7. Kevin Never Change

6.2K 487 21
                                    

Renatta terus saja panik.
Ia bahkan sampai lupa makan, sehingga Molly membawakannya pasta dan menaruhnya di meja kerjanya yang nyatanya sampai sekarang belum juga wanita itu sentuh. Padahal, jam sudah menunjukkan angka 3 sore.

"Re! Makan dulu, kau harus mengisi tenaga setidaknya untuk menerima makian pembimbing nanti."
Ucap Molly kesal melihat tingkah Rere yang panik berlebihan.

"Perutku mulas. Aku tidak bisa makan apapun. Kau tidak tahu rasanya, apa yang harus aku katakan?"

"Sudahlah, kau kan sudah berani berkata jujur dan mengaku. Jadi, nanti mereka datang mungkin hanya memberimu petuah."

"Renatta!!!"

Teriakan menggelegar membuat jantung Renatta hampir copot. Ia berdiri dan menyapa salah satu sekretaris department direksi yang menghampirinya dengan amarahnya. Karena, tadi siang Renatta disuruh untuk menghancurkan beberapa berkas dan juga sekalian memfotocopy hasil notulen rapat.

Namun, Renatta melakukan kesalahan fatal.
Dikarenakan, ia tidak mengerti mesin seperti itu. Ini bahkan pertama kalinya mengurus berkas dan bertemu mesin.
Alhasil, ia malah menghancurkan kertas notulen dan surat kontrak karena keteledorannya.
Padahal, ia yakin jika sudah memisahkan kertas itu untuk di fotokopi.

Renatta mendesah pasrah atas keteledorannya.

"Bagaimana kau bertanggung jawab?! Apa kau sudah tidak waras? Bagaimana saya mengatakannya pada atasan??" Bentak wanita sexy yang membalut tubuhnya dengan dress super ketatnya.

"Maafkan saya, Miss. Saya tidak sengaja. Saya mohon maaf."

"Saya akan memaafkanmu, jika kertas itu kembali. Bagaimana??"

Renatta hanya menunduk, ia sangat ketakutan sekarang. Dan, semua teman-temannya tidak ada yang mau membantunya karena itu adalah kesalahannya sendiri.

"Saya tidak mau tahu. Jika kamu tidak mengembalikan hasil notulen itu, saya bisa meminta pembimbingmu untuk mengeluarkanmu dari magang ini! Bersyukur jika kontrak itu saya masih memiliki salinannya."

Renatta hanya menunduk setelah kepergian wanita galak itu.
Molly menghampirinya dan memegang bahu Rere yang terlihat tegang.

Saat tangan Molly menyentuhnya, bahunya luruh dan melemas. Rere memegang dadanya dan bernapas sebanyak-banyaknya.

"Hei.. Are you okay?"

Renatta mengangguk, ingin rasanya ia menangis.

Ia berjalan keruang mesin dan mulai mencari salinan notulen yang ia hancurkan tadi.

Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam dan Renatta masih bergelut diruang mesin itu. Masih banyak pegawai yang bekerja lembur karena tugas menumpuk.

Tubuhnya mulai terasa berkeringat dan ia begitu cemas sekarang.

Ia baru bisa memilah setengah dari kertas notulen yang telah ia susun.

"Jadi, dia yang menghancurkan notulenmu?"

Renatta bangkit dari duduknya terkejut mendapati suara yang begitu ia kenal.
Ia melihat sosok sekretaris yang tadi memarahinya, dan juga seorang wanita yang pernah ia temui di depan ruang Kevin alias sekretaris pribadi dan juga pria yang begitu ia kenal.

Namun, wajahnya begitu aneh seakan menertawainya.

"Ya, Kevin. Dasar bodoh! Kukira dia benar-benar kompeten. Mengurus kertas dokumen saja, dia tidak bisa." Ucap Sekretaris Kevin.

Renatta sedikit terkejut, ketika mendapati sekretaris itu memanggil pria itu dengan sebutan nama. Dan, Kevin tidak ada masalah dengan itu.

"Semua memang memiliki kelemahan sendiri. Namun, aku juga tidak menyangka jika kelemahannya seburuk ini." Ucap Kevin datar.

ON HER EYES (FINISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang