12. Mata Merah

147 18 8
                                    

"Perkenalkan namamu."

"Oh, hai. Namaku Elvarette Cordelia. Elva for short," ucapnya dingin depan kumpulan remaja dihadapannya.

Sudah lama dirinya tidak ke sekolah lagi. Mungkin sudah 3 tahun? Itupun, itu adalah sekolah khusus bangsanya sendiri- juga campuran sedikit bangsa serigala.

"Kau bisa duduk di kursi kosong disana." Tunjuk guru itu ke arah kursi dipojok belakang.

Tempat tipikal yang selalu kosong jika ada anak pindahan. Jangan tanyakan kenapa, tapi sepertinya selalu saja yang kosong itu bangku belakang.

Elva berjalan menuju bangku itu. Sebenarnya dirinya malas untuk memulai kembali masa sekolah tingkat akhirnya, tapi mau bagaimana lagi kalau ayahnya pindah dengan wajah masih sangat awet muda ini dirinya harus melakukan itu.

Elva menatap guru itu menjelaskan tanpa benar-benar memperhatikannya. Tidak bermaksud sombong, tapi Elva sudah pintar. Sudah pernah melewati masa-masa ini walaupun baru sekali.




ribbon





Elva berjalan menelusuri sekolah ini, lebih tepatnya mencari tangga menuju atap sekolah. Teman kelasnya tampak acuh dengan adanya murid baru, yang ingin berkenalan dengan Elva hanya ada beberapa orang saja.

Beberapa orang itu juga sempat mengajaknya ke kantin, tapi Elva menolak. Toh dia juga tidak memakannya, bisa-bisa dia tidak minum darah untuk sebulan.

Penglihatan Elva menyipit begitu melihat ada papan yang menunjukkan menuju atap sekolah. Yes! Akhirnya, seru Elva dalam hati.

Elva menuju papan itu lalu menaiki tangga itu. Masa bodoh dengan jalan pulangnya nanti yang rutenya sudah ia lupa. Atap sekolah adalah tempat favoritnya untuk merilekskan diri.

Elva membuka pintu itu dan menghela nafas senang. "Sekarang sudah tidak bebas lagi, makanpun harus menunggu bel pulang," gumam Elva.

Menatap langit cerah dipagi hari itu sangat menenangkan. Melihat awan-awan itu bergerak perlahan, langit yang berwarna biru muda.

"Murid baru?"

Suara itu mengagetkan Elva yang menikmati pemandangan langit cerah. Elva menoleh ke sumber suara.

"Oh, aku kira kau manusia. Kita sebangsa kan?" ucap gadis itu sambil menunjuk mata Elva.

Elva menyipitkan sedikit matanya untuk menatap wajah gadis itu lebih detail. Yang gadis itu maksud adalah warna mata mereka berdua, sama-sama berwarna merah.


Calvin mendekatkan wajahnya pada Elva. Elva hanya bisa menutup matanya takut.

"Buka matamu," ujar Calvin.

Elva perlahan membuka matanya. "Warna apa yang kau lihat pada mataku? Merah kan?"


Elva terkekeh mengingat kejadian dimana dirinya tampak seperti orang bodoh itu.

"Kenapa tertawa?" tanya gadis itu dingin.

Bahkan mendengar suaranya saja membuat bulu kuduk Elva naik semua. "Bukan apa-apa. Aku... hanya mengalami déja vu."

Gadis dihadapannya itu mengangguk mengerti. "Introvert atau extrovert?" tanya gadis itu.

"Hah?" Elva memiringkan kepalanya.

"Kau tipe orang terbuka atau tertutup?" jelas gadis dihadapannya itu.

"Tidak, tidak. Aku mengerti, maksudku kenapa... tiba-tiba?"

"Karena itu adalah kalimat terpanjang yang kau ucapkan untuk pertama kali bertemu dengan orang asing. Dari situ kusimpulkan kamu orang yang terbuka kan?" Elva tidak mengangguk ataupun menggeleng, lebih tepatnya bingung.

"Perkenalkan namaku Rachella Samantha, Rachel." Gadis bernama Rachel itu mengulurkan tangannya- bermaksud untuk berkenalan dengan Elva.


Elva sempat menatap kosong tangan itu, kemudian tersadar maksud perkataan dan uluran tangan Rachel.

"Elvarette Cordelia, Elva," ucap Elva sambil menerima jabatan tangan Rachel.

"Tidak membawa bekal?"

Elva bisa menyimpulkan kalau Rachel adalah orang yang cukup... ramah? Selalu mempunyai topik bicara untuk digunakan.

Tampaknya Elva yang ingin berubah karena lingkungan baru ini akan gagal karena sekarang sudah memiliki teman.

"Tidak. Ibuku sibuk mengurus ayahku."

Dengan menjawab pertanyaan Rachel, mereka jadi berbincang cukup lama sampai tidak mendengar suara bel masuk berbunyi. Untung saja Rachel melihat jam tangannya lalu mengajak Elva berlari.

"Aku harap, besok, besok, dan besoknya lagi, sampai nanti kita akan terus berteman ya El! Selamat belajar," ucap Rachel sambil memberikan senyumnya dan berjalan menuju kelasnya.

Ribbon ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang