Melakukan rencana penyelamatan secara diam-diam di siang hari bukanlah hal yang baik bukan? Tapi semua itu tidak dihiraukan oleh Galvan saat menyusun rencana.
Bukti nyata yang terjadi sekarang, mereka berada dekat lokasi markas Tuan dengan matahari yang cukup terik.
“Apa hanya aku yang merasa ini bukanlah rencana terbaik yang pernah ku lakukan?” tanya Calvin.
“Lakukan saja, kita tidak tahu apa yang ada di dalam otak Galvan,” balas Cela.
Kalau mengatakan yang sebenarnya, Calvin sudah mengatakan itu dengan seling waktu 10 menit.
“Begini saja, kalau kau memang tidak percaya diri dengan rencanaku, sekarang adalah waktu yang tepat untuk mundur.”
Cela kemudian menertawakan Calvin dibalas dengan tatapan tajamnya. “Baiklah, aku berhenti mengeluh.”
Semuanya—Calvin, Cela, Sora dan Alex—menunggu apa yang akan dilakukan selanjutnya oleh Galvan karena nyatanya rencana ini belum tersusun dengan matang.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Sora melihat Galvan menutup matanya dengan ekspresi wajah yang fokus.
“Mencoba merasakan keberadaan Ed.”
“Dia bukan werewolf kan? Untuk apa....” tanya Sora kembali.
“Hanya insting.”
Calvin memutar bola matanya dan mengangkat kedua tangannya kemudian berkata, “oh, yang benar saja.”
“We have it, okay?” ucap Alex yang merasa bangsanya diremehkan oleh Calvin.
“Ok fine, mulutku kututup dengan rapat.”
“Kenapa tidak daritadi saja,” ucap Cela dengan suara yang kecil.
Galvan membuka matanya perlahan dan berkata, “sepertinya tidak ada orang di dalam.”
“Tapi, Galvan kita bahkan tidak tahu Tuan itu apa dan seperti apa,” ucap Sora begitu melihat Galvan sudah siap-siap untuk masuk ke dalam markas Tuan.
“No, I know him.” Galvan menegaskan ucapannya.
Sora kemudian melirik pada Alex, Alex menganggukkan kepalanya menyuruh Sora yakin dengan tindakan yang akan dilakukan oleh Galvan selanjutnya.
“Jadi kita tidak memiliki rencana? Langsung saja masuk?” tanya Cela.
Galvan mengangguk dan berkata, “tidak perlu khawatir, aku yakin semua akan beejalan dengan lancar. Serahkan semua padaku, kalau terjadi pada kalian beritahu aku segera.”
“Ingat tujuan kita menyelamatkan Elva, lupakan mencari identitas siapa Tuan itu, fokus pada Elva. Hanya Elva,” ucap Sora.
“Aku akan masuk—”
“Aku masuk duluan,” kata Alex menyela ucapan Galvan.
Seketika semua mata melihat Alex. “Apa yang merasukimu?” tanya Calvin.
“Akan kujelaskan nanti,” ucap Alex kemudian masuk wilayah markas Tuan.
“Alex mengatakan didalam aman, tidak ada orang,” ucap Galvan. “Kita akan masuk sama-sama, begitu masuk ke dalam kita harus berpencar lagi. Calvin dan Cela jangan berhenti untuk berkomunikasi dengan Elva begitu kita masuk ke dalam,” lanjut Galvan.
Calvin dan Cela mengangguk. Mereka bergerak masuk mengikuti jejak Alex masuk ke dalam. Begitu benar-benar memasuki markas milik Tuan, didalam begitu gelap, hanya pintu terbuka yang menjadi sumber cahaya.
“Alex?” panggil Sora dengan suara kecil— walau Alex sudah mengatakan tidak ada orang di dalam, siapa yang tahu?
Tidak ada jawaban dari Alex setelah Sora memanggilnya. Mereka semua sempat terdiam untuk beberapa detik, berjaga-jaga jika saja Alex menjawab panggilan.
“Alex?” panggil Sora kembali dengan suara normal.
“Kita jangan berpencar terlebih dahulu, jangan sampai tujuan kita bertambah dengan mencari Alex juga,” kata Galvan.
“Aku akan terus menghubunginya.” Sora mengangkat teleponnya dan menghubungi nomor Alex.
Begitu telepon Sora ke Alex menjadi berdering, nada dering handphone milik Alex terdengar.
“Sepertinya dia tidak begitu jauh dari kita,” ucap Calvin.
Sora mulai berjalan namun belum genap dua langkah, nada dering handphone Alex mati.
Baru saja tangan Sora ingin kembali menghubungi Alex, ada pesan dari Alex yang dikirimkan pada Sora.
Alex
Fokus saja mencari Elva
Jangan buat mereka datang ke tempatku“Dia mengirimkan pesan, katanya kita fokus saja kembali mencari Elva,” ucap Sora membacakan pesan Alex.
“Baiklah. Katakan padanya untuk berhati-hati,” suruh Galvan.
Mereka kemudian berpencar, memasuki ruangan-ruangan yang pintunya tidak terkunci.
“Elva, jika kau mendengar ini, tolong berikan aku sebuah respon.”
Kalimat itu terus Calvin ulang untuk mengirik telepatinya pada Elva sambil berjalan mencari ruangan.
Tak lama, satu ruangan ia dapatkan dengan lampu yang menyala di dalamnya.
Bersamaan dengan tangannya mencoba membuka pintu itu, ada jawaban yang muncul dari kiriman telepatinya.
“Calvin?”
Tangannya terhenti, pikirannya mengatakan itu adalah Elva. Disisi lain Calvin berpikir bisa jadi itu dari Cela.
Tanpa berpikir panjang tangannya membuka pintu ruangan tersebut, matanya menyapu seluruh ruangan.
“Elva, apa kau ada di dalam sini?”
Tirai di sudut ruangan terbuka, menunjukkan wajah yang familiar, wajah yang sudah lama tidak Calvin lihat.
Ia rindu dengan wajah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ribbon ✓
Fantasy❝Don't trust anyone. Just, don't.❞ Pita sebuah benda yang disukainya. Bukan benda utama, tapi menjadi benda petunjuk dari segalanya. yesoryves, january 2019.