50. Bujukan

36 6 1
                                    

"Aku memikirkan sesuatu yang sangat tidak masuk akal sekarang, hahahahahaha."

Galvan tertawa betapa tidak inginnya yang ia pikirkan akan menjadi kenyataan. Galvan melempar foto yang ia perhatikan sedari tadi- ia membawa pulang foto tersebut dengan izin Calvin.

Tawanya terhenti bertepatan dengan tangannya yang memukul meja di hadapannya dengan keras. Salahkah jika dia berkeinginan mengakhiri hidupnya hanya karena satu masalah ini- satu masalah besar ini?

















"Bagaimana jika kita kembali seperti semula?" tanya Cela pada Calvin yang duduk tepat di belakangnya.

"Jangan membujukku, bujuk si Galvan, oke?" Calvin menutup wajahnya dengan sebuah buku novel dan menutup matanya.

Dirinya lelah mencari yang ia incar bersama Galvan. Calvin merasa sangat buntu, tidak beda jauh dengan Galvan. Hanya saja Galvan mempunyai sedikit petunjuk yang sedikit samar pula.

"Kau kan dekat dengannya, Cal...." bujuk Cela kembali.

Sayangnya, Calvin sama sekali tidak menghiraukannya. Jika saja vampir bisa terjangkit penyakit demam karena depresi, mungkin begitulah keadaan Calvin sekarang.

"Calvin? Hey, Calvin! Bukannya kau ingin bertemu dengan Elva? Ayolah kau harus bangun!!" bujuk Cela- membuat pasangan mata teman kelasnya mengarah kepadanya.

"Ah, yang benar saja... kenapa ini tidak mempan?" gumam Cela mulai putus asa membujuk Calvin.

"Kalau kau tidak juga bangun sekarang, aku akan..." Cela mendekatkan wajahnya pada telingan Calvin yang tidak ditutupi oleh buku, "menunjukkan diriku sebagai vampir."

"Silahkan. Aku tidak peduli akan hal itu asal kau tahu."

Cela memutar kedua bola matanya malas dan betul-betul menyerah dalam membujuk Calvin. Kakinya kemudian pergi keluar dari kelas.

Sementara Calvin dengan wajah yang masih tertutup novel begitupula dengan matanya, tersenyum membayangkan sikap menghentakkan kaki milik Cela.

"Dasar anak kecil," gumamnya.







ribbon.







Cela mengunjungi basecamp, berniat untuk bertemu dan berharap akan bertemu dengan Galvan di dalam nanti.

Rencananya ia ingin meluruskan segala masalah yang terjadi di timnya ini. Ia berpikir, jangan sampai hanya karena pemburuan darah sampai pencarian Elva dihentikan.

"Ada apa?"

Cela membalikkan badannya- merasa sedikit kaget tentunya. Orang yang sedang ia cari baru saja datang dan melewatinya masuk ke dalam ruangan.

Cela mengekor dan memasuki tempat rapat kecil-kecilan mereka. Cela melihat sekitarnya, ruangan itu tampak lumayan bersih.

"Apakah kau datang kemari setiap hari? Ruangan ini tampak-"

"Iya."

Cela melirik Galvan yang memasang ekspresi wajah datarnya, lalu bola matanya beralih pada meja yang terdapat kumpulan kertas.

Cela berjalan menuju meja tersebut, berniat ingin meninjau kertas-kertas tersebut. Namun, tangan Galvan lebih lincah dan mengambil semua kertas berserakan di meja itu.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Cela.

"Tidak ada."

Cela menatap Galvan yang menyibukkan diri. "Ada perlu apa datang kemari? Ingin menemuiku?" tanya Galvan.

"Bukankah lebih baik kalau... kita... kau tahu? Eum, kembali... seperti menjadi... dulu?" jawab Cela.

"Sebenarnya apa yang ingin kau coba katakan? Bicaralah dengan jelas."

Cela menutup matanya kemudian berkata, "Bagaimana kalau kau juga Calvin, berbaikan pada Sora dan Alex? Kalau terpecah belah seperti ini yang ada kita tidak bisa mendapatkan Elva sampai orang tuanya mulai curiga dan kembali kesini."

Cela membuka satu matanya dan mengintip bagaimana ekspresi Galvan. Tetapi, yang muncul di hadapannya bukan orang yang dia harapkan berada disini sekarang.

"Sedang apa dia?" tanya Calvin pada Galvan- berbeda dengan matanya yang masih menatap Cela.

"Bernegoisasi? Membujukku? Entahlah, coba kau berbicara dengannya, aku ada perlu sebentar di rumah." Galvan mengambil kumpulan kertas yang ia ambil tadi dan keluar dari ruangan tempat berkumpul mereka.

"Kenapa kau bisa ada disini?" tanya Cela menunjukkan ekspresi tidak sukanya.

"Ingin berpacaran denganmu," jawab Calvin dengan santai dan wajah datarnya.

Cela terdiam sebentar, tak lama tangannya mendorong tubuh Calvin menjauh dari hadapannya.

"Orang gila."

Calvin tertawa melihat wajah Cela yang terlihat salah tingkah di hadapannya. Calvin menarik tangan Cela untuk duduk di kursi di tengah ruangan itu kemudian menarik satu kursi untuk dirinya sendiri.

"Kau masih ingin berusaha soal bujukan itu?" tanya Calvin menatap Cela serius.

Cela menjawabnya dengan anggukkan. "Lalu apa yang akan kau lakukan?" tanya Calvin lagi.

"Aku sendiri tidak tahu, Cal. Kau tidak berniat untuk membantuku?"

"Dasar bocah."

Ribbon ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang