"Sekarang kau tidak akan memerlukan bantuanku lagi kan?" tanya Alex.
Sora menoleh pada Alex. Elva masih menunduk, tidak menjawab.
"Aku tahu kau mendengarkanku," ucap Alex, membuat Elva mendongakkan kepalanya.
"Aku tidak mengatakan kalau aku tidak mendengarkanmu."
"Kalau begitu, jawab pertanyaanku, sekarang sudah selesai kan?"
"Perlu kita bantu?" tanya Sora tiba-tiba.
Alex menoleh pada Sora. "Apalagi yang perlu dibantu? Tidak ada."
"Membantu temannya."
"Sora, untuk apa membantu seorang pembunuh? Kau menghabiskan waktumu saja," ucap Alex yang diikuti dengan angukkan kepala Elva.
"Alex, kau tidak tau apa yang sudah kulihat," bisik Sora, "Kau harus serius mulai dari sekarang."
Elva menatap pasangan dihadapannya ini. Memang sekarang semua sudah terungkap, Galvan sudah meninggal. Calvin ditunjuk sebagai tersangka utama.
Elva merasa ini semua belum selesai, masih ada hal yang janggal.
Oh, Jeffrey!
"Alex, Sora, aku pergi dulu," pamit Elva, "Dan kau Alex, aku belum menjawab pertanyaanmu!" ucap Elva sebelum benar-benar menjauh.
Alex yang melihat Elva sudah mulai menjauh, menatap Sora dengan tatapan dinginnya itu.
"Katakan padaku apa yang kau lihat."
"Tidak, kau tidak perlu mengetahuinya. Hanya saja, jangan berhenti mencari teman Elva," ujar Sora.
"Dia sudah meninggal, untuk apa aku men-"
"Cukup. Cari. Saja." ucap Sora dengan tegas.
ribbon.
"Jeffrey!" sahut Elva sebelum Jeffrey naik pada tangga yang menuju rooftop sekolah.
Sebelum menghampiri Elva, Jeffrey sempat menatap ke arah pintu menuju atap sekolah lalu benar-benar menghampiri Elva.
"Ada apa, El?" tanya Jeffrey.
"Uhm, kau ingat Calvin kan?"
Jeffrey mengangguk. "Tentu saja, kenapa?"
"Uh, bagaimana memulainya ya.."
"Ingin meminta bantuan karena dia dijadikan sebagai tersangka?"
Elva terkejut mendengar pertanyaan Jeffrey.
"Tahu darimana soal itu...."
Jeffrey mengibaskan tangannya dihadapan Elva. "Sudah banyak bangsa vampir yang mengetahuinya."
"Bagaimana bisa?"
Jeffrey mengangkat kedua bahunya. "Mungkin ada pihak kepolisian yang berbangsa vampir juga, aku tidak tau."
"O-oh, seperti itu."
"Jadi, kau ingin menemuiku untuk menyelamatkan si brengsek itu atau apa?"
"Mulutmu perlu dicuci dulu," tegur Elva.
Jeffrey tertawa. "Perlu kucuci dengan darah siapa?"
"Hih, kok bahas darah-darah sih!" ucap Cela yang tiba-tiba muncul di belakang Jeffrey, "Oh ternyata Jeffrey!"
"Kalian... saling kenal?" tanya Elva.
Cela merangkul Elva. "Nama staf sekolahpun nama lengkapnya bisa kusebutkan dengan mudah, El."
Jeffrey menatap Cela dengan tatapan tidak suka. "Ada apa dengan tatapanmu, aku juga vampir tau," ujar Cela setelah menyadari tatapan mata dari Jeffrey.
Elva menoleh pada Cela dengan tampang kaget. "Tenang, orang jarang datang kesini."
"Jarang juga dalam artian ada kemungkinan," ucap Jeffrey dengan cuek.
"Baru pertama kali bertemu saja kau sudah cuek begini," balas Cela dengan sarkas.
"Kalian jangan bertengkar."
"Jadi bagaimana? Perlu kubantu si Calvin itu atau bagaimana?" ulang Jeffrey.
"Hm?" Cela menaikkan satu alisnya. "Calvin kenapa?"
"Ah, hahahaha," Elva tertawa hambar sambil menatap Jeffrey dengan tatapan tajam. "Itu Calvin, eum, anu-"
"Dia dijadikan tersangka kasus pembunuhan, kenapa? Kau belum tau?" jelas Jeffrey yang refleks membuat kaki Elva menginjak sepatu Jeffrey.
"Oh?" Cela melepaskan rangkulan tangannya pada Elva lalu menatap Elva. "Apakah itu benar?"
"Kau ini ketinggalan berita atau membakar surat kabarmu? Kabar seperti ini saja kau tidak tau."
"Kita harus membantunya!"
"Tidak semudah itu," ujar Jeffrey.
Elva dan Cela kompak menatap Jeffrey dengan tatapan bingung.
"Sekarang pemerintahan bangsa vampir sudah berubah. Lima tahun yang lalu bangsa vampir dan bangsa serigala sudah berdamai," lanjut Jeffrey.
"Lalu?" tanya Cela.
"Walaupun masih banyak yang tidak menyetujui pernyataan itu, peraturan tetaplah peraturan. Bangsa vampir yang membunuh bangsa serigala begitupun sebaliknya akan diberi sangsi," jelas Jeffrey, "Dan dia membunuh salah satu bangsa serigala."
"Tidak ada salahnya kalau kita berusaha!"
"Ya sudah bantu saja sana seorang pembunuh," ujar Jeffrey.
"Elva, kau akan membantu Calvin kan?" tanya Cela antusias.
"Uh, masalah itu...." Elva menggaruk tengkuk kepalanya yang sama sekali tidak gatal.
"Baiklah! Kau juga tidak ingin membantunya, aku sendiri yang akan membantunya," ucap Cela kemudian menjauh dari kedua orang itu.
Jeffrey menatap Elva dengan bingung. "Apa?" Elva mempertanyakan tatapan Jeffrey padanya.
"Kenapa tidak membantunya?"
"Urusan pribadi."
"Elva."
"Apa?"
"Malam ini, kau sibuk tidak?"
"Tidak, kenapa?"
Jeffrey tersenyum.
"Ingin datang kerumahku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ribbon ✓
Fantasy❝Don't trust anyone. Just, don't.❞ Pita sebuah benda yang disukainya. Bukan benda utama, tapi menjadi benda petunjuk dari segalanya. yesoryves, january 2019.