Chapter 29

1.1K 106 0
                                    

Singto POV

Mampir ke rumah Aya selalu menjadi pengalaman menyenangkan untukku. Rumah yang disewanya ini kecil namun sangat nyaman. Dia tinggal di rumah ini bersama putri kecilnya dan Ibunya.

Aroma masakan menyambutku saat Bibi Pom, Ibu Aya membukakan pintu rumah. Begitu memasuki ruang tamu, seorang gadis kecil menabrak kakiku dan meminta untuk digendong. Si kecil Nara selalu berhasil membuatku terpikat.

"Singto... Aya masih keluar ke supermarket. Kau tunggu di ruang tamu dengan Nara ya... Bibi masih harus menyelesaikan memasak!"

"Iya Bi..."

"Paman Singto membawa sesuatu untukku?"

"Paman membawakanmu coklat tapi makannya nanti setelah makan malam ya..."

"Nara mau sekarang!"

"Mama Aya akan memarahi Paman jika memberikan coklatnya sekarang, karena Nara pasti akan langsung menghabiskannya dan nanti jadi tak mau makan masakan Nenek!"

"Paman Singto jahat..."

"Aw, jangan cemberut pada paman. Kalau Nara cemberut, cokelatnya akan paman bawa pulang lagi!"

"Nara tidak cemberut. Lihat... Nara senyum manis!" sahut gadis itu sambil menarik sudut bibirnya, membuat sebuah senyum lebar dengan kedua tangannya.

Suara pintu yang terbuka mengalihkan perhatian kami, Aya muncul membawa beberapa kantong belanja di kedua tangannya.

"Kenapa tak bilang kalau kau ke supermarket? Aku bisa sekalian menjemputmu dengan P'Jane!"

"Aw, tak usah merepotkan P'Jane. Aku bisa sendiri!"

"Sini aku bawakan!"

"Terima kasih!" sahutnya saat aku mengambil alih barang belanjaannya, "Tumben kau bisa makan malam bersama kami..."

"Uhm, mumpung tak ada jadwal sore ini, jadi aku pikir sudah lama juga tidak bertemu dengan Bibi Pom dan mencicipi masakannya yang lezat!"

"Aw, bisa saja kau Singto! Sebentar lagi makanan akan siap... Aya... panggil Nara, kita makan malam sekarang!"

"Iya Bu..."

Malam itu kami ber-4 makan malam bersama, kami mengobrol dan bercanda layaknya keluarga kecil yang bahagia.

Sejak 1 tahun yang lalu, Bibi Pom tinggal bersama Aya. Sebelumnya hubungan mereka tidak baik karena Aya memilih meninggalkan keluarganya walau dilarang dan lagi dia memiliki anak dengan pria yang meninggalkannya.

Namun sejak Aya kembali ke Bangkok membawa putri kecilnya, hubungan mereka pun membaik. Kini Bibi Pom tak lagi mau jauh dari cucu kesayangannya.

Setelah membantu Bibi Pom membersihkan dapur, aku dan Aya duduk di teras belakang sambil menikmati kopi. Sedangkan Bibi Pom menemani Nara di kamarnya.

"Ada yang ingin kau bicarakan denganku?"

"Aku tak pernah bisa menyembunyikan sesuatu darimu kan?"

"Yah... Aku juga punya hal yang mau aku bicarakan sih... Jadi... apa yang mau kau bicarakan?"

"Aya... Aku mau kita putus!"

"Okey..."

"Ini bukan karena.." sejenak aku berhenti dan mendongak menatap Aya "okey?"

"Iya okey..." sahutnya lagi sambil tersenyum, "Kau bingung kenapa aku bilang okey? Karena aku tahu perasaanmu padaku sudah berubah!"

"Aya..."

"Sejak aku melihatmu bersama Nong Krist... Aku tahu, kau memiliki perasaan lebih dari sekadar Phi-Nong terhadapnya. Aku sudah bertanya-tanya kapan kau akan menyadari perasaanmu padanya..."

"Apa aku sebegitu mudahnya ditebak?"

"Singto, kita mengenal satu sama lain bukan 1-2 tahun. Sebelum aku menjadi kekasihmu, aku adalah sahabat baikmu. Dari dulu, kau selalu diam dan memendam perasaan, aku terbiasa membaca dirimu, bukan hanya dari perkataanmu tapi juga perbuatan dan ekspresimu!"

Saat aku hanya diam, diapun melanjutkan, "Kau begitu berhati-hati memperlakukan Krist, pandangan matamu, bagaimana kau memperlakukannya dan berbicara padanya. Dengan melihat semua itu, aku tahu kamu menyukainya, bahkan mungkin sudah mencintainya."

"Tapi hubungan ini akan berat Sing. Apa kau siap?" tanyanya sambil meraih tanganku dan meremasnya ringan,

"Aku akan kuat untuknya Ay!" sahutku, mencoba meyakinkannya,

"Aku tahu... Kau selalu menjadi kuat untuk orang yang kau cintai. Krist beruntung mendapatkanmu!" katanya lagi sambil menepuk bahuku,

"Aku beruntung mendapatkannya!"

"Kau sudah menyatakan perasaanmu padanya?" tanyanya lagi sambil meminum kopinya,

"Sebenarnya... kami sudah menyatakan perasaan kami pada satu sama lain. Tapi Krist tak mau memulai apapun sebelum membereskan segalanya..."

"Tentang dia dan gadis imut itu?"

"Iya... Prae mungkin tidak setenang dirimu menghadapi ini semua. Dia dan Krist menjalin hubungan yang stabil selama 5 tahun."

"Tak ada ombak bukan berarti laut tenang Singto..." kata Aya bijak, "Aku berharap yang terbaik untuk kalian!"

"Kau bilang ada yang mau kau katakan Phi..." kataku mencoba mengalihkan pembicaraan dari topik tentang Prae dan Krist yang membuat jantungku serasa diremas,

"Aku akan pindah ke Singapura!" cetusnya,

"Hah??? Ada apa ini?" aku tidak bisa tidak terkejut mendengar berita ini.

Karena setahun yang lalu saat dia kembali ke Bangkok, Aya bilang dia ingin menetap disini dan membesarkan Nara di lingkungan yang baik. Dan dia ingin memperbaiki hubungannya dengan satu-satunya keluarga yang dimilikinya.

"P'Kwang menemuiku 3 bulan yang lalu. Dia tahu Nara adalah anak yang kukandung saat dia meninggalkanku... Kau tahu aku telah menipunya setahun ini. Sejak aku kembali Bangkok, sebenarnya P'Kwang sudah mendengar kabar kembalinya aku ke Thailand. Dia juga tahu aku kembali dengan seorang anak perempuan, tapi saat dia menemuiku dulu, aku bilang Nara bukan anaknya.

Ternyata setahun ini dia melakukan penyelidikannya sendiri. 3 bulan yang lalu dia menemuiku dan mengatakan bahwa dia tahu asal-usul Nara.

Awalnya dia marah padaku yang menyembunyikan jati diri Nara dari dirinya. Namun... bulan kemarin dia memintaku untuk menikah dengannya dan ikut ke Singapura bersamanya."

"Aw, Phi... itu kabar baik... Kau masih mencintainya kan?" tanyaku padanya.

Kisah cinta P'Kwang dan P'Aya bukan rahasia lagi bagiku. Ada saat dimana aku membenci Aya karena telah meninggalkanku demi pria itu. Demi Kwang, Aya meninggalkan segalanya dan mengikuti lelaki yang mengejar impiannya hingga ke Korea.

Namun karena alasan yang masih dengan kukuh disembunyikan oleh Aya dariku, Kwang meninggalkannya dalam keadaan hamil di Korea. Karena pria itu, P'Aya tinggal di Korea sebagai orang tua tunggal dan sempat hidup terkatung-katung.

"Aku masih mencintainya, tapi terlebih aku ingin dia mencintai Nara! Dia menyesali kepergiannya waktu itu dan dia bilang dia sungguh tak tahu aku sedang hamil saat dia meninggalkanku.

Saat dia kembali ke Korea, aku sudah pindah dan dia memutuskan untuk melupakanku. Andai saja dia tau aku hamil saat itu, mungkin dia akan terus mencariku bahkan sampai ke lubang semut!"

"Aku turut bahagia untukmu Phi Aya... Kapan kau berencana mengatakannya padaku?" tanyaku sambil bercanda,

"Dalam waktu dekat. Aku sendiri masih memikirkannya sebulan ini. Melihat kau berjuang untuk cintamu, aku memutuskan berjuang untuk cinta kami!"

Aku meninggalkan rumah Aya dengan perasaan ringan. Aya layak hidup bahagia. Dia adalah wanita yang baik dan ibu yang baik. Persahabatan kami begitu indah, namun memang cinta tak lagi ada tempat diantara kami.

Aku bersyukur pernah menjadi bagian dari hidupnya. Kini dia akan hidup bahagia dengan keluarganya.

BEHIND THE SCENE (Krist x Singto FanFiction) COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang