TIGA EMPAT

4.5K 183 19
                                    


Mimpi itu terkubur bersamaan dengan timbunan tanah merah

yang diatasnya ditaburi bunga dan disaksikan air mata

yang terus merutuki kenyataan

Aku terbangun dan melihat Radka tersenyum hangat padaku sembari memegangi pipiku dan menghapus air mataku.

"Radka," tuturku hendak memeluknya.
Namun dia berlari dan aku mengejarnya.

"Radka!" Aku berteriak memanggilnya yang menghilang di balik tembok.

"Aeera...."

"Kak Rena, Kak Gita. Kalian di sini?" tanyaku menatap mereka bingung kemudian aku menatap ke sekeliling dan aku menyadari kami di Rumah Sakit.

"Radka Kak?" tanyaku bingung.

"Aeera," kak Gita dan Kak Rena memelukku.

"Katakan dimana Radkaku?!" Aku melepaskan pelukan mereka dan turun dari tempat tidur ini.

"Aeera, Radka di ruangan yang tadi,"
Tanpa menunggu mereka lagi. Aku berlari ke sana dan melihat anakku terbaring.

"Radka, Mommy sudah datang, Nak. Ayo kita pulang. Kita tidur di rumah saja, Nak...." tuturku membangunkannya.

"Aeera," tutur kak Arvino muncul dan memelukku.

"Lepaskan aku Kak. Ayo Kak kita bawa Anak kita pulang. Radka paling gak suka lama-lama di sini," Aku melepaskan pelukan kak Arvino.

"Aeera sadarlah. Radka kita sudah tenang di sana," Kak Arvino mengguncang tubuhku.

"Tidak. Dokter, Dokter! Tolong periksa lagi Radka. Kalian becus gak sih?! Ayo Kak, kita bawa Radka ke Rumah Sakit lain. Di sini mereka hanya membiarkan Radka begini saja. Ayo Kak!" Jerit histerisku.

"Aeera cukup!" Kak Arvino menangkup wajahku.

"Kita Orang tua Radka?" tanya Kak Arvino dan ku balas dengan anggukan.

"Daddy dan Mommy nya sayang sama Radka dan Radka tau itu. Benar?" tanya Kak Arvino dan ku balas anggukan lagi.

"Ikhlaskan anak kita Aeera," Kak Arvino memelukku erat.

Aku hanya mampu menangis terisak dalam dekapan kak Arvino. Aku tidak tau harus berkata apa. Radkaku apa benar sudah pergi? Radka kenapa pergi seperti ini? Bahkan Radka tidak bicara apapun pada Mommy dan Daddy di saat terakhir. Radka, Radka, Radka!

Aku menciumi pipi dan jidatnya,kemudian mencium telapak tangannya yang tak lagi hangat. Anakku telah pergi. Lalu bagaimana aku? Aku benar-benar tidak bisa seperti ini.

"Radka!" Aku menjerit lagi sambil mendekap anakku.

"Mommy, tolong Mom!" Kak Arvino menatapku dengan air mata.

"Maaf Pak, Bu. Apakah jenazah sudah bisa dimandikan sekarang?" tanyaseorang suster yang datang.

"Gak, jangan bawa Radka...." Isakku.

"Mom, aku mohon jangan begini. Gita, tolong bawa Aeera dulu. Mom, Daddy harus mengurus Radka dulu ya,"
Aku hanya bisa terdiam melihat mereka membawa Radka dari ruangan ini.

"Radka!" Lagi-lagi aku menjerit dan hanya mampu luruh ke lantai.
Kak Gita memelukku erat. Aku hanya mampu menangis.

"Aeera, ayo ganti pakaian dulu. Kamu masih menggunakan piyama tidur. Kita akan ke Pemakaman Radka," tutur kak Gita menggiringku ke Toilet.

Home Without LOVE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang