Setelah mendapatkan uang saku tambahan, akhirnya Syifa dan kedua kakaknya pergi menuju sekolah.
Keheningan mendominasi suasana di dalam mobil, semua sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Zidan fokus menyetir, sementara itu Zahdan tampak mengerjakan pr nya di waktu yang singkat, dia benar-benar pandai memanfaatkan waktu yang ada, Syifa hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah laku kakak kedua nya itu, selalu saja meremehkan pr dari sekolah, lihat kan hasilnya! Zahdan sendiri yang kerepotan, berdoa saja semoga Zidan tidak menabrak lubang, bisa-bisa tulisan tangan zahdan bisa hancur.
Karena tak ada lagi hal yang menarik, Syifa menyandarkan kepalanya di kaca mobil, menatap diam ke arah pemandangan jalanan yang mereka lewati, ada banyak hal yang berkecamuk di dalam pikirannya. Gadis itu hanya bisa menghela nafas pelan, berusaha menyembunyikan keresahan hatinya.
"Dek, kok melamun."
Orang yang di panggil tidak menjawab, Zidan melihat dari kaca depan, adik nya tetap diam tak berkutik, tidak biasanya Syifa mengabaikan panggilan darinya. "Dek." Panggil Zidan sekali lagi.
Merasa terganggu dengan suara Abang nya, Zahdan mengalihkan perhatian nya ke Syifa, ia mengerutkan keningnya saat melihat adik nya tersebut diam seperti patung, pantas saja Abang nya memanggil berkali-kali dia tidak menjawab. "Dek!" Teriak Zahdan, sangat berbeda dengan Abang nya, Zahdan langsung berteriak hingga membuat Syifa sadar dari lamunannya.
"Astaghfirullah!" Kaget Syifa sambil mengelus dada, sejenak ia menatap sinis ke arah Zahdan, tapi kembali mengalihkan perhatian.
Zidan hanya bisa geleng kepala melihat tinggal adik lelakinya tersebut, selalu blak-blakan dan heboh. "Kamu kenapa melamun hmm?" Syifa mengalihkan pandangannya ke arah Zidan, Abang nya yang satu ini memang sangat lembut kepada Syifa, berbeda dengan Zahdan, baru lagi saja dia sudah di ajak smackdown, hadeh.
"Hmm gak ada kok bang."
"Masih mikirin mimpi itu ya?" tanya Zidan.
Syifa terdiam, Zidan benar. Ia sedang memikirkan tentang mimpi nya tadi malam. "Jangan dipikirin, mimpi cuma bunga tidur." nasehat Zidan.
"Iya Syifa tau bang, cuma mimpi tadi malam itu rasanya kayak nyata banget." Aura bahagia di wajah gadis tersebut mendadak hilang, ia kembali terdiam, takut akan mimpi seram yang di alami nya menjadi nyata dan mengusik hidupnya nanti.
"Kenapa harus takut, kalau pun nanti mimpi kamu nyata, Abang tinggal bunuh dia aja kan, selesai."
Syifa terdiam seribu bahasa, gadis itu menelan kasar air ludahnya, kata 'membunuh' sangat mudah keluar dari mulut Abang tertua nya ini.
"Abang ngomong apa sih, jangan begitu ah!"
Zidan tersenyum sinis. "Kenapa? Abang ngomong benar kan? Selagi seseorang itu tidak mempunyai ikatan darah dengan kita, untuk apa Abang menahan diri? Apalagi urusan itu menyangkut adik perempuan Abang satu-satunya. Jangan hanya lihat di luar saja Syifa, Abang akan membunuhnya jika itu perlu."
Zidan menjeda ucapannya, laki-laki itu terkekeh geli melihat ekspresi ketakutan dari wajah kedua adiknya. "Bagian membunuh itu enak nya di bagian leher, lunak dan mudah untuk di potong. Kepala manusia kalau udah kepisah dari tubuh, sama aja kayak semangka, mudah di hancurin jadi bubur."
Zahdan dan Syifa menelan kasar air ludah mereka, kenapa Zidan harus segila ini! Laki-laki di depan mereka ini sangat tak berperasaan, apakah Abi mereka seperti ini juga dulu nya? Mungkin lebih parah, Zidan benar-benar menyalin habis sifat Jordi di masa muda dulu.
"Yaelah bang, doa aja sama Allah supaya nanti Syifa bisa dapat suami yang baik. Lagipula kalau nanti mimpi nya memang kenyataan, Abang mau Syifa jadi janda muda?" Ucap Zahdan dengan nyaring, berusaha untuk mencairkan suasana.
KAMU SEDANG MEMBACA
SYIFA (Lagi Revisi Nih!)
Romance⚠ Cerita mengandung adegan kekerasan. Syifa alfurqan POV Kata umi, dia menikah dengan abi sewaktu umur 22 tahun, umi bilang awal masa pernikahannya tidaklah baik, tapi umi ku adalah wanita yg tegar, ia selalu menerima segala perlakuan Abi, hingga a...