46. Pulang ✓

12.1K 1.2K 117
                                    

“Ini aku. Faint.”

Heidi tidak mengerti, entah mengapa dia merasa tubuhnya sekaku ini, rasanya tubuhnya membeku dan perasaan aneh menjalar kedalam tubuhnya, kepalanya berdenyut sakit dan berikutnya, ia mengerti apa yang dia rasakan....

“Aku tidak kenal, dan aku aku tidak mau bicara denganmu.”

Marah....

Dia merasakan gejolak marah yang membara....

Suaranya terdengar mengusik telinga Heidi, terdengar menyebalkan dan membuat Heidi marah. Dari suaranya saja itu membuat Heidi merasa ingin membanting ponsel nya sekarang. Entah mengapa....

“Heidi biarkan aku bicara sebentar.” Suara itu terdengar putus asa dan itu sama menyebalkannya di telinga Heidi. “....  Heidi. Kau harus kembali, ayahmu sedang dalam masa kritisnya, dia memerlukanmu Heidi.”

Tentang ayahnya? Arsyan Musa? Siapa dia sebenarnya? Kenapa mendengar suara dan namanya saja membuat Heidi hampir kehilangan kendalinya untuk tetap tenang dan ingin sekali meledak marah.

Heidi bahkan merasa jijik saat ia terus menyebut nama Heidi.

“Kalau kau tidak mau pulang karena aku, aku tidak akan menunjukan batang hidungku barang sedikitpun padamu. Tapi aku mohon jangan abaikan orang tuamu. Aku menjenguk ayahmu dan dia bahkan sampai minta tolong dengan koneksi keluargaku untuk menemukanmu, memintamu untuk kembali. Dia benar-benar putus asa Heidi, dia bahkan sampai membuang jauh egonya dan meminta tolong dengan begitu putus asa.” Faint bicara tanpa henti dan suaranya terdengar begitu serak, terdengar nama memohon di sana.

Dan Heidi...

Jika Heidi berhadapan dengan Faint, mendengar suara putus asanya saja membuat Heidi tidak tega dan akan melakukan segala cara agar Faint tidak akan putus asa lagi. Heidi yang terjebak dalam perasaan bodohnya akan melakukan segalanya untuk Faint-nya. Untuk Faint, karena dia begitu mencintainya.

Tapi...

“Percaya diri sekali kau.”

Nada bicara Heidi terdengar angkuh dan tenang secara bersamaan. Membuat Faint yang mendengarkan dari seberang telpon sana harus memastikan kembali bahwa yang bicara Heidi atau bukan.
“Mau aku pulang atau tidak itu tidak ada hubungannya denganmu. Jangan sok akrab dan sok mengenalku, jangan ikut campur dalam masalah hidupku, dan jangan bicara lagi denganku.”

“Heidi kau bicara dengan siapa?.” Tanya Ellinor yang menengok ke belakang dan melihat bahwa Heidi tertinggal lalu menyusul Heidi, mendekatinya dan bicara dengannya.
“Siapa yang menelpon lagi?.”

Heidi yang masih menempelkan ponselnya di telinga menjawab pertanyaan Ellinor. “Ah—tidak ada, hanya orang asing yang tidak penting.”

Usai mengatakan itu Heidi segera mematikan ponselnya, lalu setelahnya dia memblokir nomor itu dari ponselnya.

Wajah Heidi yang menderu menatap tajam pada ponselnya membuat Thea dan Ellinor merasa menggigil. Heidi jelas sedang marah.

Heidi menyadari tatapan kedua temannya, lalu Heidi segera tersenyum, hanya senyum titpis yang biasa ia perlihatkan. “Chris menyuruhku untuk kembali ke Indo. Katanya Arsyan Musa sekarat.”

Mendengar Heidi menyebut nama orang tuanya dengan nama mereka terdengar kalau Heidi benar-benar tidak perduli.

“Heidi...” sebenarnya Ellinor tidak mau Heidi menjadi dingin dan benar-benar tidak perduli dengan kehidupan orang lain seperti ini, meskipun itu lebih baik baginya dari pada Heidi yang lemah yang selalu luluh dan merasa iba dengan cepat, tapi Heidi yang seperti ini juga tidak selalu baik.
“Kurasa Chris benar, dia hanya tidak mau kau menyesal Heidi. Kau adalah anak yang sangat menyayangi orang tuanya, mungkin saja ayahmu benar-benar memerlukanmu...”

HEIDI : Because Of You [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang