47. Sobekan Kertas

46 10 13
                                    

Galvan benar-benar mulai mencari tahu tentang latar belakang si tuan itu. Dia yakin, kalau ia bertanya pada Ibunya akan terdengar aneh dan akan ditanya kembali.

Ia juga tidak memiliki kenalan yang berhubungan dengan hukum- Ayah Elva tidak terhitung karena hubungannya yang jelas sudah tidak baik sejak awal.

Tanpa tujuan, kakinya berjalan menuju rumah Elva. Rasa penasarannya terpecahkan saat menanyakan alamat rumah Elva pada Calvin.

Siapa sangka, dalam perjalanannya menuju rumah Elva bertemu dengan sosok yang tampak familiar sekaligus asing.

Asing karena ini pertemuan pertama mereka- walau hanya bertatapan mata.

"Permisi, tuan..." tahan Galvan setelah berpapasan dengan orang itu.

Sosok itu kemudian berbalik. "Maaf apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Galvan pada orang tersebut- terdengar sedikit lancang namun biasa saja bagi Galvan.

Tak lama orang itu tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya dan beekata, "Sepertinya ini pertemuan pertama kita. Hahahaha, lucu sekali. Akhir-akhir ini aku sering disebut mirip dengan seseorang."

Galvan mengangguk kemudian meminta maaf karena kesalahpahamannya. Setelah meminta maaf dan pamit untuk pergi ke tujuan masing-masing, akhirnya Galvan tiba di depan halaman rumah Elva.

Rumah yang sesekali di tinggali oleh Ed untuk menjaga rumah itu tetap bersih. Iseng ingin memasuki rumah itu walau tidak ada niat sama sekali, Galvan mendorong pintu untuk masuk ke dalam rumah itu.

Tanpa ekspektasi penuh, pintu itu terbuka lebar. Galvan melihat sekelilingnya- melihat apakah Ed sedang di rumah ini atau tidak.

Setelah mengintip ke dalam, rumah itu tampak sepi. Tidak ada tanda-tanda bahwa Ed sedang berada di dalam.

Berani-beraninya tidak mengunci pintu rumah orang, pikir Galvan dan melangkahkan kakinya masuk.

Tanpa berpikir panjang, Galvan menjelajahi rumah Elva tanpa khawatir sekecilpun perihal hukum memasuki rumah seseorang tanpa izin.

Tujuan utamanya hanyalah kamar Elva. Perlu beberapa menit untuk dirinya mendapatkan kamar Elva, beruntung tidak terlalu banyak ruangan di rumah ini- walau kamar Elva berada di lantai 2.

"Wah kamar anak ini rapi ya," gumamnya menyapu seluruh isi kamar Elva.

Ia menyalakan lampu untuk memberi penerangan lebih banyak. Melihat isi kamar Elva membuat Galvan yakin Elva sudah benar-benar berubah semenjak terakhir mereka bertemu beberapa tahun yang lalu.

Kakinya berjalan mengarah meja belajarnya yang sedikit berantakan. Melihat satu buku yang terbuka lebar, tangannya refleks memegang lembaran buku itu.

Galvan merasa aneh. Aneh, tidak ada debu di lembaran kertas yang terbuka itu. Padahal semua barang di meja belajar Elva tampak penuh debu.

Galvan membalikkan lembaran buku itu- isinya kosong, kecuali di bagian depan. Masih ada coretan. Tadinya ia ingin pergi menutup lembaran buku tersebut, tapi namanya tertera disana membuat dia memperhatikan baik-baik catatan kertas itu.

Melihat namanya disana membuat senyuman tertera diwajahnya. Tapi perasaan aneh itu masih ada dalam diri Galvan. Galvan membaca baik-baik coretan itu.

Pembunuh Kak Galvan => Calvin??

Galvan menaikkan satu alisnya. Begitu banyak coretan disini yang harus ia perhatikan baik-baik.

"Galvan?"

Galvan refleks menyobek kertas itu dan menyembunyikannya di kantong belakang celananya.

"Oh, Calvin? Kau sudah pulang sekolah?" tanya Galvan kemudian melihat jam tangannya.

Calvin mengangguk. "Sedang apa disini, Gal?" tanya Calvin.

"Kau sendiri?"

"Mengecek apakah kau benar-benar datang kesini atau tidak," jelas Calvin yang membuat Galvan bingung. "Kau menanyakanku keberadaan alamat rumah Elva, jadi kutebak kau akan kemari," lanjutnya.

Galvan pun menganggukkan kepalanya paham. Galvan melangkahkan kakinya keluar sementara Calvin di dalam baru memulai melihat-lihat kamar Elva.

"Oi! Galvan!" teriak Calvin dari dalam kamar Elva saat sedang turun dari tangga.

"Ada apa?" balas Galvan.

"Di lantai ada sebuah kertas, apa perlu ku ambil?"

Ribbon ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang