TUJUH

5.8K 216 1
                                    

TUJUH

Waktu pasti berganti,

Dan apa perasaan kita juga ikut berubah?

Sepulang dari kuliah kali ini, aku melangkahkan kaki ke Apartemen Charles. Ya setelah seminggu di rawat di Rumah Sakit, kini Charles dibolehkan untuk pulang ke Apartemennya. Aku memasuki Apartemen Charles dan melihat pacar tampanku tengah berbaring menonton televisi,

"Sayang...." tuturku.

"Kamu sudah datang? Sayang, aku sudah sangat bosan dengan keadaan seperti ini,"

"Sabar sayang, kalau istirahat kamu total. Kamu juga pasti akan cepat sembuh,"

"Iya sayang, tapi ini benar-benar sepi sekali. Aku sangat takut dan khawatir melihat kamu sendirian di luar sana,"

"Yaampun, aku baik-baik saja sayang. Pikiran kamu jangan aneh-aneh,"

"Ya bisa sajakan kamu mencari penggantiku karena kondisiku seperti ini saat ini!" ujarnya kemudian membanting remot tv.

"Charles... kenapa Kamu seemosi ini? Apa yang membuat Kamu berpikiran seburuk itu tentang Aku?!"

"Keadan Aeera. Keadaan aku saat ini, ketakutan aku Aeera. Aku normal saja kamu tidak menerima lamaranku, apalagi dengan kondisiku saat ini!"

"Charles kamu sakit seperti ini hanya sementara. Jadi stop berpikiran yang aneh-aneh!"

"Kalau begitu jawab pertanyanku sekarang, kamu maukan segera menikah denganku?!"

"Charles...aku mohon pengertian kamu. Orang tua kita sama-sama belum merestui,"

"Selalu alasan yang sama Aeera! Lalu aku harus bagaimana agar orang tua Kamu menerima Aku?"

"Ikut Agamaku Charles,"

"Aeera, aku tidak sanggup mengikuti agama kamu, yang mengharuskan sholat 5 waktu, ke Mesjid dan baca Quran serta kewajiban kamu lainnya. Sebaiknya kamu ikut agamaku,"

"Gak Charles. Sama halnya dengan kamu. Aku tidak bisa mengikuti Agamamu,"

"Aeera, aku mohon keluarlah dari sini sekarang. Aku ingin sendiri!"

"Charles, kenapa dengan emosi Kamu belakangan ini?" tanyaku.

"Itu semua karena Kamu, Aeera!"

***

Aku hanya bisa berjalan keluar dari Apartemen Charles. Entah kenapa kini semua hal terasa semakin berat. Charles berubah menjadi sosok tempramen seperti itu setelah kecelakaan motor tersebut. Aku benar-benar dihadapkan dengan situasi yang aku sendiri rasanya terlalu bodoh untuk mengambil keputusan. Aku takut dengan Tuhanku, meskipun aku bukanlah sosok muslimah yang menaati semua perintah Allah, tapi aku selalu berusaha belajar untuk menataati perintah Allah, seperti sekarang aku berusaha untuk selalu sholat 5 waktu. Aku takut dibuang oleh orang tuaku. Mereka hanya punya aku anak mereka, apa yang dibilang kak Arvino dan bunda Charles benar, namun disatu sisi aku benar-benar tidak bisa melepaskan Charles. Aku tidak sanggup kehilangan sosok yang selalu berada di sampingku selama ini.

Tuhan... aku benar-benar tidak pernah mengerti rasa yang hadir itu, rasa yang mampu menggetarkan perasaan antara dua orang yang berdekatan. Rasa yang membuat satu dengan yang lainnya seakan mempunyai semangat baru, harapan baru dan rasa berjuang yang sungguh luar biasa. Sebut saja dia cinta, sebuah rasa yang tidak pernah diketahui tumbuh dan matinya, sebuah rasa yang ku tau membuat mereka yang diselimutinya mau menerobos dinding apapun demi memperjuangkan itu cinta. Semakin ditepis cinta justru semakin besar, menghadirkan gejolak-gejolak rasa, bisa membuat orang tersenyum dalam dukanya. Bahkan mampu merobek nadi demi dia yang ku panggil cinta. Tuhan, Engkau yang katanya mampu membolak balikkan perasaan manusia. Namun kenapa dia yang ku namai cinta masih selalu bergantung dalam asaku? Teruntuk dia yang beda keyakinan denganku.

Home Without LOVE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang