Disaat kita mengenal cinta
mungkin disaat itu juga
Tuhan menyiapkan perpisahan untuk kita
***"Aeera, will you marry me?" tanya lelaki yang kini berlutut di depanku dengan sebuah cincin yang digenggam ditangannya dan di belakangnya diiringi alunan musik yang menambah suasana semakin romantis.
Aku hanya bisa terdiam, memandangnya dengan penuh haru. Hati siapa yang tidak akan terpana, lelaki yang sudah aku pacari sejak kami kelas 1 SMP hingga semester 4 perkuliahan ini. Kini melamarku dengan kejutan yang selalu aku impi-impikan. Di sebuah resto mewah yang dihiasi berbagai macam bunga dan alunan nada dari piano serta biola yang menghidupkan suasana romantis ini. Ini benar-benar di luar ekpetasiku! Dia melamarku secepat ini, bahkan kami belum lulus dari bangku perkuliahan.
"Aeera, be mine!" pintanya lagi membuat alam bawah sadarku beralih menatapnya.
"Stand up please," tuturku.
"Why?" tanyanya menatapku yang sudah siap meluncurkan air mataku.
"Iam sorry Charles," tuturku dan membiarkan kini air mataku terjun bebas.
Aku dan dia kini sama-sama terdiam dengan posisi yang masih sama, dia masih berlutut dibawahku dan aku masih berdiri di depannya dengan airmataku. Musik masih mengalun dan bahkan kini musik itu terdengar seperti menyayat hati. Lama dengan posisi itu Charles meminta musiknya berhenti dan menuntunku kembali duduk di meja makan kami sebelumnya.
"Kenapa Aeera? Kita sudah menjalin hubungan 7 tahun. Ini bukanlah waktu yang singkat. Kita bisa tetap melanjutkan perkulihan sembari menikah," tuturnya menodongku dengan pertanyaan itu.
"Bukan itu Charles," isakku.
"Lalu apa? Apa ada hal yang aku tidak ketahui selama ini?"
"Charles stop! Kita bahkan hampir 18 jam bersama setiap harinya, berhenti menuduhku yang tidak-tidak,"
"Iya, karena itulah aku mengajak kamu ke jenjang yang serius Aeera,"
"Ini tidak semudah itu Charles!"
Apalagi?! Bukankah kamu sendiri yang bilang kita bisa menikah di luar negri?"
"Stop Charles! Its not about that!"
"Fucking for yours reason!" ujarnya kemudian meninggalkan aku dan cincin itu di meja ini.
Aku menggenggam erat cincin yang di meja ini. Air mataku semakin luruh begitu saja. Maafkan aku Charles, mungkin saat Tuhan mengenalkan kita cinta di saat itu juga Tuhan telah memberikan perpisahan buat kita. Aku tidak bisa melangkah terlalu jauh saat ini Charles. Aku dengan Mesjidku, kamu dengan Gerejamu. Mungkin dari awal kita memang salah, tidak seharusnya kita mengabaikan Sang Pencipta, menganggap bahwa agama bukanlah segalanya.
***
Aku memasuki kamarku dan menghempaskan badanku di kasur, kemudian melirik foto yang terpajang didinding kamar ini dan mengutuknya beberapa kali. Aku hanya bisa menangis dalam keheningan malam ini. Duniaku seakan kian runtuh. Dia lelaki yang sudah mengisi hari-hariku selama 7 tahun ini, tapi kenapa Tuhan membuat aku dan dia tidak bisa bersatu?!
Semua seakan terus berkecamuk di kepalaku. Lamaran romantis yang ku impikan sedari dulu justru harus dijawab dengan tangisan kesedihan, bukan sebuah tangisan kebahagiaan. Kenapa semua terasa sangat sulit?! Rasanya sesak sekali bukan, orang yang sangat kita cintai mengutarakan niat baiknya namun justru penolakan yang dijawab oleh mulut kepada hati yang tulus meminta. Apa aku salah semalam menolak Charles? Tapi, aku juga tidak mungkin menerima Charles dengan statusku seperti saat ini. Aku harus bersikap seperti apa?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Home Without LOVE (END)
RomanceFULL CHAPTER (49) Cinta tulus itu menerima tanpa memandang perbedaan. Lalu apa yang salah dengan sepasang kekasih yang saling mencintai tapi berbeda keyakinan? Aeera memutuskan menerima sebuah pertunangan dengan Arvino, seorang duda dengan jabatan C...