Singto POV
Photographer itu akhirnya memberi tanda pemotretan hari ini telah usai. Aku merasa kelelahan dan mataku terasa perih karena lighting yang sangat terang. Belum lagi rasa penat karena menjalani pemotretan hampir 3 jam.
Sudah hampir 2 minggu aku tak bisa bertemu Krist di luar jam kerja. Walau kami masih bertemu di tempat event FM atau acara TV, namun semua itu di bawah pengawasan mata-mata jeli fans dan juga wartawan.
Kami harus membatasi sajian fans service kami agar tidak terlalu nampak mesra. Pihak agen sudah menjelaskan image seperti apa yang harus kami tampilkan. Hubungan kami tidak seharusnya melibatkan pandangan penuh hasrat. Hasrat yang akan jelas terlihat jika aku tidak menahan diriku saat berhadapan dengan Krist.
Aku benar-benar merindukannya. Aku sudah hampir mencapai ambang batas.
“Terima kasih atas kerja kerasnya hari ini… Sampai jumpa lain waktu Phi…” aku mengucapkan terima kasih dan memberi wai pada semua kru pemotretan hari ini.
Mempertahankan senyum bisnis sementara moodku kacau balau sangat melelahkan. Aku menatap P’Jane yang sedang berdiri di luar studio, aku tahu wajah itu. Dia merasa tak puas dengan kerjaku hari ini.
Walau dia terlihat santai sebenarnya P’Jane adalah orang yang perfeksionis, sikapnya itulah yang membawaku bisa berada di posisiku saat ini. Aku bersyukur sekaligus mengutuk hal itu.
“Singto…” panggilnya pelan saat aku berjalan semakin dekat,
“Aku tahu… Aku tahu… Kerjaku tidak cukup bagus kan? Kau kecewa padaku? Lagu lama Phi… Katakan hal itu…” omelanku terpotong dengan sergahan tajamnya,
“Apa kau ada pada tahap memberontak? Ini hanya pemotretan sederhana Sing. Bukankah kau selalu bilang kalau pemotretan adalah hal yang mudah untukmu??” tanyanya dengan suara pelan tapi nada bicaranya seolah mengomeli anak kecil yang sedang berbuat nakal,
“Phi coba sendiri berdiri disana selama 3 jam, mengganti pakaian sampai 10 setel baju dan dihujani cahaya lighting sebanyak itu. Belum lagi photographer itu benar-benar mau cari masalah denganku.”
“Apa kau mengeluh?” tanyanya seolah menantangku,
“Aku tidak mengeluh Phi… Tapi tolong mengertilah kondisiku! Aku sudah berusaha di sana tadi dan kau masih mau mengomeliku sekarang?! Sungguh?” sahutku lagi sambil menyisirkan tangan ke rambutku yang ber-gel dan langsung menyesali tindakanku karena kini tanganku terasa lengket karena gel rambut.
Aku mendesah frustasi sambil menatap tanganku yang kosong dan bergetar. Aku benar-benar butuh Krist saat ini. Dia bisa membantuku untuk lebih tenang.
“Baiklah! Maafkan aku na… Ganti bajulah sekarang! P’Bern mencarimu?” sahutnya akhirnya setelah mendesah kalah.
P'Jane mengangsurkan baju gantiku dan menunjuk ke ruang ganti di belakangnya.
“Sekarang?” tanyaku bingung. Ini sudah malam dan lewat jam operasional kantor agen.
“Iya sekarang…”
“Phi… aku ada janji dengan Krist untuk makan malam di apartemen!” ingatku padanya,
“Hanya sebentar takkan lama… P’Bern punya tawaran untukmu!” sahutnya sambil mendorongku masuk ke ruang ganti.
Aku hanya bisa mengalah dan menyeret tubuhku masuk ke dalam ruang ganti untuk berganti pakaian dengan pakaianku sendiri. Begitu aku keluar dari sana, aku langsung mengikuti P’Jane menuju ke dalam mobil yang akan membawaku kembali ke kantor GMM TV untuk bertemu P’Bern.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEHIND THE SCENE (Krist x Singto FanFiction) COMPLETED
FanfictionBuat yg udah follow nina almeira the series mungkin project yang satu ini bukan kalian banget. Karena kali ini aku bikin project fan fiction gara2 jiwa fujoshi terbangkitkan karena lg banyak film BL seru. Project BTS menceritakan cerita "real life"...