DUA ENAM

4.5K 168 0
                                    

Jika waktu itu benar, maka aku yang salah,

Karena aku tidak ingin lagi terjebak dalam tempat yang sama.

Aku menarik nafas untuk kesekian kalinya sebelum memasuki Kantor hari ini. Mataku tentu saja masih sembab, namun hari ini aku memulai target dalam penyelesaian laporan magangku yang akan berakhir lusa. Aku harus mengurus laporan, tanda tangan dan menyerahkan laporan magang ini ke Kampus segera mungkin karena Minggu depan aku akan mengikuti seminar paparan hasil magangku. Aku akan membutakan pandanganku dari kak Arvino yang benar-benar sangat tidak bisa ku maafkan untuk segala sikapnya.

Pagi ini ruangan sudah terlihat sangat rame, aku duduk di meja kerjaku seperti biasanya dan sudah memulai terlebih dahulu pekerjaan kantor yang memang belum kelar.

"Aeera, sudah sarapan?" tanya suara itu di sampingku.
Sesaat aku menatapnya dan hanya mampu menarik nafas,

"Aku harus manggil Kakak apa?!" tanyaku pada kak Gita yang seketika raut wajahnya bingung.

"Kamu kesambit apa pagi-pagi?"

"Kakak terbaik di Kantor atau Kakak sepupunya Charles?" tanyaku kemudian menatapnya.

"Aeera, soal itu," tutur kak Gita menatapku dengan penuh ragu.

"Charles udah bilang semuanya. Dia udah tau semua hal yang seharusnya dia tau dari aku Kak," tuturku masih menatap kak Gita.

"Wah parah lu Git. Lagi-lagi mulutlu ember," tutur Kak Rena yang ikutan nimbrung.

"Aeera percaya sama gue. Gue gak pernah tau kalau cowok lu itu Charles sepupu jauh gue yang sombongnya minta ampun. Gue baru tau semenjak kita ketemu dia di tempat karaokean. Dan semenjak itu dia selalu berusaha tanya gue tentang lu. Selama itu juga gue gedeg banget liatnya. Dia bukan cuma bikin lu nangis tapi bikin mamanya nyaris putus asa kehilangan anaknya,"

"Jadi karena itu Kakak ngelarang aku sama diakan?"

"Bukan Aeera. Percaya sama gue, gue cuma ingin lu dapat yang terbaik. Gue cuma ingin lu sadar bahwa pak Arvino itu yang terbaik,"

"Tapi cara Kakak yang seperti ini justru membuat hubungan aku dan kak Arvino berakhir!" tuturku kemudian meninggalkan kak Gita dan kak Rena.

Aku berlari menuju Toilet dan aku sempat berpapasan dengan Kak Arvino yang melihatku meneteskan air mata. Aku tidak peduli dan menuju ke Toilet menangis di sana.

"Aeera," kak Gita menghampiriku sembari menyodorkan tisu dan air minum.

"Maafya Kak gue jadi seemosional itu pagi ini," tuturku sembari menghapus air mata.

"Aeera, gue tau gue bukanlah seorang Kakak yang baik buat lu. Tapi percayalah gue gak ada maksud seperti ini. Gue gak tau kebaikan yang ingin gue lakuin ternyata berakhir seperti ini. Gue harus gimana Aeera? Maafin gue... Gue gak berharap lu percaya lagi sama gue. Tapi demi apapun gue sayang sama lu dan Charles. Gue cuma ingin kalian mendapat kebahagiaan masing-masing. Malam itu gue tersulut emosi melihat Charles yang terus saja bertanya tentang lu dan satu sisi lagi ada nyokap gue yang selalu cerita kalau nyokap Charles ngedroup kesehatannya karena Charles tak kunjung menemuinya. Akhirnya gue membuka semua cerita tentang lu pada Charles tapi ternyata apa yang gue harapan gak terjadi. Charles justru tersentuh dengan semua pengorbanan lu dan dia justru semakin bersalah pada dirinya akan sikapnya selama ini sama lu," kak Gita ikut terisak di sampingku.

"Sudah berhentilah kalian nangis. Dari sini lu bisa taukan Git, bahwa gak semua hal yang kita harapkan akan selalu berakhir sesuai rencana kita, apalagi saat kita membuka tentang aib atau cerita orang lain. Maksud lu mungkin baik, cuma kenyataan tidak selalu seperti itu. Ada baiknya saat kita mengetahui keadaan dua orang kita cukup menjadi pendengar, tidak perlu selalu bersikap seakan kita bisa menyelesaikan semua masalah orang lain. Orang lain bisa percaya pada kita itu sudah menentukan kita yang terbaik dan kita tidak perlu memberi taukan kepada yang lainnya bahwa kita sudah dipercaya oleh seseorang. Lu pahamkan?" tanya kak Rena pada kak Gita.

Home Without LOVE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang