DUA BELAS

5.4K 197 2
                                    


Mengingatmu yang dibatasi oleh jarak membuat rasa semakin kuat,

Dan tanpa aku sadari ada tawa di ruang lain tanpa adanya batasan.

Aku mengenakan setelan baju kaos dengan jins panjang, rambutku biarkan tergerai. Aku keluar dari kamar mandi dan melihat pak Rahmat bersama mbok Hani sudah duduk di sofa.

"Nyonya saya bawakan baju yang nyonya pesan,"

"Oiya makasihya, Mbok. Radka gimana kabarnya?"

"Baik, Nyonya...."

"Nyonya mau gantian jagain den Arvino dengan saya?" tanya Pak Rahmat.

"Iya, Aeera kamu pulang saja istirahat," Kak Arvino kali ini angkat suara.

"Tadi aja aku ke kantor gak boleh, kenapa tiba-tiba Kakak sekarang meminta aku pulang? Aku curiga!"

"Saya cuma ingin kamu istirahat di rumah," ujar Kak Arvino dengan gelagat mencurigakan.

"Ogitu. Terus maksud laptop Kakak yang di belakang sofa itu apa ya?" tunjukku pada pak Rahmat.

"O, saya," tutur pak Rahmat gagap.

"Bapak sama Mbok pulang saja. Biar aku yang jagain kak Arvino di sini. Laptopnya bawa pulang lagi aja, Pak...."

"Aeera," Kak Arvino hendak mengajukan protes.

"Sudah, Pak. Bawa pulang laptopnya!" tuturku kesal dan mengabaikan kak Arvino.

"Baik, Nyonya. Kami permisi dulu," ujar Pak Rahmat dan mbok.

***

Sepeninggal mereka, aku masih diem-dieman dengan kak Arvino.

"Aeera, saya ingin muntah" tutur kak Arvino.

Aku kembali membantunya duduk, kemudian mengantarkan ke kamar mandi. Mengurus kak Arvino hingga dia kembali ke tempat tidur,

"Aeera, kamu masih marah?" tanyanya saat aku menyelimutinya.

Aku hanya diam dan menatapnya,

"Kerjaan di kantor banyak banget. Aeera. Kamis ini saya harus ke Sulawesi lagi. Ada beberapa email yang harus saya konfirmasi. Tolong kembalikan hp saya,"

"Ini!" aku memberikan hpnya kemudian meninggalkannya, menuju tempat tidurku.

Aku hanya sibuk menonton televisi dari sini dan terus mengamati kak Arvino yang benar-benar sibuk dengan hpnya. Dia masih sibuk menelfon dan mengetik di hpnya sepanjang hari ini. Memanggilku dan meminta bantuanku benar-benar hanya saat dia ingin ke kamar mandi dan akupun masih mendiamkan dia yang benar-benar susah sekali dinasehati.

Aku mendekatinya dan mengambil paksa hp itu,

"Aeera sebentar lagi,"

"Makan dulu, Kak!" tuturku jutek.

Dia hanya mampu menelan beberapa suapan makanan. Kemudian dia mengeluh mual, namun lihat dia masih sibuk menerima telfon. Hal ini tentu saja benar-benar membuatku harus memiliki kesabaran yang ekstra, sehingga aku lebih memilih tidur.

Rasanya aku telah tertidur sangat lama, namun saat terbangun aku masih melihat kak Arvino sibuk dengan hpnya dan jam dinding masih menunjukkan pukul 22.00 WIB. Aku segera duduk dan menghampiri kak Arvino. Dia yang ditatap tajam, kemudian tersenyum padaku. Aku sudah melipat kedua tanganku di depan dada dan sudah membelalakkan mata layaknya seorang ibu yang benar-benar emosi melihat anaknya. Aku menungguinya hingga telfon itu ditutup.

Home Without LOVE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang