Chapter 45

876 92 0
                                    

Setelah berpisah dengan Singto di depan gerbang Lumpini, aku menelpon Nammon dan sahabat baikku itu pun akhirnya menjemputku disana. Aku merasa sangat lega luar biasa melihat mobil hitam Fortuner-nya menepi di depan bangku tempatku sedari tadi duduk menunggu.

Aku bersyukur memilikinya saat dia keluar dari mobil dengan raut wajah khawatir.

"Kit... Kau tak apa-apa? Kau terdengar aneh di telpon..." dia langsung mendekatiku dan bertanya dengan nada terburu-buru,

"Aku baik-baik saja... Hanya sedang tak ingin sendiri..." sahutku sambil mendongak menatapnya yang masih berdiri menjulang di hadapanku.

Nammon mengambil tempat di sebelahku di bangku taman dan menata napas untuk sejenak. Sebelum kemudian mulai bicara. Lampu-lampu di taman sudah menyala dan kegelapan sudah tergantikan, namun hatiku masih mendingin setelah dihangatkan oleh matahari dan senyuman Singto seharian.

"Aw... Aku terkejut kau mintaku menjemputmu. Kukira hari ini kau ada kencan seharian dengan P'Sing..." katanya,

"Seharusnya begitu, tapi dia harus pergi menemui Ayahnya..."

"Kalian pergi berkencan, paling tidak dia harus mengantarmu pulang dulu. Bukannya meninggalkanmu di depan gerbang taman seperti ini!" Nammon terlihat kesal,

"Bukan salahnya... Aku yang menyuruhnya segera pergi..."

"Baiklah... Baiklah... Sekarang kau mau kemana?" tanyanya padaku,

"Kau ada rencana keluar malam ini?"

"Sebenarnya aku akan bertemu P'Tay dan P'New malam ini di club biasa... Tapi kalau kamu mau aku temani, kita bisa ke rumahmu dan main video game saja..." sahutnya menawarkan,

"Aku belum mau pulang..." jawabku lirih.

Nammon menatapku menyelidik, menyadari keanehan yang terjadi. Tapi dia berusaha mengacuhkannya untuk kali ini. Sebagai gantinya dia berdiri dan menarik tanganku agar ikut berdiri bersamanya.

"Baiklah... Ayo masuk..."

Akhirnya aku dan Nammon berkendara ke salah satu club malam di Bangkok yang sering didatangi oleh artis kenamaan di kota ini. Agak terlalu pagi mengingat kami sampai di tempat itu sebelum jam 8 malam.

Nammon langsung menggiringku ke meja yang biasa dia dan teman-teman kami pakai di sana.

Dikarenakan waktu belum terlalu malam di atas panggung masih ada opening band yang menyanyikan lagu-lagu barat dan Thailand terbaru. DJ yang akan bermain malam ini terlihat asyik ngobrol dengan bartender dan beberapa pegawai tetap club itu.

Nammon menyentuh pundakku dengan perlahan kemudian bertanya, "Kau mau makan sesuatu?"

"Aku sedang tak ingin makan!" gelengku,

"Jika kau berencana minum, sebaiknya kau makan sesuatu... Aku tak mau menggendong orang mabuk malam ini!"

Nammon memanggil salah satu pelayan dan memesankan beberapa menu makanan untuk dirinya dan Krist. Dia juga memesan peppermint tea hangat untuk berdua.

"Pelit sekali kau Ai'Nammon..." sahutku mengacu pada pernyataannya yang tak mau mengurusiku jika aku mabuk,

"Percuma aku mengurusi pacar orang yang sedang mabuk. Kalau kau pacarku beda cerita..."

Krist langsung tertegun mendengar kata-kata Nammon, sedangkan orang yang mengucapkannya malah tidak merasa aneh sama sekali. Dia malah memandangnya dengan raut wajah penuh tanya melihat Krist yang tiba-tiba terdiam.

"Krist... apa ada yang salah dengan kata-kataku?" tanyanya bingung,

"Tidak ada yang salah..."

"Tapi..."

"Aku hanya berpikir alangkah baiknya jika aku jatuh cinta padamu... Bukan P'Sing..."

Kulihat wajah Nammon berubah, kerutan di dahinya semakin dalam, menunjukkan kebingungannya dengan sikapku malam ini.

"Kit..."

"Lupakan saja!" sahutku cepat sambil mengalihkan pandangan, menolak menatapnya.

Keadaan keluarga Nammon yang memiliki toleransi tinggi tentang kesetaraan gender dan orientasi seksual adalah salah satu alasan kenapa aku berpikiran seperti itu. Aku tahu dari Nammon sendiri tentang kakak tertuanya yang seorang lesbian dan bahkan sudah mengumumkannya pada dunia dengan penuh kebanggaan. Orang tua mereka adalah orang pertama yang mendukung pilihannya saat itu.

Nammon menganggap kedua orang tuanya adalah tipe yang romantis hingga ke sumsum tulangnya.

Bahkan ketika tahu anak tertuanya mengalami trauma pada lelaki, mereka dengan ringannya bilang, "Jika kau tak bisa mencintai seorang lelaki, memangnya dunia akan runtuh. Masih banyak wanita yang akan dengan senang hati kau cintai. Terlepas dari kau mencintai seorang lelaki atau wanita, kami bersyukur kau bahkan masih bisa mencintai setelah apa yang kau alami..."

"Apa kau mengatakan ini karena kejadian hari ini dengan Singto?" tanyanya sambil memaksaku menghadapinya,

"Aku hanya merasa takut, Nam... Bagaimana jika orang tua kami tidak menyetujui hubungan ini?" tanyaku sambil tetap merunduk memandangi sendok garpu di atas meja yang mendadak terlihat sangat menarik,

"Krist..." panggilnya,

"Bagaimana jika..."

"Kit!!" sergah Nammon sambil mengguncang bahuku.

Aku menatapnya dengan pandangan kabur karena air mata. Aku bahkan tak bisa merasakan saat airmataku meleleh turun di pipi dan membahasahi punggung tanganku.

"Aku benar-benar takut Nam..."

Nammon memakaikan topi bisbolku dan kemudian menarikku dalam pelukannya. Dia menepuk-nepuk punggungku dengan lembut sambil mengucapkan kata-kata menenangkan.

Dia benar-benar ahli dalam hal ini. Memiliki 3 orang saudara perempuan membuatnya ahli dalam menangani orang yang menangis.

"Dengarkan aku, na! Aku sungguh tak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi kau juga tak tahu... Singto juga tidak. Tapi yang aku tahu, Singto sungguh-sungguh mencintaimu, melebihi apapun. Aku tidak buta Kit! Aku tahu bagaimana dia menatapmu dan memperlakukanmu. Ketika kita berkumpul bersama, dalam dunia Singto hanya kamu yang berwarna..."

"Itu yang aku takutkan Nam... Bagaimana jika cintanya padaku akan membuatnya kehilangan orang satu-satunya yang mencintai dirinya selain diriku. Bagaimana jika cintanya padaku memaksanya untuk memilih antara aku dan Ayahnya. Hal itu akan menghancurkannya Nam..."

"Kit... Tidak ada yang tahu soal itu. Tak ada gunanya kau mengkhawatirkan itu kecuali kau berpikiran untuk mengatakan pada Ayah Singto bahwa kalian sedang menjalin hubungan. Yang mana menurutku belum perlu dilakukan." Nammon menatapku dengan pandangan mata serius,

"Saat ini kalian butuh waktu untuk mengenali cinta kalian sendiri. Apakah perasaanmu ini hanya akan menjadi rasa sementara atau kalian akan menjalani ini semua sampai akhir... Sebelum kau dan Singto memastikan hal ini, aku merasa tak perlu merisaukan yang lainnya!"

Aku terdiam mendengar penjelasan Nammon, air mata yang dari tadi turun bagai air yang keluar dari keran bocor tiba-tiba mampet dan mongering. Apa aku terlalu banyak berpikir? Apa aku terlalu khawatir?

"Hubungan kalian masih sangat baru... Nikmatilah kebersamaan kalian... Jika kau ingin khawatir... khawatirlah bersamanya! Jangan khawatir sendiri!"

Tak lama kemudian, makanan yang dipesannya keluar. Aku hanya bisa menatap makanan di depanku sambil termangu.

"Makanlah... Setelah ini aku akan mengantarmu pulang! Aku rasa kau tidak dalam mood untuk berpesta malam ini..."

Aku sudah bersiap untuk memprotes saat Nammon menambahkan "Jika kau bersikukuh untuk tinggal, aku harus bilang pada Singto untuk menjemputmu! Kau tak mau merusak reuni Ayah dan Anak bukan?"

"Kau sungguh kejam, kau tahu?!"

"Iya iya... Aku kejam tapi kau paling menyayangiku sahabatmu yang kejam ini bukan?"

BEHIND THE SCENE (Krist x Singto FanFiction) COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang