TIGA SEMBILAN

3.9K 163 0
                                    


Masa lalu kadang kembali muncul hanya untuk menyadarkan kita,

Tentang damai yang akan dituntaskan dengan maaf

Beberapa kali bel rumah berbunyi. Aku masih melihat kak Gita dan kak Rena berdandan saat aku baru saja keluar dari kamar mandi dengan menggunakan baju kaos oblong dan celana jins. Sementara rambutku masih dililiti handuk karena baru keramas.

"Yaampun kalian tidak berniat membuka pintu, bisa saja itu Charles!"

"Kitakan gak kenal siapapun di sini Aeera, lancang banget kalau kita buka pintu," tutur kak Gita.

"Basi Kak! Bentarya aku buka pintu dulu," tuturku kemudian turun ke bawah dan membuka pintu.

"Charles!" Teriakku saat membuka pintu.

Hening!

Diam!

Sunyi!

"Aeera, apakah benar itu Charles?" Teriak kak Gita yang memecah kesunyian.

"Eh, Maaf Pak," ujar kak Gita kemudian terdiam dan menatapku.

"Charles lu lama banget!" tutur kak Rena yang baru turun dari tangga sembari berlari.

"Maaf!" ujar suara itu.

Suara yang sudah lama tidak pernah terdengar lagi di telingaku.

"Gak Pak. Kita yang harusnya minta maaf," ujar kak Gita.

"Pak Arvino?" tanya kak Rena kaget.

"Iya, saya Arvino, bukan Charles. Maafkan saya Aeera, saya bukan orang yang kalian tunggu,"

"O, bukan gitu Pak. Saya dan Gita mau ke dapur dulu Pak. Permisi," kak Rena menarik tangan kak Gita meninggalkan aku dan kak Arvino.

Mataku masih menatap kak Arvino dan begitupun sebaliknya. Tidak ada yang berniat mengeluarkan suara diantara kami. Entah apa maksud diam ini, mungkin menyampaikan amarah atau kerinduan, tidak! Diam ini harusnya menyampaikan rasa benci dan kekesalan!

"Arvino?" tanya papa dan mama yang baru saja pulang dari jalan pagi.

"Pa, Ma," ujar kak Arvino menyalami mereka.

"Ayo masuk. Mari kita sarapan bersama. Aeera, itu handuk masih dikepala? Sana rapiin dulu," ujar mama.

Aku masih mematung di pintu menatap kak Arvino yang kemudian melewatiku begitu saja. Tanpa aba-aba apapun, aku menendang tulang kaki kak Arvino.

"Auuuu!" teriaknya.

"Aeera, kamu kenapa kasar sekali?" tanya papa dan mama menatapku.

"Dia menyalami Papa dan Mama. Sedangkan aku? Aku dilewati begitu saja?" tanyaku.

"Maafkan aku Aeera, aku hanya tidak sengaja,"

"Tidak sengaja? Hei, Daddy lupa siapa yang membuka pintu?!" Kesalku menarik kemejanya.

"Aeera," Lerai Papa.

"Tidak apa-apa Pa. Biarkan dia marah," ujar kak Arvino.

"Aku gak marah!" Kesalku.

"Apa kabar?" Kak Arvino mengulurkan tangannya.

Aku hanya menatap uluran tangannya dan aku melepaskan jemariku di bajunya, Kemudian aku meninggalkannya dan berlari ke kamar.

***

Kenapa dia datang lagi?!

Dia ada maksud apalagi ke sini?

Home Without LOVE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang