15. Savior

6K 498 15
                                    

Rere mengangkat kepalanya perlahan dari lututnya. Ia melihat kakaknya berdiri menatapnya dengan iba.
Bahkan mata Jean sudah berkaca-kaca melihat adiknya. Sekitar matanya menghitam seperti lebam akibat kurang tidur, mata yang sayu, bibir kering pucat dan lemas itu terduduk bersandar di dinding sambil memeluk kedua lututnya.

Rere sudah 3 hari dibalik jeruji tanpa hasil.
Karena, ternyata Wilson ingin tetap ia ditahan.

Papanya semalam sudah mengunjunginya dan mengatakan jika Jean berhasil membujuk Wilson untuk melepaskan gugatannya karena adiknya sudah terlalu lama berada dipenjara.

Tadinya, Jean hanya ingin menghukum adiknya yang sudah terlalu kelewatan mengancam membunuh dirinya sendiri. Itu adalah ketakutan yang paling mengerikan bagi Jean.

Bahkan lebih mengerikan melihat adiknya yang mati daripada Wilson, pacarnya sendiri.

Rere menurunkan pandangannya dan melihat 2 piring makanan yang ia yakin sudah basi karena tidak disentuhnya dari kemarin. Bahkan, Rere tidak pernah menyentuh makanan yang dari penjara.

Tapi, Rere baik-baik saja seminggu tidak makan. Toh, ia hanya duduk dan tidur saja di balik besi ini.

Rere yang merasa kesal dan kecewa karena kakaknya membiarkannya disini selama ini pun, mendiamkannya. Ia kembali menaruh kepalanya sambil memeluk lututnya.

Ia menoleh ke kiri kearah tembok agar membelakangi tempat kakaknya berdiri.

"Re, maafkan kakak."

Tak ada suara dari Rere yang hanya memejamkan matanya dan meneteskan air bening dari kelopak matanya.

"Kakak hanya tidak mau kau melakukan hal itu lagi. Begitu pula dengan Wilson, besok malam kau akan keluar."

Rere hanya terdiam tanpa memedulikan ucapan kakaknya. Tega sekali seorang kakak menjebloskan adiknya yang bahkan tidak berniat membunuh orang itu ke dalam penjara tanpa menyelidikinya.

"Kau tenang saja. Tidak ada yang mengetahui ini. Dan, statusmu bukanlah tersangka. Kakak sudah membuat Wilson melepaskan gugatan yang tadinya hendak ia lakukan."

"Sekali lagi, kakak benar-benar menyesal."

Terdengar hembusan napas kasar kakaknya saat tidak mendengar jawaban adiknya yang terlihat mengacuhkannya.

"Penjaga mengatakan kau tidak pernah memakan makananmu. Kenapa? Kau tidak suka?"

Satu isakan terdengar dari mulut Rere tanpa bisa ditahan, namun ia tidak mau menjawab atau merespon setiap perkataan kakaknya.

Jean yang mendengar isakan itu pun menangis. Ia tahu adiknya sedang menahan tangisnya.

"Please, Re. Jangan menangis seperti itu, aku tahu aku sangat menyakitimu. Aku minta maaf. Aku akan lakukan apapun untukmu agar kau tidak seperti ini." Pinta Jean sambil terisak dalam tangisnya.

Rere semakin menangis. Ia tidak lagi menutupi isakannya namun ia masih tidak mau menunjukkan wajahnya pada kakaknya.

Entahlah, malah ia sangat ingin berada di tempat ini sampai ia benar-benar tewas.
Kemarin ia sudah dibohongi, sekarang pun ia yakin bahwa ia sedang dibohongi.

"Re, makanlah. Kumohon.." Lirih Jean.

Entah untuk berapa lama, ia sudah tidak mendengar suara kakaknya. Ia tidak peduli, dan ia lebih memilih tidur dalam posisi yang sama. Ia tidak kuat menahan dinginnya lantai penjara. Jadi, ia lebih memilih terus duduk dan begitu juga saat tidur.

❤❤❤❤❤

Rere membuka matanya perlahan saat mendengar suara gembok pintu dibuka.
Menampilkan seorang polisi yang menghampirinya dan membawakan borgol untuknya.

ON HER EYES (FINISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang