Singto POV
Entah apa yang membuatku bertanya seperti itu pada Krist. Sebenarnya aku tahu kalau Krist tidak akan melakukan itu, tapi aku harus benar-benar yakin. Jika tidak pertanyaan itu akan terus muncul di benakku sewaktu-waktu saat aku melihat mereka berdua berinteraksi. Aku tak mau harus terbakar cemburu setiap kali melihat Nammon.
Kini aku harus menenangkan pria manis yang masih kutahan di bawah tubuhku. Hilang sudah kesempatanku untuk meminta ronde kedua malam ini. Wajahnya yang kesal dan menahan marah jelas menjadi indikasi moodnya.
“Maafkan aku na…” kataku mencoba sebaik mungkin untuk menenangkan kemarahannya, “Aku hanya ingin merasa 100% yakin. Aku tahu kamu sangat menyayangi sahabatmu itu dan aku tak mau harus selalu bertanya-tanya tentang hal ini!”
“Kau meragukanku…” itu bukan pertanyaan, itu sebuah pernyataan,
“Logika ku mengatakan kau tidak mungkin melakukan itu, tapi hatiku… Jika sudah menyangkut dirimu, hatiku susah bersepakat dengan logikaku. Maafkan aku na Krist…” kataku sambil menyandarkan dahiku ke dahinya, mengecup tepat di atas alis yang kini mencuat tak suka.
“Sebenarnya apa yang membuatmu berpikir seperti itu? Paling tidak jelaskan padaku!” katanya, kemudian memberi kode ke arah tangannya yang masih kutahan di atas kepala, “Dan bisakah kita melakukan pembicaraan ini dengan posisi yang benar. Kau berat dan tanganku mulai terasa pegal!”
“Kau janji tak akan memukulku lagi?!”
“Tergantung seberapa bodoh alasanmu…” aku hanya bisa menghembuskan napas frustasi, tapi akhirnya aku melepaskannya dan berguling ke samping tubuhnya.
Kulihat dia bangkit duduk dan menghadap ke arahku, menagih penjelasan yang kujanjikan. Jadi itulah yang kulakukan, aku menceritakan kejadian siang ini di restoran hingga penjelasan dari New dan Tay yang kudapat setelahnya di hotel.
Dia nampak tenang saat aku selesai menceritakan awal mula keraguanku, wajahnya datar dan aku tak bisa menduga reaksinya.
“Kit…” aku meraih tangannya dan meremas pelan agar dia mau melihatku, namun tiba-tiba dia meraih bantal dan memukul sekali dengan cukup keras, untungnya aku sempat mengangkat tanganku untuk melindungi diri, “Kau bilang tak akan memukulku lagi!”
“Aku bilang tergantung seberapa bodohnya alasanmu. Bersyukurlah aku hanya memukulmu sekali…” sahutnya, “P’Sing sebenarnya apa yang ada di pikiranmu saat kau datang ke hotel?”
Aku berpikir sejenak, mempertimbangkan untuk sedikit berbohong agar pria manisku tidak terlalu kesal karenanya. Namun melihat dia duduk disana dengan mata yang seolah berkata, awas saja jika kau bohong, aku pun memutuskan untuk berkata jujur.
“Aku sungguh tidak berpikir apapun, aku hanya ingin bertemu denganmu dan menjagamu itu saja. Aku tahu dari Tay tentang orang seperti apakah P’Earth, apa menurutmu aku akan diam saja mendengar hal itu? Bahkan sampai sekarang aku rasa penilaian Tay pada P’Earth tidak benar-benar salah. Tidakkah kau merasa dia terlalu bersemengat untuk menyentuhmu?”
Krist menyisir rambutnya dengan tangan dan menggigit bibir yang sangat ingin kucium sekarang, tapi aku menahan diri.
“Phi… semua yang dia lakukan tadi di pemotretan adalah permintaan P’Boyd, memang ada beberapa yang dia lakukan sendiri tapi itu semua masih di bawah perintah P’Boyd. Kami hanya bertindak sesuai dengan arahannya…” sahutnya,
“Bagaimana dengan tatapan seksimu itu? Kau menunjukkan ekspresi favoritku pada P’Earth… Aku tak suka itu…” ujarku kesal,
“Astaga Phi… Itu karena P’Boyd memintaku untuk membayangkan P’Earth sebagai kekasihku, dia menginginkan kesan berbeda untuk sesi terakhir itu."
Aku hanya diam membiarkan Krist menceritakan semuanya. Berusaha tidak menyela ceritanya.
"Jadi 3 lokasi yang kami pilih semua memiliki konsep yang berbeda. Pemotretan di lokasi pertama adalah di ruangan multimedia hotel, P’Boyd minta kami berakting sebagai teman kerja, partner atau apapun itu yang sedang rapat. Pemotretan di lokasi kedua P’boyd meminta kami berakting seperti partner bisnis yang sedang melakukan pertemuan bisnis professional. Pemotretan ketiga yang kau lihat tadi dia menginginkan nuansa romantic.”
“Karena aku tak bisa mendapat feelnya dengan P’Earth, akhirnya P’Boyd memintaku untuk membayangkan dia sebagai kekasihku. Kebetulan saat itu kau ada di sana, jadi aku melihatmu dan saat kau melihatku, itulah yang terjadi..."
Lalu tiba-tiba dia menatapku tajam dan berkata, "Jika kau mau menyalahkan orang lain, salahkan dirimu sendiri yang memutuskan untuk hadir di sana. Jika seandainya kau tak datang, aku tak mungkin mengeluarkan ekspresi itu. Dan tentu saja P’Earth takkan bisa melihatku…”
“Aw… Jadi aku yang salah?” tanyaku sambil tersenyum geli karena dengan liciknya Krist melempar kesalahan padaku.
Terus terang aku merasa sedikit tersanjung karena secara tak langsung dia bilang aku bisa membuatnya menginginkan diriku hanya dengan menatapnya. Tidakkah itu memberiku ide yang cemerlang untuk menggodanya lain kali.
“Dengar Phi… Aku bukan P’New. Bisakah kau percaya padaku, bahwa aku tidak pernah merasakan hal yang kurasakan padamu terhadap orang lain? Dan mungkin takkan pernah kurasakan pada orang lain… Aku tidak berdebar melihat lelaki tampan di majalah atau di televisi. Aku tidak pernah membayangkan bagaimana rasanya dicium atau disentuh oleh lelaki lain!”
"Coba saja kau lakukan itu... " ancamku dengan suara pelan,
“Aku hanya merasakan itu semua denganmu Phi… Kau ingat apa yang dikatakan KongBop saat sahabatnya Em menanyakan mengapa dia tak tahu kalau Kong adalah gay setelah bersahabat bertahun-tahun dengannya?” tanya Krist sambil meraih tanganku yang tanpa sadar terkepal,
“Aku bukan gay karena aku tidak menyukai lelaki. Aku suka P’Arthit, jika bukan P’Arthit aku tak suka.” sahutku, mengingat-ingat dialog itu,
“Seperti itulah apa yang aku rasakan sekarang. Kau adalah KongBop, kau pasti tahu apa yang dia rasakan sampai dia berkata seperti itu kan?” tanyanya sambil menangkup wajahku dengan satu tangannya.
“Maafkan aku Krist…” sahutku sambil memeluk tubuhnya erat,
“Aku memaafkanmu Phi…” katanya membalas pelukanku di tubuhnya, kemudian dia bergumam pelan, “Apa ini berarti P’New dan P’Tay akan segera mengumumkan hubungan mereka?”
“Entahlah… Aku rasa tidak! Mereka berdua sangat keras kepala… Kau harus melihat bagaimana mereka langsung menutup mulut setelah keceplosan itu, padahal beberapa menit sebelumnya mereka sedang bertengkar hebat masalah P’Earth!” jelasku sambil merobohkan tubuh kami ke atas tempat tidur, masih dengan posisi berpelukan.
Aku dan Krist hanya bisa tertawa geli membayangkan apa yang dilakukan dua orang pria itu saat ini di apartemen mereka. Entah apakah mereka masih bertengkar dan saling menyalahkan ataukah mereka sudah berbaikan.
Yang penting, masalahku dan Krist sudah selesai.
Dalam suatu hubungan, cemburu dan curiga adalah hal yang wajar, tapi kami memilih untuk membicarakannya seperti dua orang dewasa daripada saling cemburu dalam diam. Kami mensyukuri apa yang kami miliki dan kami akan menjaganya bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEHIND THE SCENE (Krist x Singto FanFiction) COMPLETED
FanfictionBuat yg udah follow nina almeira the series mungkin project yang satu ini bukan kalian banget. Karena kali ini aku bikin project fan fiction gara2 jiwa fujoshi terbangkitkan karena lg banyak film BL seru. Project BTS menceritakan cerita "real life"...