58. Is It...

73 8 4
                                    

Sudah menjadi kesepakatan untuk menghubungi satu sama lain jika sudah menemukan tujuan mereka berada di depan mata.

Di dalam kepala Calvin seakan-akan semua rencana ataupun kesepakatan yang dibuat hilang. Wajah yang ia rindukan selama ini tidak bisa ia abaikan sekarang.

Badannya yang terdiam seperti patung akhirnya menghampiri sosok yang ia rindukan itu.

Pelukan hangat menghampiri tubuh perempuan dengan mata merah itu. Segala kekosongan yang Calvin rasa selama ini rasanya sudah hilang.

We've been searching you for ages. I miss you so fucking much, El... so fucking much.

“A-apa yang kau lakukan?” tanya Elva.

Pelukan erat itu kemudian terlepas, Calvin memegang kedua bahu Elva menatapnya dari atas hingga bawah.

“Kau baik-baik saja? Apa dia melukaimu?” tanya Calvin, tidak menghiraukan pertayaan Elva.

“Ya. Tentu saja aku baik-baik saja, tapi kau ini kenapa? Siapa yang ingin melukaiku?” tanya Elva yang benar-benar menunjukkan ekspresi kebingungannya. “Juga apa maksudmu mencariku? Merindukanku? Kau ini mengatakan omong kosong apa? Bukankah kau disini yang perlu kutanyakan keadaannya?” lanjut Elva.

Senyuman sumringah yang tadinya muncul di wajah Calvin perlahan memudar.

“Ini benar Elva kan?”

“Bukan, kau sedang berbicara dengan zombie. Tentu saja ini aku, bodoh,” jawab Elva.

“Lalu... kenapa kau—”

“Ah, benar juga, bukannya kau tadi keluar untuk mencari sesuatu?”

Calvin mengangkat alisnya lalu menggelengkan kepalanya. “Aku tidak yakin apakah aku berbicara dengan Elva atau tidak... tapi, ini tidak seperti dirimu.”

“Kau ini kenapa? Teruslah katakan aku ini bukan Elva, sudah jelas di depan matamu ini Elva.”

“Ck, kau diam disini. Jangan pergi,” suruh Calvin dan mendudukkan Elva di tempat tidur dibelakang tubuh Elva.

“Aku memang tidak berniat untuk kemana-mana,” balas Elva.

“Diamlah, jangan berbicara, kau benar-benar seperti merusak otakku.”

Elva kemudian terdiam dan menatap Calvin dengan santai— berbanding terbalik dengan Calvin yang menatapnya penuh curiga.

Kesenangan karena tujuan mereka berbulan-bulan akhirnya tercapai menjadi tersampingkan dengan sikap Elva yang tidak biasa bagi Calvin.

Calvin kemudian membalikkan tubuhnya dan keluar dari ruangan itu mencari yang lain. Setelah mendapatkan satu per satu rekan timnya—kecuali Alex—Calvin  membawa mereka ke ruangan tempat Elva berada.

“Awas saja kalau ini hal yang tidak penting, aku akan menghabisimu,” ancam Cela.

“Aku serius. Ini bahkan lebih penting daripada tujuan awal kita.”

“Jangan mencoba untuk menipu kita,” ucap Galvan.

“Huh, aku serius!”

“Baiklah, baiklah.” Galvan menganggukkan kepalanya percaya dengan perkataan Calvin.

Begitu sampai di depan ruangan itu, Calvin berhenti sejenak. “Kalian jangan kaget dengan apa yang akan kalian lihat sebentar lagi, keanehannya juga jangan kalian tanyakan padaku,” ucap Calvin sebelum mengajak mereka bertemu dengan Elva.

“Cepatlah, jangan membuang-buang waktu.” Cela mendorong Calvin kesamping dan masuk ke dalam ruangan tanpa sabar.

Calvin menolehkan kepalanya melihat ke dalam dan memperhatikan apa yang dilakukan oleh Cela.

Suara isakan yang tak lama terdengar setelah Cela masuk membuat Galvan dan Sora ikut masuk dengan rasa penasarannya.

“Elva?” sahut Galvan yang tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Walau Elva membelakangi Galvan karena sedang berpelukan dengan Cela, Galvan yakin itu Elva yang ia cari selama ini. Selama 10 tahun lamanya atau bahkan lebih lama dari itu.

Cela melepaskan pelukannya yang membuat Elva berbalik menoleh melihat Galvan.

“Ah, bagaimana kabarmu?” tanya Elva.

See. She's not her.

Galvan memeluk Elva, tidak mendengarkan apa-apa disekitarnya terlebih dahulu. Menghabiskan waktunya untuk memeluk Elva serasa tidak sia-sia juga.

Sama yang dilakukan oleh Calvin pula, Galvan terus memeluknya sampai Elva yang melepas pelukan itu dan berkata, “sebenarnya kalian ini kenapa? Seperti tidak pernah melihatku selama berhari-hari saja, ya terkecuali untuk Cela dan... oh, hei Sora!”

“Apa yang kau maksud? Aku bahkan baru bertemu denganmu, Va,” ujar Galvan mulai kebingungan seperti Calvin tadi.

“Jangan bercanda, kau bahkan pamit padaku semalam untuk mengurus sesuatu, lalu pagi tadi Calvin juga pamit untuk pergi,” jelas Elva.

Kesenangan yang mereka rasakan seakan-akan memudar, sama hal yang dirasakan oleh Calvin tadi. Kebingungan.

Ribbon ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang