menetes karena belum siap untuk jauh dari Abangnya. Tapi Satria harus pergi untuk meraih cita-citanya. Asya dan keluarganya sungguh tidak bisa menahan semua yang sudah dicita-citakan sejak kecil dan akhirnya terealisasikan hari ini. Disini keluarga hanya bisa mengirim doa dan terus berkomunikasi dengan anak sulungnya itu.
"Baik-baik disana ya, bang. Jangan pernah lupain Asya. Asya sayang sama abang." Ucapnya lirih dengan air mata yang masih mengalir.
Safira dan Hatta yang melihat ini sungguh sedih dan kasihan. Anak gadisnya sungguh terpuruk karena saudaranya harus pergi untuk meraih cita-cita. Karena sejak kecil mereka tidak pernah dipisahkan.
Hatta menghampiri anak gadisnya itu seraya berkata, "Nak, ayo kita jalan-jalan ke pantai."
Asya menoleh seraya menyeka air matanya, "Eh, papa. Asya lagi pengen di rumah aja nih." Gadis itu tersenyum singkat.
"Anak papa ngga boleh nangis terus, kasian abang kalo tau adiknya nangis mulu. Kalo liburan pasti abang ke sini kok." Hatta tersenyum seraya mengelus rambut anak gadisnya itu.
"Mungkin ini masih berat, tapi lihat nanti deh. Pasti Asya udah seperti biasanya." Lanjut Hatta seraya mengajak Asya untuk beranjak dari sana.
"Ayo senyum, jangan sedih terus." Hatta tersenyum lagi sambil memegang kedua bahu Asya.
Bibirnya melengkung keatas, "Makasih, pa."
***
Gilang menoleh ke belakang sebelum masuk ke dalam kelasnya. Itu adalah kelas pacarnya. Apakah gadis itu sudah datang? Tanyanya dalam hati. Gilang merentangkan sepuluh jarinya seraya mengucapkan kalimat 'datang, tidak, datang, tidak ' sampai di jari kelingking kiri keputusan jarinya mengatakan 'tidak.'
KAMU SEDANG MEMBACA
G I S Y A
Teen FictionTeruslah tersenyum karena dirimu sendiri, karena aku hadir hanya sebagai pelengkap kebahagiaanmu. Meski semesta kadang tidak berpihak kepadamu. Dan yakinlah Tuhan punya rencana terbaik untuk hidupmu. Tertanda, Gilang. Ini bukan cerita tentang si bad...