Melepaskan merupakan cara mengundang rindu.
Mempertahankan dia yang berbeda berarti membiarkan duka di mata orang tua.
***Aku telah rapi dengan dressku, tidak lupa aku hiasi rambut pendekku dengan sebuah pita. Kemudian aku segera memasuki Apartemen ini,
"Morning Charles," tuturku melihat pria yang gagah ini kini tengah sarapan di Apartemennya.
"Hei, aku kira kamu gak bakal datang,"
"Kamu terlalu berpikiran seburuk itu padaku," ujarku kemudian duduk di sampingnya.
"Buka mulut kamu, ayo aku suapin!" ujarnya, kemudian terjadialah acara suap menyuapi.
***
Kini aku sedang berada diparkiran. Menunggu Charles yang sedang beribadah di dalam Gerejanya. Pikiranku berkelana pada ucapan Kak Arvino semalam, kamu takut dia membencimu, lalu bagaimana kalau Tuhanmu membencimu. Bagaimana kalau orangtuamu membencimu? Kenapa aku tiba-tiba selalu terpikirkan mengenai ucapan Kak Arvino?! Apa yang harus aku lakukan?! Rasanya pikiranku masih saja berkecamuk dengan pertanyaan-pertanyaan naif seperti itu. Tapi, jika Tuhan tidak berniat menyatukan kami mana mungkin aku dan charles masih bisa sesantai ini berjalan bersama dan menikmati hari hari kami tanpa ada halangan apapun?! Aku hanya bisa menghembuskan nafasku beberapa kali untuk menghilangkan sesak di dada yang ku rasakan.
Hubunganku dan Kak Arvino juga tidak mungkin bisa diteruskan. Jelas kami tidak pernah menatap sebagai sepasang kekasih. Dia hanya menatapku sebagai bocah ingusan tentunya dan aku menganggapnyapun sebagai orang asing dalam hidupku. Melepaskan Charles bukanlah perkara yang mudah, Charles sudah mengetahui seluk beluk tentang hidupku dan keluargaku.
"Sayang, temani aku latihan yuk!" ajak Charles membuyarkan lamunanku.
"Oiya, hayuk!"
Aku kembali menatap lelaki bermata sipit berkulit sangat putih, tinggi dan bertubuh kekar ini. Ya, aku sangat yakin aku begitu mencintai dia.
"Hei, kamu ngelamunin apa?" tanyanya mengusap pipiku.
"Terlalu terpesona dengan kamu yang semakin hari semakin ganteng,"
"Gombalan receh," tuturnya tersenyum dan memakaikan helm di kepalaku.
Aku memeluk erat Charles, motor kesayangannya membelah jalanan Jakarta. Rasanya begitu hangat dan menyenangkan berada disamping orang yang benar-benar kita cintai. Wahai semesta tolonglah selalu berpihak kepada kami, kepada kebahagiaan kami.
***
Aku menunggui Charles latihan balapan hingga sore hari. Ya, bulan depan dia akan mengikuti sebuah turnamen balapan. Kegantengannya bertambah beberapa kali lipat saat Aku lihat dia tengah balapan,
"Hei ngelamun lagi?!" tanyanya kemudian mendekatiku dan sudah berganti pakaian.
"Ngelamunin kamu,"
"Receh sekali gombalan kamu dari pagi,"
"Yaampun kamu gak percaya banget!"
"Percaya. Tapi, jangan ngelamun terus,"
"Sayang, besok kamu masukkan?"
"Maaf sayang, tapi aku ngajuin cuti buat seminggu ke depan,"
"Loh kenapa dadakan gini? Bahkan kamu gak bilang dulu. Kamu masih marah dan pengen lari?"
"Bukan gitu sayang. Aku rasa kita sama-sama butuh waktu. Kata orangkan dengan jarak kita lebih sadar seseorang itu berarti atau gak buat kitanya,"
"Kamu masih ngeraguin aku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Home Without LOVE (END)
RomansaFULL CHAPTER (49) Cinta tulus itu menerima tanpa memandang perbedaan. Lalu apa yang salah dengan sepasang kekasih yang saling mencintai tapi berbeda keyakinan? Aeera memutuskan menerima sebuah pertunangan dengan Arvino, seorang duda dengan jabatan C...