49. Jurnal Hitam✓

13.6K 1.4K 114
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






☯️☯️☯️☯️☯️☯️☯️☯️☯️☯️☯️☯️☯️

Stop-
Maaf untuk Typo.



"......"

Dari awal, dari semua orang yang ada di ruangan ini. Tatapan Heidi hanya fokus pada pria tampan dengan baju casual yang sangat cocok dengannya.
Dari awal, Heidi pula sudah terganggu dengan tatapannya yang terfokus pada Heidi, Heidi merasa seperti di awasi, tiap gerak-geriknya seolah di perhatikan dengan hati-hati oleh pria itu, bahkan ketika Heidi lebih memilih duduk karena kakinya sakit dan memijat-mijat kakinya pelan pria itu tetap menatapi Heidi seolah begitu mengawasinya.

Lina tidak lama tadi masuk dan ikut menemani pasangan Uino yang datang menjenguk itu mengobrol bersama Arsyan. Heidi terpaksa duduk di kursi di samping Arsyan menemaninya duduk di sana karena ia tak kunjung melepaskan tangannya pada Heidi. Maria duduk berdua sembari tersenyum hangat sambil mengelupas kulit jeruk, duduk bersama Faint, di sofa.

"Faint Aaaa..." Maria mencoba menyuapi Faint dengan jeruk.

Faint menggelengkan kepalanya dan tersenyum titpis pada Maria menolak dengan halus. Dia duduk tegak sembari melihat Heidi yang tengah diam membisu menyaksikan para orang tua mengobrol.

"Heidi sekarang semester berapa?." Tanya Ella sambil memegang tangan Heidi, bersikap intim padanya.

"sekarang semester akhir, setengah tahun lagi lulus." Jawab Heidi lugas.

Ella kembali bertanya . "Heidi ambil hukum kan? Mau melanjutkan kuliah atau-"

"Aku akan melanjutkan kuliah sekaligus mengambil pekerjaan di Mahkamah Inggris." Tawaran pekerjaan di Mahkamah Inggris dalam bidang kehukuman sangat langka, dan Heidi yang belum lulus tapi sudah mendapatkan jaminan kerja di sana sangat luar biasa. Apalagi Mahkamah Inggris sama sekali tidak terpengaruh dengan latar belakang.

Tapi wajah Ella malah tampak kecewa ketika mendengarnya. "Kenapa tidak melanjutkan di Indonesia saja, lagipula bekerja di luar negri itu kan jauh dari keluarga."

"Ella." Alanis suami Ella menegurnya. Ella hanya bisa terdiam dan menatap Heidi dengan penuh harap.

"Benar kata bibi Ella, Heidi. Papa, Mama dan Aku kesepian tanpamu di sini." Maria bersuara.
"Kau tidak pulang selama satu tahun belakangan ini dan hanya pulang ketika Papa sakit saja, kami kan rindu."

Perkataannya benar-benar mengharukan. Tapi Hell, lagi-lagi ucapan seperti itu yang Heidi dengar. Sam halnya Maria mengumuman kepada semua orang kalau Heidi anak yang benar-benar durhaka. Dia hanya pulang ketika ayahnya sakit saja.

Heidi menatap Maria kemudian mejawab. "Kalau kau rindu kenapa tidak mencariku? Bahkan menghubungikupun tidak."

Maria tiba-tiba menjadi pucat saat mendengar jawaban Heidi, dia khawatir dengan pandangan orang lain padanya, kemudian dia tersenyum dan menjawab dengan nada yang hampir bergetar. "Ka-Kakak tahu kau sibuk jadi kak Maria tidak mau mengganggu konsetrasi belajarmu."

HEIDI : Because Of You [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang