Asya mengedarkan pandangannya sesaat memasuki kelasnya. Tidak ada seorang pun disana, bahkan Alia tidak terlihat batang hidungnya. Yang mengherankan, kenapa tas mereka justru tersusun rapi diatas kursi. Biasanya tidak seperti itu, ada beberapa tas yang sengaja diletakkan diatas meja.
Satu tepukan di bahu gadis itu membuatnya menoleh. Oh, ternyata hanya Galang yang tampak mengulas senyum tipis.
"Ngapain?" Tanyanya dengan nada bingung.
"Sekolah kan, Gal." Balas Asya dengan kernyitan di dahinya.
Tunggu. Asya baru menyadari bahwa Galang sama sekali tidak mengenakan seragam sekolah lengkap. Abang kembaran Gilang itu hanya mengenakan seragam futsal yang berwarna hitam dan biru muda.
Apakah ini hari libur? Lalu mengapa ada tas yang mengisi setiap kursi di kelas? Asya menoleh ke belakang, sosok Galang sudah tak ada disana. Datang tanpa disuruh dan pergi tanpa pamit. Hm.
Asya menoleh kedalam kelas kembali, dan tunggu... Tidak ada satu pun tas diatas kursi. Apakah matanya salah melihat? Apakah ini semua hanya.. Mimpi?
"Asya bangun! Astagfirullah." Seru Safira seraya menggoyangkan tubuh gadis itu.
"Ini udah jam tujuh, sayang. Kita kan mau pergi bareng keluarganya Gilang." Ucap Safira lagi, tapi kali ini dengan suara yang lembut.
"Mimpi?" Asya terbangun dengan kelopak mata yang melebar.
"Hah? Mimpi?" Beo Safira seraya mengernyit heran.
"Ayo bangun. Setengah jam lagi kumpul di meja makan ya." Ucap Safira seraya beranjak dari tepi ranjang anak gadisnya.
"Berarti tadi cuman mimpi? Astagfirullah." Asya menghela napas diakhir kalimatnya.
Gadis berambut sebahu itu melirik kearah jam yang sudah menunjukkan pukul 07:05. Hah? Udah jam tujuh?! Ayo, Asya jangan sampai telat. Lo ada acara sama keluarganya Gilang! Seolah-olah otaknya berbicara begitu.
Dengan kecepatan penuh, gadis itu langsung berlari menuju kamar mandi.
"Mama! Handuk Asya kok ngga ada?!" Teriaknya setelah menyadari bahwa handuknya tidak ada ditempatnya.
***
Sarapan telah usai, kini mobil pun sudah siap untuk berangkat. Keluarga Wahyuningrum sepakat untuk bertemu di tempat yang di tuju saja. Dan keluarga Pradikta pun setuju akan hal itu.
Kali ini liburan sedikit berbeda karena Satria tidak ada ditengah-tengah mereka. Pelaksanaan UNBK telah usai dan kini ke-delapan remaja itu telah lulus dari menengah atas. Waktu berlalu dengan cepat, bahkan Asya akan melanjutkan kuliahnya di Padang.
"Ntar kalo anak gadis mama udah kuliah, kita ngga bisa jalan-jalan lagi deh." Ucap Safira seraya menghela napas.
"Bisa dong. Kan Satria sama Asya bakal pulang kalo liburan, Ma." Sahut Hatta dengan seulas senyum.
"Iya, tapi kan butuh waktu yang lama. Satria balik ke Yogya terlalu cepat, jadinya ngga bisa ikutan liburan." Ucap Safira lagi.
"Mama sama Papa tenang aja. Pas liburan semester nanti, pasti Asya sama abang bakal pulang ke sini kok." Seru Asya dengan senyuman manisnya.
"Mama sama Papa ngga usah khawatir ya." Lanjut Asya dengan senyum yang masih mengembang.
Safira menghela napas kembali, "Oke deh. Asya sama Satria tenang aja, doa Mama sama Papa akan menyertai kalian."
"Libur telah tiba... Libur telah tiba..." Gumam Hatta seraya menggoyangkan kepalanya ke kanan dan kiri.
"Hati.. ku.. gembira!" Sahut Safira dan Asya secara bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
G I S Y A
Teen FictionTeruslah tersenyum karena dirimu sendiri, karena aku hadir hanya sebagai pelengkap kebahagiaanmu. Meski semesta kadang tidak berpihak kepadamu. Dan yakinlah Tuhan punya rencana terbaik untuk hidupmu. Tertanda, Gilang. Ini bukan cerita tentang si bad...