Hanya bisa terdiam, tanpa ada kata yang mampu terucap,
Cerah pagi bahkan telah hilang ditelan awan gelap
"Kamu gak bisa hati-hati?!" Dia terus saja memarahiku, karena tanganku ketumpahan air panas.
"Sakit tau. Marah Mulu!" Kesalku.
"Ya harusnya kamu hati-hati. Lagian kamu ngapain lagi sih? Ini udah larut dan aku sudah makan. Harusnya kamu istirahat!" ujarnya masih mengoleskan salep di tanganku yang memerah.
"Aku bikinin susu panas buat kamu!" tuturku kesal melihatnya yang hanya bisa marah.
"Terserah kamu saja!" ujarnya meninggalkanku.
Aneh banget! Kenapa dia marah-marah sejak di jalan tadi dan sekarang dia meninggalkanku begitu saja.
"Tadi dia meneleponku," ujarnya kemudian keluar dari kamarnya.
"Dia? Siapa dia?" tanyaku bingung.
"Charles! Seenak jidatnya dia mengatakan menitipkan kamu ke aku sebentar karena saat ini dia sekarang sedang menemui orang tuanya untuk meminta izin pindah agama,"
"Apa?!" tanyaku tak percaya.
"Ya, dia sangat mencintaimu. Kamu pasti sangat bahagia. Selamat!" ujarnya kemudian masuk kembali ke kamarnya.
Charles akan pindah agama? Dia bahkan tidak menghubungiku setelah pertemuan beberapa hari yang lalu dan bagaimana mungkin dia menghubungi kak Arvino untuk mengatakan semua ini tanpa berkomunikasi denganku terlebih dahulu.
Hei, apa lagi yang aku pikirkan? Harusnya aku senang dengan semua ini. Tapi,
"Tolong bilang ke dia, aku bukan tempat penitipan!" ujarnya keluar lagi dari kamar dan marah-marah menuju dapur.
Aku mengikutinya ke dapur dan melihatnya menendang apa saja yang berada di depannya sambil terus marah-marah."Daddy! Stop menyakiti diri sendiri seperti itu!"
"Apaan? Aku sedang mencari sesuatu!" tuturnya kesal.
"Apa?" tanyaku.
"Bilang Charles aku bukan tempat penitipan!"
"Kenapa kamu gak bilang sendiri? Cemburu?"
"Iya. Aku sangat cemburu melihat kamu dengan dia! Jadi jangan pernah membahas Charles lagi mulai sekarang di depan aku!" tuturnya dengan emosi yang tinggi kemudian meninggalkanku yang terdiam dengan pengakuannya barusan.
Aku mengikutinya ke kamar dan mengetok pintu kamarnya, namun tidak ada jawaban.
Tiba-tiba Radka keluar dari kamarnya,
"Mommy kenapa ribut sekali dengan Daddy?" tanya Radka mengusap matanya.
"Maafkan ya Nak. Radka jadi terganggu tidurnya. Ayo sekarang kita tidur lagi,"
"Mommy, Radka jadi gak ngantuk. Apa boleh kita nonton kartun dan bermain kartu Uno?"
"Kartu Uno? Radka dapat dari siapa?"
"Ssstt Mom! Nanti Daddy dengar. Ayo Mom temenin Radka main di kamar Radka,"
"Tapi ini sudah malam sayang,"
"Tapi Radka gak bisa tidur,"
"Baiklah, 30 menit saja ya,"
"Siap Mom!"
Aku dan Radka kini bermain kartu sambil cekikan karena Radka selalu saja mengeluarkan sifat jenakanya. Dia tampak sangat ceria akhir-akhir ini. Syukurlah,semoga ini awal yang sangat baik buat Radka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Home Without LOVE (END)
RomansaFULL CHAPTER (49) Cinta tulus itu menerima tanpa memandang perbedaan. Lalu apa yang salah dengan sepasang kekasih yang saling mencintai tapi berbeda keyakinan? Aeera memutuskan menerima sebuah pertunangan dengan Arvino, seorang duda dengan jabatan C...