EMPAT TUJUH

4.9K 179 24
                                    


Mencintai dan kemudian diajak menikah,

Adakah hal yang lebih indah dari ini semua?

"Aeera, Will you marry me?" Kak Arvino berlutut di depan kamarku.

Pagi yang sangat mengejutkan. Saat membuka pintu kamar seorang lelaki berlutut di sana, tentu saja aku sangat kaget dan saat aku mengedarkan pandangan ke sekitar, di sana sudah ada hiasan dekorasi sederhana di depan kamarku. Di sini hanya ada papa dan mama yang seakan menjadi saksi kebahagiaan kami.

"Ya!" ujarku mantap dan riang kemudian memeluk kak Arvino.

"Thanks!" ujarnya membalas pelukanku.

Kemudian kak Arvino menyematkan sebuah cincin di jariku.

"Love you!" ujarnya.

"Love you too!" Ujarku kemudian memeluk papa dan mama.

"Kali ini, pilihan sendirikan?" Goda mama.

"Gak! Ini pilihan Papa dan Mama yang terlalu lama aku sadari bahwa dia yang terbaik. Benar ya, doa Papa dan Mama tidak akan pernah ada tandingannya. Kak Arvino menyadarkan aku untuk hal itu selama ini dan aku saja yang terlalu egois mengabaikan. Dan ini juga pilihan Anakku Radka...." ujarku kemudian meneteskan air mata.

"Jadi tunggu apalagi? Kalian juga sudah sangat lama mengenal dan tidak baik terlalu lama menunda hal yang baik," ujar papa.

"Maksud Papa menikah?" tanyaku.

"Ya. Gimana Vin? Aeera? Kalian setujukan?"

"Iya Pa, Ma!" Jawabku berbarengan dengan kak Arvino.

"Alhamdulillah. Semoga semuanya lancar. Bulan depan bisa ya," Pinta Mama.

"Cepat banget Ma!" Protesku.

"Itu sudah lama Aeera. Kalau terlalu lama lagi nanti aku bisa diambil orang lagi," tutur kak Arvino.

"Enak aja. Aku udah nyaris gila kemarin. Ya udah bulan depan aku mau!" Tuturku yang kemudian dihadiahi tawa mereka semua.

***

Kami berencana melangsungkan pernikahan di Surabaya. Sibuk? Jangan ditanya lagi! Kak Arvino jauh lebih rempong ternyata memikirkan setiap detail. Katanya, dia benar-benar tidak ingin mengecewakanku. Sepertinya ini sangat membuatku sangat stres.

"Tuhkan Kak aku sampe jerawatan! Kak Arvino benar-benar membuatku pusing," Keluhku pada kak Gita dan kak Rena.

Ya, hari ini aku ke Jakarta. Aku dan kak Arvino berencana ke pemakaman Radka tepat seminggu sebelum kami menikah. Karena Mama akan memingitku setelah ini.

"Jerawat kamu cuma dua biji!"

"Tetap aja jadi jerawatan!" Keluhku menatap wajahku dalam kaca.

"Tapi, Pak Arvino gak bakal terpengaruh terhadap jerawat kamu!"

"Pasti akan terpengaruh Kak. Kemarin aja aku mengeluh kepentok dia sampe video call dan ceramahi aku. Dia bilang aku gak boleh sembrono, hati-hati. Ini itulah. Pokoknya Kak Arvino jadi ribet banget!" Keluhku pada mereka.

Saat ini kami berada di Kantin Kantor karena aku masih menunggu kedatangan Kak Arvino yang sedang meeting di luar.

"Itu namanya perhatian!" ujar suara itu tiba-tiba muncul dan mendekap kepalaku dari belakang.

"Sakit Daddy!" Tuturku melepaskan diri.

"Coba lihat jerawatnya?" ujarnya kemudian mengamati jidatku.

Home Without LOVE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang