14

1K 45 1
                                    

Lelaki berlesung pipi itu berkaca sebentar, melihat penampilannya saat ini. Tidak, Gilang tidak ada rencana pergi malam ini. Ia hanya menggunakan kaos polos berwarna merah dengan celana boxer hitam.

Gilang mengetuk pintu kamar bercat dark blue yang berada tepat disebelah kamarnya. Kamar Galang. Tidak ada jawaban, Gilang langsung saja masuk tanpa izin. Itu sudah biasa dilakukan oleh keduanya.

Gilang termangu saat melihat kembarannya sedang loncat-loncat di atas kasurnya. "Lo kenapa?" tanya Gilang dengan dahi yang berkerut.
"Eh, main asal masuk aja lo ampas kelapa." balas Galang asal.
"Ganteng gini lo katain gue ampas kelapa. Lah lo apa? Ampas tempe?" ucap Gilang sambil menunjuk dirinya.
"Emang tempe punya ampas?" tanya Galang.
"Udah, skip. Gue mau cerita nih." ucap Gilang serius.

Asya masih terbaring lemas, wajahnya benar-benar pucat. Safira hampir menangis melihat keadaan anak gadisnya, siapa yang tega membuat Asya menjadi seperti itu. Satria menduga yang melakukan ini adalah cewek yang mau menampar Asya beberapa hari yang lalu.

Gadis itu sudah sadar sejak tadi, namun sekarang Asya sedang tidur. Badan gadis itu panas, artinya Asya demam. Safira sudah mengompres anak gadisnya, dan berharap Asya segera pulih kembali.

"Besok Asya ngga sekolah dulu. Kamu jangan lupa kasih surat, ntar Mama yang tulis." ujar Safira sambil menuju dapur.
Siapa pun yang udah buat Asya kayak gitu, bakal gue kasih pelajaran. Batin Satria menggeram. Rasanya ia ingin mencari tahu latar belakang perempuan yang mau menampar Asya waktu itu.

***

"Bentar, gue ke bawah dulu. Mau ambil cemilan." ucap Galang sambil meletakkan ponselnya diatas kasur. Gilang hanya bisa menghembuskan nafas pendek.

"Gimana? Rencana lo berhasil, ngga?"
"Ya, berhasil lah. Gue gitu loh."
"Pasti dia kedinginan banget. Trus gaada yang nolongin, aduh kasian."
Keduanya tertawa jahat, "Pasti ngga ada yang nolongin dia. Besok temenin gue cek ya, dia masih hidup apa ngga, oke."

Gadis itu mematikan sambungan telepon lalu tersenyum miring.

"Selamat tinggal perusak hubungan orang."  ucap gadis itu.

Galang masuk ke kamarnya sambil membawa beberapa toples berisi makanan ringan. Dan ia langsung menyuruh Gilang untuk duduk dikarpet bersamanya. Gilang pun mengangguk.

"Mau cerita apa? Biasanya juga langsung." ucap Galang sambil memasukkan keripik kedalam mulutnya.
"Biasanya emang gitu, tapi kali ini beda cuy." balas Gilang sambil memainkan ponselnya.
"Beda apanya? Ini berhubungan sama masalah hati lo ya?" tebak Galang. Tentu, tebakan Galang benar, sangat benar.
"Gue baru nemuin fakta baru tentang Asya." ucap Gilang.
"Sudah gue duga. Lanjutin." balas Galang sambil mengangguk.

"Ternyata... Asya sama Satria itu kakak adik-" ucapan Gilang terpotong oleh terkejutnya Galang.
"Wah, sumpah lo?!" tanyanya kaget.
"Iya, dengerin gue dulu makanya. Minggu kemarin gue liat didepan gerbang ada Misell, Asya sama Satria. Trus Misell itu mau nampar Asya, dan langsung ditahan sama Satria. Udah gitu, mereka pulang bareng. Dan gue duga, mobil yang Asya pakai itu sama persis sama mobil yang Satria pake." ucap Gilang panjang kali lebar.
"Terus-terus?" tanya Galang sambil memakan keripik.
"Terus, lusa gue ikutin mereka ke toko buku, terus Asya manggil Satria itu dengan sebutan abang. Dan tadi gue nemuin Asya pingsan di toilet dan Satria manggil Asya dengan sebutan adik. Jadi itu semua real kan, Gal?" lanjut Gilang.
Galang mengangguk setuju, "Real banget. Trus sekarang gimana?". Gilang mengangkat bahunya.

G I S Y ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang