Ada rasa khawatir yang berlebihan dan itu berbeda,
Apakah ini zona kakak adek?
Kau seakan membawaku kembali pada rumah
Aku melihat pak Fino keluar dari ruangan kerja kak Arvino. Itu artinya kak Arvino sudah masuk kerja. Dasar lelaki bebal!
"Aeera, ayo ikut saya!" pak Fino menarikku ke ruangan kak Arvino dan memintaku mengucapkan terimakasih untuk kontrak kerjaku setahun ke depan,
"Pak, terimakasih telah mengizinkan saya bergabung di Perusahaan ini!" tuturku.
"Sama-sama. Kerja yang bagus kedepannya!" ujarnya sekenanya.
Aku kembali ke meja kerjaku dan fokus kembali dengan kerjaanku. Hingga jam makan siang, aku sempat melirik ke ruangan kak Arvino. Pasti doi gak akan keluar karena kakinya masih sakit. Buktinya seharian ini betah banget duduk di ruangan.
Untunglah pada jam makan siang ini, sekretaris kak Arvino juga beristirahat. Jadi aku aman masuk ke dalam ruangan kak Arvino. Aku memasuki ruangan itu, namun aku tak melihat kak Arvino di meja kerjanya. Aku memasuki ruangan khusus tempat kak Arvino beristirahat, dan benar saja aku melihat dia diatas tempat tidur itu sembari sibuk dengan berkas dan telfonnya, tunggu sepertinya di sedang menghubungi pihak homeschooling.
"Ini aku bawain Kakak makan siang," tuturku setelah dia selesai menelfon.
"Makasih Aeera," jawabnya.
"Kaki Kakak masih sakit? Udah diperiksa?"
"Nanti pulang kantor saya mau ke tukang pijit dengan pak Rahmat," ujanya kemudian menyantap bubur ayam yang ku bawakan.
"Kakak kenapa tiba-tiba mau merekrut aku kerja disini? Apa karena aku marah waktu itu?"
"Gak Aeera. Kinerja kamukan emang bagus dan pak Fino butuh tenaga kamu. Jadi kenapa gak?!"
"Terus kemarin-kemarin?"
"Gak ada kemarin-kemarin Aeera. Yang ada hari ini, besok dan seterusnya!"
"Kakak kenapa sih jutek banget sama aku dari semalam?"
"Saya udah batalin homeschooling Radka yang kemarin. Kapan kamu ada waktu kita cari sama-sama homeschooling buat Radka. Saya juga udah hubungi beberapa homeschooling, tinggal kita datengin,"
"Kakak marah?"
"Gak Aeera, kapan kamu bisa? Soalnya Radka udah gak sabar ingin belajar lagi,"
"Tunggu kaki kakak pulih total,"
"Saya oke Aeera. Tolong kali ini aja, Radka udah gak sabar bisa belajar...."
"Jadi menurut Kakak, aku yang menghambat?"
"Gak ada yang bilang gitu. Saya cuma bilang kalau nungguin kaki saya sembuh total gak tau kapan, bisa aja semingguan lagi. Sementara Radka udah gak sabar ingin sekolah. Lagian kita kan bisa minta pak Rahmat yang nyupirin,"
"Aku bisa kapanpun Kak,"
"Oke, habis makan siang ini kita berangkat. Saya akan bilang ke Fino kalau kamu saya ajak untuk sesekali survey keluar,"
"Baik Kak,"
Tiba-tiba hp kak Arvino berdering. Aku melihat nama Papa tertera di sana dan dia berbicara sesaat sebelum akhirnya telfon itu dimatikan.
"Kamu tau papa lagi di Jakarta?" Kak Arvino menatapku.
"Papa aku?"
"Iya papa kamu, gak mungkin almarhum papa sayakan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Home Without LOVE (END)
RomantizmFULL CHAPTER (49) Cinta tulus itu menerima tanpa memandang perbedaan. Lalu apa yang salah dengan sepasang kekasih yang saling mencintai tapi berbeda keyakinan? Aeera memutuskan menerima sebuah pertunangan dengan Arvino, seorang duda dengan jabatan C...