this is a really short chapter, hanya untuk memberi tahu apa yang Calvin dengar malam itu.
disini aku pakai sudut pandang Calvin karena menurutku dengan cara itu, aku lebih mudah buat nyampein apa yang didengar Calvin saat itu."Siapapun yang mendengarkan ini... to-"
"Kak Eddie-"
Aku segera membungkam mulut Elva, itu... telepati kan? Ah sial, kenapa Elva harus berteriak pada saat aku mendengarkan suara itu lagi?
"Ada apa?"
Aku menoleh pada Elva, dia bisa menguasai telepati? Jadi ada kemungkinan dia mendengarkan suara yang tadi kan?
"Adakah orang yang bisa men-"
"Jangan hanya melihat, aku tahu, aku pintar dalam hal ini."
Ugh, Elva, bisakah kau tidak menyombongkan diri di waktu yang tidak tepat? K-kau, ah sudahlah.
"Bisakah kau diam sebentar?" ucapku membalas telepatinya yang menyombongkan diri itu.
Akhir-akhir ini, aku selalu mendengar suara itu, yang bisa aku pastikan itu adalah suara telepati laki-laki.
Jika ditanya, kenapa tidak membalas telepati itu?
Jawabannya sederhana, aku tidak bisa membalasnya karena tidak mengetahui pemilik suara asli orang yang melakukan telepati itu.
"Entah itu ibu, ayah, Elva, atau siapapun, bisakah kau membalas ini?"
Ibu? Ayah? Elva? Ini telepati... bukan hanya dengan dua pihak, tetapi lebih. Tapi, Elva?
Aku mendekatkan wajahku pada wajah Elva, berniat untuk membisiknya, "Kau mendengar itu?"
Kulihat dia terdiam sebentar, apakah dia mendengarkannya?
"Kaw inhi gwnaha hih?"
Dalam hati aku hanya bertanya dia mengatakan apa, sangat tidak jelas sekali. Kenapa bisa aku menyukai perempuan bodoh sepertinya?
Daripada mengerti apa yang dia katakan, aku bertanya kembali, "Kau tidak mendengarkannya?"
Jawabannya, Elva menggeleng. Ah, sial. Aku tertipu lagi, kupikir dia mendengarkannya.
Tapi demi darah murni, itu siapa? Kenapa dia bisa mengenal Elva? Kenapa telepatinya bisa sampai padaku padahal namaku tidak tersebutkan?
Tak lama kemudian, kurasa ada gigi yang tajam menusuk kulit telapak tanganku. Kutarik tanganku dari wajah Elva dan mengipaskannya di udara.
"Kenapa digigit?!" tanyaku, gigi taringnya pasti sangat tajam.
"Kau yang kenapa?"
Mari abaikan perbincanganku dengannya selama 5 menit kedepan, kalian sudah tau kan bagaimana pertengkaran kecilku dengannya.
Selama 5 menit memastikan apakah Elva benar-benar tidak mendengarkan suara itu, aku meminta izin untuk pulang.
Aku mempunyai satu orang di otakku perihal orang yang mengirim telepati itu, Galvan.
Karena tidak pernah mendengar suaranya selama bertahun-tahun, aku tidak begitu yakin kalau itu adalah Galvan.
"Mungkin besok aku tidak datang dulu seperti biasanya," ucapku sambil melangkah menjauh dari Elva.
"Mau kemana?"
Kuakui kekepoan anak ini tidak akan menghilang sampai menikah denganku- ah maaf, khayalanku terlalu berlebihan.
"Tak perlu kau ketahui karena ini tidak penting," ucapku sedikit berbohong.
"Kalau tidak penting kenapa harus pergi?"
Itu bukan pertanyaan, dari nada bicaranya aku tau akan kemana jalan pembicaraan ini. Lebih baik aku berjalan menjauh darinya, segera.
"Apa perlu bertemu dengan Galvan?"
Jackpot.
Mana tingkat percaya dirimu yang tadi Calvin- bermimpi untuk menikahinya.
Aku menoleh sedikit, memberikannya senyum miring. "Bukankah memberikanku kepercayaanmu untuk sekarang, akan terbayar dengan kubawa Galvan kembali padamu- atau mari kita katakan ke pelukanmu?"
Di ujung mataku, aku melihatnya terdiam mematung. Ah sial, aku merasa serba salah. Lagipula, apa sih yang dia suka dari Galvan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ribbon ✓
Fantasy❝Don't trust anyone. Just, don't.❞ Pita sebuah benda yang disukainya. Bukan benda utama, tapi menjadi benda petunjuk dari segalanya. yesoryves, january 2019.