SEMBILAN

5.5K 211 0
                                    


Kasih sayang dan harapanmu padaku tidak pernah berubah, Anakku

Aku mengetok pintu kamar ini selama lima menit dan barulah pada akhirnya pintu ini terbuka,

"Aeera?!" ujarnya kaget dan ku lihat dia memang sangat pucat.

"Pucat masih aja belagu!" ketusku.

"Ada apa, Aeera?"

"Ini ada obat," belum sempat aku melanjutkan ucapanku. Aku melihat kak Arvino membekap mulutnya dan berlari masuk.

Aku mengikutinya dan benar saja dia memuntahkan segala isi perutnya dikamar mandi. Aku bantu memijitkan tekuknya dan memberinya air hangat kemudian.

"Ini Kak minum dulu obatnya. Ini dari karyawan Kakak yang peduli ama CEOnya. Aku disuruh ke sini karena anak magang!" kesalku.

"Iya Aeera, nanti saya minum...."

"Minum sekarang, Kak!" kesalku.

"Iya nanti saya minum. Saya pusing sekali...." ujarnya berbaring.

"Ya Tuhan...tinggal minum obat! Setelah itu kakak istirahat. Badan kakak sudah panas!" kesalku.

"Nanti saya minum...." ujarnya kemudian berselimut.

"Keras kepala banget sih. Minum dulu, Kak!" aku terus berceloteh.

"Ya kamu haluskan dulu obat itu...." ujarnya masih dalam selimut.

"Apaaaa?!"

"Iya Aeera. Haluskan obat itu! Saya tidak bisa menelan tablet dari dulu!" ujarnya kesal.

"Hahahaha!" aku ngakak mendengarnya.

"Berhenti menertawakan saya!"

"Hahaha! Bapak-bapak seumuran ini tidak bisa konsumsi obat sekecil ini?! Tampang sangar gak mau dibantuin tadi karena malu ya ama sekretarisnya takut ketahuan? Hahaha!"

"Terserah Aeera!" ujarnya.

"Dih marah. Iya saya haluskan, Pak" tuturku mulai menghaluskan obatnya di meja. Sementara dia sudah berbaring.

Setelah obat itu halus, aku melarutkannya dengan seseondok air putih dan memberikannya pada kak Arvino. Kemudian aku mengompres kepala kak Arvino. Badannya masih saja menggigil hingga Pukul 02.00 pagi. Aku begitu khawatir sebenarnya,

"Kak, kita berobat aja yuk...."

"Gak Aeera, besok saya diminta untuk menutup acara ini secara resmi,"

"Ya Tuhan, Kak. Selalu saja kerjaan...."

"Aeera kamu istirahatlah. Saya bisa tidur di sofa,"

"Sudah tumbang gini masih aja pengen di sofa?! Sudah tidur saja! Aku bisa kok tidur di sofa," tuturku.

***

Aku benar-benar masih benci, namun melihat dia tumbang seperti ini aku benar-benar tidak tega. Pukul 06.00 pagi aku melihat hp kak Arvino berbunyi dan video call dari Radka. Aku segera mengangkatnya,

"Mo,,mommy?" tanyanya begitu kaget.

"Radka...." aku terisak, "Mommy kangen kamu nak...."

"Mommy, Radka kangen! Mommy ketemu sama daddy?! Mommy pulang ya ke sini. Jenguk Radka sebentar saja. Pacar mommy ngebolehinkan?"

Ya Tuhan... apa yang sudah kak Arvino bilang pada Radkaku?!

"Iya sayang, selesai acara mommy akan pulang ya lihat kamu. Kamu jangan nangis ya, Nak...." ujarku pada bocah kecil yang kepalanya juga plontos seperti kak Arvino.

Home Without LOVE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang