Krist POV
'Apa dia gila?' tanyaku dalam hati, 'Tidur berbantalkan pahanya?'
Jantungku langsung berdetak lebih kencang, wajahku terasa semakin panas, padahal aku yakin suhu tubuhku sudah tinggi berkat demam yang kualami sejak semalam. Aku hanya bisa berdiri di tempatku dan menatap Phi dengan penuh tanda tanya.
"Phi tidak perlu melakukan ini..."
"Kita tau jika aku meninggalkanmu disini, kau tidak akan tidur Nong! Kau pernah bilang tak bisa tidur tanpa bantal. Jadi disinilah aku. Pengganti bantalmu!" katanya sambil meluruskan kakinya ke depan dan membuka kedua lengannya,
Tiba-tiba aku merasa demamku meningkat dan kepalaku makin pusing. P'Sing langsung menarik tanganku dan menarikku untuk duduk di sebelahnya.
"Bisakah kau tidak bersikap keras kepala sekali ini saja? Aku berjanji akan keluar saat kau sudah tertidur!" janjinya padaku.
Melihat tak ada jalan keluar bagiku dari semua ini, aku pun menempatkan diriku disampingnya dan berbaring miring, menggunakan pahanya sebagai bantalan kepala.
Kurasakan tangannya meraba keningku perlahan dan tangan sejuk itu membuat kepalaku sedikit agak terasa ringan.
P'Sing membantuku merapatkan resleting jaket yang aku pakai dan memakaikan hoodie ke kepalaku. Aku sudah kehabisan tenaga untuk memprotes.
Mulai kurasakan obat itu bekerja karena rasa kantukku mulai datang. Entah karena obat atau rasa nyaman dan hangat yang kurasakan, aku pun terlelap dengan cepat.
Singto POV
Dasar bocah keras kepala, lihat saja, baru saja tadi dia menolak sekuat tenaga saat disuruh beristirahat, tapi sekarang dia sudah terlelap. Kulihat wajahnya ketika dia tertidur di pahaku, matanya terpejam dan napasnya teratur.
Bulu mata yang terlalu lebat dan lentik membingkai mata yang biasanya selalu menyorotkan rasa ingin tahu dan keceriaan. Tanpa bisa kutahan, sepagian ini, pandanganku selalu kembali kepadanya. Aku mengkhawatirkannya. Aku ingin melindunginya.
Jantungku terasa seperti diremas-remas melihat dia duduk lemas di kursi di sela-sela take saat yang lain menyapa dan mengajaknya bercanda, dia hanya bisa menimpali sekali sekali. Tak seperti dia yang biasanya.
Krist seperti seorang bocah yang terperangkap dalam tubuh pria dewasa. Kami sama-sama keras kepala, tapi menurutku dia lebih keras kepala daripada aku. Dia seperti kuda pacuan yang tak tahu kapan harus berhenti dan berisitirahat.
P'Yui pun sering mengeluh pada P'Jane tentang anak asuhnya ini. Terkadang dia merasa seharusnya agensi memberi Krist seorang manajer lelaki yang memiliki lebih banyak energi menyaingi energi anak asuhnya, namun P'Yui tahu, seorang lelaki biasa takkan bisa merawat Krist dengan baik.
P'Yui lebih tampak seperti induk ayam daripada manajer bagi Krist. Dia mengurusi semua keperluan Krist bahkan melebihi seorang Ibu. Namun tak ayal disaat-saat seperti ini dia kewalahan juga menghadapi tabiat Krist.
Suara ketukan terdengar dari balik pintu disusul oleh wajah P'Off dan Gun yang muncul dari celah pintu yang terbuka.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Off sambil masuk membawa bungkusan plastik,
"Dia sudah tertidur..." kataku dengan suara pelan,
"Sepertinya dia kelelahan Phi..." kata Gun saat dia duduk di depanku,
"Nampaknya begitu Gun. Dia akan segera sehat." kataku padanya sambil mengacak-acak rambutnya dengan gemas, "Kau bawa apa yang kupesan P'Off?"
"Cai... Tapi plester penurun panas? Kau kira dia anak kecil Singto?" kata Off seraya membuka bungkusan plastik yang dia bawa di depanku,
"Dia takkan mau dikompres dengan cara biasa..." kataku sambil meraih plester dari dalam plastik dan segera membuka bungkusnya dan menempelkan di dahinya yang sudah kuseka dengan hoodie jaket, "Dengan begini dia takkan tahu kalau kita mengompresnya."
"Oi... P'Sing ternyata kau sangat perhatian ya..." kata Gun sambil tersenyum penuh arti,
"Alai wa Nong... Krist kan juniorku... Tentu saja aku harus perhatian padanya..." sahutku,
"Apa kalau aku sakit, P'Sing juga akan merawatku?" tanyanya lagi dengan bibir dicemberutkan,
"Kau kan punya P'Off?!" kataku menggodanya,
"Au... Itu kan beda Phi..." kata Gun sambil merangkul Off dengan manja.
Setelah mengantar belanjaan yang kupesan, Off dan Gun langsung meninggalkan ruang latihan karena Off masih ada take siang itu.
Terkadang aku agak cemas menghadapi Gun dan Off. Dua orang itu terlampau peka. Aku hanya bisa tersenyum miris sambil menyandarkan punggungku ditembok. Aya juga peka. Aku hanya bisa menghembuskan napas panjang jika teringat Aya.
Dia adalah salah satu dari sedikit orang yang tak bisa kubohongi. Kami terlalu lama saling mengenal untuk menyembunyikan sesuatu dari satu sama lain. Aku tahu dia sedang menyembunyikan sesuatu, mungkin ada yang ingin dia bicarakan kepadaku namun dia masih ragu.
Pertanyaannya saat terakhir kami bertemu juga membuatku cemas. Aya menanyakan hubunganku dan Krist.
Tak bisa kupingkiri, terkadang berdekatan dengan Krist seperti ini membuatku berdebar.Krist selalu bisa membuatku tersenyum dan tertawa. Kami sangat dekat, layaknya saudara dan teman baik. Namun perkataan Aya dan Gun sontak membuatku berpikir ulang.
Benarkah aku terlalu perhatian pada Krist? Benarkah apa yang kurasakan ini bukan hanya perasaan antar sahabat atau Phi dan Nong?
Pemikiranku terganggu saat kurasakan Krist menggeliat dalam tidur dan berbalik arah. Awalnya dia berbaring menghadap ke depan namun kini dia berbalik dan menghadap kepadaku.
Wajahnya mengarah ke badanku. Hidungnya hanya berjarak 1-2 senti dari tonjolan di celanaku. Tubuhku langsung menghangat melihat itu, rasanya hampir seperti demam.
Entah hanya imajinasiku atau memang benar adanya, aku merasa seolah aku bisa merasakan hembusan napasnya di bagian itu. Ada sesuatu yang menggeliat disana. Terbangun.
'Apa-apaan aku ini?' batinku tak percaya dengan reaksi tubuhku sendiri. Aku merasa seolah tubuhku mengkhianatiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEHIND THE SCENE (Krist x Singto FanFiction) COMPLETED
FanfictionBuat yg udah follow nina almeira the series mungkin project yang satu ini bukan kalian banget. Karena kali ini aku bikin project fan fiction gara2 jiwa fujoshi terbangkitkan karena lg banyak film BL seru. Project BTS menceritakan cerita "real life"...