Keyakinan mengalahkan cinta,
Air mata akan bicara pada lidah tentang perih yang menikam hati
Tak terasa semua telah berlalu. Setiap orang yang bisa dating, pasti bisa pergi begitu saja. Tapi rasa di hati tak pernah ada yang tau, sekalipun pemiliknya sendiri terkadang masih dibungkam waktu yang seakan berhenti dalam pengharapan asa.
"Aeera! Ayo!"
"Bentar!"
"Oke... Ayo kita berpose yang lucu sekarang!"
Ya, hari ini hari dimana aku di wisuda. Akhirnya hari ini datang. Aku berhasil menyelesaikan kuliahku. Berhasil membuat mama dan papa satu langkah untuk tersenyum menatap aku dengan toga di kepalaku.
"Kamu harus doain aku ya, 6 bulan lagi bisa di wisuda juga!"
"Tentu saja!" ujarku pada Charles.
"Iya harus itu Nak. Masa kamu kalah dengan Aeera," ujar papa.
"Oh gak dong Pa. Aku gak akan kalah dengan Aeera!"
"Udah yuk, kita sekarang makan-makan. Mama laper, ayo Gita, Rena kita makan!"
"Asyiiik!" ujar kak Gita semangat.
Begitulah akhirnya. Di hari wisudaku, ada papa, mama, Charles, kak Gita, dan kak Rena. Ssssst! Jangan tanya apapun tentang dia yang telah hilang!
Aku melanjutkan hidupku setelah hari yang menyakitkan itu, hari dimana aku keluar dari Apartemen itu. Hidupku sangat gamang ternyata setelah dia pergi ke Negeri seberang. Aku kehilangan dia. Namun aku tak pernah tau seberapa penting aku baginya. Lihat saja, 4 bulan setelah saat itu, dia bertunangan dengan Nesya.
Apa yang ku rasa? Hancur!
Aneh bukan? Dia memanggil ku Mommy, tapi dia justru bertunangan dengan orang lain. Ya, hal itu sama anehnya dulu, saat aku memanggilnya Daddy namun statusku berpacaran dengan Charles.
Bahkan di hari pertunangannya dia hanya mengirimkan sebuah pesan padaku,
Daddy:
Mommy, hari ini aku akan bertunangan.
Semoga ini yang terbaik untuk kehidupan kita masing-masing.Thanks Mom untuk semuanya.
Aku hanya menatap layar Hp itu dan menangis.
Semua telah terlambat. Keluarga besar datang dan berbahagia dengan pertunangan mereka. Aku? Aku tentu saja hadir bersama Charles. Setelah mengucapkan selamat atas pertunangan mereka kami pulang. Dan semenjak hari itulah aku dan Charles semakin yakin, bahwa semua telah berubah.
"Sini nangis!" tutur Charles di malam itu.
"Apaan. Aku gak apa-apa!"
"Aeera,, aku kenal kamu lebih lama daripada dia. Aku sangat mengerti kamu,"
"Charles,"
"Ya!"
"Aku bodoh banget ya selalu dipermainkan dengan perasaan seperti ini. Selalu gak bisa memiliki orang yang aku cintai hingga pada akhirnya perasaan itu pudar...."
"Aeera, perasaan kamu ke aku pudar. Tapi, perasaan kamu ke dia gak pudar,"
"Charles,"
"Apaan sih kamu manggil aku terus. Serem banget lama-lama. Kamu ngaca deh, seperti kunti di malam hari dengan gaun pesta rambut terurai dan air mata di mana-mana...."
"Apaan deh gak lucu! Maafin aku ya Charles,"
"Gak ada yang perlu dimaafin. Kita sendiri yang telah sepakatkan memilih keluarga kita masing-masing dan mengikhlaskan rasa kita ini. Aku sih masih berat ya melepas kamu, tapi kamu sendiri ternyata rasanya sudah berubah. Jadi aku gak bisa maksa apa-apa. Kita memang harus membahagiakan keluarga kita masing-masing. Tapi kita masih bisa bersahabat kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Home Without LOVE (END)
RomanceFULL CHAPTER (49) Cinta tulus itu menerima tanpa memandang perbedaan. Lalu apa yang salah dengan sepasang kekasih yang saling mencintai tapi berbeda keyakinan? Aeera memutuskan menerima sebuah pertunangan dengan Arvino, seorang duda dengan jabatan C...