12. Magnet

6.2K 498 39
                                    

Kevin membuka matanya dengan paksa karena mendengar samar suara orang berbicara.
Ia melebarkan matanya dan bangun dari posisi tidurnya saat melihat wanita yang dirawat itu sedang berbincang ringan dengan suster yang memberinya obat lewat jarum infus.

"Aku tidak tahu kau sejeli itu. Kau memang cocok menjadi seorang perawat, sangat teliti." Puji Rere, bagaimana tidak? Perawat ini langsung mengatakan jika dirinya sedang memakai softlens.

Sang suster tertawa sambil menggeleng. "Mungkin yang lain tahu namun tidak berniat memberitahu. Memang apa warna matamu?"

"Biru.."

"Warna yang bagus, kenapa ditutupi?"

"Entah. Aku hanya tidak ingin dikenali seseorang, jadi aku tidak ingin berpenampilan mencolok."
Jelas Rere.

"Hhmmm.. Aku mengerti, maka dari itu kau mewarnai rambutmu bukan?"

Rere melotot, sang suster yang berumur sekitar 35 itu hanya tertawa melihat ekspresi kaget Rere.
"Kau cenayang??? Bagaimana kau bisa tahu? Aku mewarnai rambutku sejak SMA, dan selalu mewarnainya agar tidak terlihat hitam dari akarnya. Kau benar-benar.." Komentar dan raut wajah Rere penuh dengan rasa kagum.

Suster itu tertawa. Lalu, tatapannya beralih pada sofa dimana Kevin sedang mendengarkan percakapan mereka dalam diam.

Rere pun mengikuti arah pandangan suster dan dan sedikit terkejut. Ia penasaran, apa Kevin mendengar semua ucapan mereka? Apa Kevin mulai mengenali dirinya?

Well, entah kenapa Rere menjadi takut. Takut jika Kevin malah memakinya dan memusuhinya seperti terakhir kali mereka bertemu. Dimana Kevin mengerjainya untuk belanja di pasar dan meninggalkannya begitu saja.

Sang suster pamit setelah urusannya selesai. Dan Keheningan kembali terjadi.

"H-hai.."
Sapa Rere mencoba tahu diri akan siapa yang menolong dirinya.

Kevin berjalan mendekati ranjangnya dan memegang keningnya seakan mengecek suhu tubuhnya.

"Pusing?"

"Sudah tidak lagi."

"Bagaimana kakimu?"

Rere memandang kakinya yang dibalut perban.
"Well, sepertinya akan membaik."

Lalu, hening kembali menyelimuti mereka.
Hingga ketukan di pintu menyadarkan lamunan mereka.

"Siapa?" Tanya Rere pada Kevin yang hanya menatapnya terdiam sedari tadi.

"Kakakmu. Aku menelponnya dari ponselmu karena aku tidak tahu siapa keluargamu."

Mendadak tubuh Rere berubah tegang. Ia tidak mau Jean membawanya kerumah. Ia bisa mati jika bertemu pria brengsek itu.

Pintu terbuka dan menampilkan Mateo. "Tuan, Nona, Nona Marvin tiba."

Kevin mengernyit tidak suka melihat wajah ketakutan Rere seakan memohon padanya disela wajah datarnya.

"Kevin, please, help me. I don't wanna go home." Gumam Rere sambil menjaga bibirnya tetap datar namun masih dimengerti Kevin.

Kevin hanya diam.

Jean masuk ditemani 2 pria besar.

"Mateo..." Panggil Kevin dan memberi kode untuk membawa 2 pria itu keluar dari ruangan.
Untungnya, Mateo memang membawa beberapa rekan kerjanya untuk menjaga pintu ruangan.

Jean melihat kedua anak buahnya dibawa keluar.
"Bagaimana keadaanmu?"

"Baik. Untuk apa kau kesini?"

ON HER EYES (FINISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang