Krist POV
Aku mengikuti New dan Nammon yang mengajak berjalan-jalan di pantai. Namun akhirnya hanya aku dan Nammon yang pergi, karena saat kami hendak menuju pantai, New mendapat kabar bahwa Tay baru saja sampai di penginapan kami.
Nammon mengajakku duduk di salah satu kursi pantai yang disediakan di sana. Hawa pantai cukup dingin karena angin bertiup lumayan kencang malam ini. Suara ombak terdengar kencang dan aroma pantai yang khas menyambut kami.
“Kau ada masalah Krist?” tanyanya saat melihatku melamun,
“Apa aku terlihat seperti ada masalah?” tanyaku,
“Aw, aku bertanya, kenapa kamu balas bertanya padaku?” tanyanya lagi sambil mengacak-acak rambutku dengan gemas,
“Aku tidak apa2 Nam!” kataku, namun kemudian aku merasa tak ada gunanya aku berbohong pada Nammon.
Dia adalah sahabatku, dia juga bisa dipercaya. Aku merasa aku bisa mengungkapkan apa yang aku rasakan saat ini. Dan mungkin… mungkin dia bisa membantu menguraikan benang kusut di pikiranku saat ini.
“Nam…” panggilku,
Orang yang kupanggil menoleh ke arahku dan, “Jika ada yang ingin kau tanyakan atau kau ceritakan lakukan saja. Aku berjanji apa yang kamu ceritakan hanya akan sampai di pantai ini. Setelah itu jika kau mau, aku bisa melupakan semuanya. Kau tahu aku orang yang pelupa!”
“Aku sedang bingung dengan hatiku,” kataku menunduk dan menatap ujung sepatuku, bingung bagaimana memulai menjabarkan keresahanku,
“Masalah kamu dan Singto?” pertanyaannya mengejutkanku, sontak membuatku mendongak menatap wajahnya yang biasa berhias cengiran, kini nampak serius.
“Darimana kau tau?”
“Ai’Kit… Kita bersahabat baik bukan?! Tentu saja aku tau ada sesuatu antara kalian… Jadi apa masalahnya?” tanyanya padaku,
“Aku tak tahu apa yang kurasakan padanya. Aku sudah tak mampu lagi memakai alasan pendalaman karakter untuk ini. Karena di dalam hatiku aku tahu, semua ini tidak sesimple yang aku pikir.
Aku kesusahan keluar dari karakter Arthit, hingga rasanya karakter itu sudah melekat di dalam diriku…”
Nammon yang menatapku saat bicara hanya diam dengan raut wajah datar. Seolah tahu aku hanya butuh seorang pendengar.
“Ketika aku bersama Singto, aku merasa bahagia dan senang, aku selalu ingin bermanja dengannya, ingin menyentuhnya, terkadang aku kesal jika dia tak memperhatikanku. Aku merasa senang jika dia memperlakukanku berbeda dengan yang lain.”
“Singto memiliki kendali atas diriku. Dia bisa membuatku, sedih, marah, kesal, senang, berdebar …” tanpa terasa aku menumpahkan segala uneg-unengku kepada Nam, “dan aku benci itu!”
Hening sejenak sebelum Nam bertanya, “Kau benar-benar membenci itu?”
Pertanyaan itu mengejutkanku. Benarkah aku membenci ini semua?
“Aku takut dia membenciku…” imbuhku lirih,
“Dari yang aku lihat… rasanya Singto takkan membencimu krist.” kata Nam, sukses membuatku terperangah,
“Apa maksudnya?”
“Kau ingat beberapa saat lalu, ketika kita menginap di hotel karena terlalu mabuk setelah pesta bbq?” tanyanya lagi, tanpa menunggu responsku dia melanjutkan, “Aku melihat dia menciummu, saat kau tertidur!”
Nam ternyata dalam kondisi terbangun saat itu, wajahku langsung memerah membayangkan dia melihat aku dan Singto sedang berciuman.
“Oi, Krist…” panggilnya, dari suaranya nampaknya dia menyadari reaksiku saat itu, “Jangan-jangan saat itu kamu tidak tertidur?!”
“Aku mengira aku bermimpi… Sebenarnya bukan P’Sing yang menciumku… tapi aku yang menciumnya lebih dulu.” kataku seolah sedang melakukan pengakuan dosa.
Nam langsung berteriak tak percaya, “SHIA….. ALAI WA KRIST!”
“Hey... kecilkan suaramu!” kataku sambil membungkam mulut bawelnya,
“Selama ini aku kira, P’Sing menciummu saat kau tertidur. Malam itu aku tak langsung paham dengan apa yang kulihat. Tapi keesokan harinya saat pikiranku sudah tak berkabut aku yakin sekali dengan apa yang kulihat!” katanya saat berhasil membuka bungkamanku,
“Aw… aku sungguh malu… Rasanya aku mau mati saja!” kataku sambil membenamkan wajahku di kedua tangan,
“Tapi setelah itu P’Sing tidak berubah kan? Dia tetap baik padamu. Dia juga tidak menjauhimu atau apa kan?”
“Aku berpura-pura mengigau saat itu…”
“Walau begitu, aneh rasanya jika dia tak memiliki perasaan apa pun. Jika aku jadi dia dan aku tidak menyukai lelaki, aku pasti akan menjauhimu.”
“Hatiku terluka mendengarmu bilang begitu!” kataku sambil memasang tampang terluka,
“Bukan begitu, ini aku bilang jika aku jadi dia dan aku straight. Seharusnya insting pertamanya adalah menjauhimu!
Tapi selama ini, dia baik-baik saja. Bahkan rasanya setelah kejadian itu, kalian semakin lengket!” jawabnya sambil terkekeh pelan.
Aku hanya bisa terdiam sambil berpikir.
“Mungkin… Singto… juga menyukaimu!” sahutnya setelah beberapa saat,
“Jangan gila kau Nam! Singto straight!”
“Jika dia straight kenapa dia membalas ciumanmu?” pertanyaannya lagi-lagi berhasil membuatku terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEHIND THE SCENE (Krist x Singto FanFiction) COMPLETED
FanficBuat yg udah follow nina almeira the series mungkin project yang satu ini bukan kalian banget. Karena kali ini aku bikin project fan fiction gara2 jiwa fujoshi terbangkitkan karena lg banyak film BL seru. Project BTS menceritakan cerita "real life"...