02 April 2000
"Wah, seorang Calvin yang dulunya tidak suka jika aku didekatnya, sekarang meminta tolong padaku?"
"Tidak perlu berlagak sombong begitu, kau juga pasti akan menerima tawaranku."
"Kalau tidak?"
"Cih." Calvin memalingkan wajahnya, "Mana mungkin kau menolak."
Galvan menepuk punggung Calvin. "Kau tentunya tidak pernah salah, kawan."
"Jadi, ada perlu apa?" lanjut Galvan.
"Selalu bersama Elva saat aku tidak ada nanti," ujar Calvin.
Ucapan itu berhasil membuat Galvan menoleh. "Kau ingin bunuh diri atau bagaimana?"
"Aku akan pergi, tapi tidak ingin meninggalkannya juga."
"Dasar tidak jelas."
Calvin melepaskan rangkulan tangan Galvan yang tadinya berada di pundaknya.
"Aku serius."
Galvan menghela nafasnya. "Calvin, sebesar apapun rasa sukaku pada gadis itu, aku bukan laki-laki yang berani untuk memasuki daerahmu."
"Sekarang kutanya kau...." Calvin menghadap Galvan. "Sekarang kau sedang berpijak pada daerah siapa? Daerahku? Atau daerahmu?"
"Ini perbatasan kan?"
"Kau sudah memasuki daerah vampir semenjak 15 menit yang lalu," ujar Calvin, "Bukannya pertama kali kau bertemu dengan Elva, kau memasuki daerah ini juga kan?"
"Itu karena Ibuku," jawab Galvan sambil menendang batu dihadapannya, "Entah apa yang dia lakukan, dia dapat izin dari orang daerahmu."
"Kalau Ibumu saja diizinkan, kenapa kau tidak bisa masuk juga?" tanya Calvin.
"Pada intinya, kenapa bukan kau sendiri yang mengucapkan selamat tinggal pada gadis kecil itu?"
"Dia sudah besar, asal kau tahu."
"Masa bodoh dengan dia masih kecil atau bagaimana, jawab dulu pertanyaanku."
Calvin terdiam. Memikirkan jawaban dari pertanyaan Galvan.
"Lihat, kau tidak mempunyai alasan yang jelas kan?"
"Kau tidak tahu apa-"
"Kalau kau hanya ingin mengatakan alasan bahwa kau tidak tega, hilangkan perasaan tidak tegamu itu," ucap Galvan.
"Kalian bisa menyembuhkan fisik kalian sendiri jika terluka, kalian tidak mempunyai organ tubuh yang aktif, apa susahnya dengan menghilangkan rasa tidak tegamu itu?" lanjut Galvan.
Calvin tidak merasa di skak sama sekali oleh Galvan. Dia masih berpikir, kenapa begitu susah baginya untuk mengucapkan selamat tinggal?
"Akui saja kalau kau menyukainya," ucap Galvan lagi.
"Aku?" Calvin menunjuk dirinya sendiri. "Menyukai Elva?" lanjutnya.
"Wah." Galvan tertawa. "Lihat pasangan dengan pemikiran polos ini, aku tahu kau tidak mempunyai organ tubuh yang aktif, tapi setidaknya otakmu diberi pengetahuan sedikit."
"Bagaimana dengan kau?" tanya Calvin.
"Aku? Aku ini setengah manusia, tentu saja aku punya otak yang berjalan dengan-"
"Bukan itu, bodoh. Bukannya kau menyukainya juga?"
"Hmmm...." Galvan tampak berpikir. "Bisa jadi?"
"Maka kau pasti tahu bagaimana beratnya perasaanku untuk meninggalkannya," jelas Calvin, "Cobalah kau berada di posisiku."
Galvan menarik Calvin untuk berdiri di tempatnya tadi dan Galvan berdiri di tempat Calvin berdiri.
"Sudah."
"Kalau saja aku tidak membutuhkan bantuanmu, sudah daritadi aku menghajarmu."
"Wits, santai. Kau pikir aku tidak bisa mengubah diriku menjadi serigala di siang hari?" ancam Galvan.
Calvin menghela nafasnya-bukan benar-benar nafas. Dia tidak mempunyai orang yang terpercaya selain Galvan, walau dirinya baru memulai percakapan panjang hari ini.
"Ya sudah, karena aku kasian dengan wajah sedihmu itu. " Galvan menepuk-nepuk lengan Calvin. "Aku akan membantumu."
"Kau serius kan?"
"Tapi jangan kaget jika kau kembali disini, gadis itu sudah menjadi milikku."
Calvin menoleh kemudian tertawa. "Jangan suka bermimpi di siang hari."
"Kau mau kubantu atau tidak?" tanya Galvan, "Kalau rasa tidak tegamu yang harus dihilangkan, maka rasa untuk melepaskanmu harus ada."
Calvin memberhentikan langkahan kakinya, menatap belakang kepala Galvan yang terus berjalan dengan tatapan kosong.
"Kupikir, aku yang harusnya diberi waktu untuk berpikir disini, ternyata aku salah." Galvan berbalik karena ucapan Calvin. "Nyatanya kau yang butuh waktu yang lebih banyak," lanjut Galvin.
10 April 2000.
"Aku akan pergi besok," ujar Calvin.
"Kau punya kamar yang bagus," kata Galvan dengan melihat sekeliling kamar Calvin, "Kau akan kembali kan?"
Calvin yang sudah setengah mengancing kopernya, berhenti.
Calvin memiringkan kepalanya dan berbalik ke arah Galvan yang sedang bersandar pada dinding kamarnya dengan kedua tangan yang dilipat.
"Aku tidak begitu yakin." Calvin berkacak pinggang.
Galvan menatap manik merah mata Calvin. "Kau tau mata itu dan mata ini tidak cocok."
"Bisakah kau berjanji?"
"Lanjutkan," ucap Galvan.
"Promise me that you'll protect her at all cost."
Galvan menatap jam tangannya, sudah menunjukkan jam 11 malam.
"I don't need to promise you, bro," Galvan berdiri tegak. "Aku pergi."
Calvin menatap kepergian Galvan.
"Kuharap kau akan baik-baik saja disini, mate."
"Berjanjilah padaku, kau akan menjaganya dengan cara apapun."
"Aku tidak perlu berjanji padamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ribbon ✓
Fantasy❝Don't trust anyone. Just, don't.❞ Pita sebuah benda yang disukainya. Bukan benda utama, tapi menjadi benda petunjuk dari segalanya. yesoryves, january 2019.