DUA TIGA

4.5K 175 0
                                    


Tidak ada yang ingin ku ceritakan pada sepi,

selain kekesalan hati yang terus menjerit

Aku benar-benar tidak habis pikir dengan papa yang mengenalkan wanita itu kepada kak Arvino dan bagaimana mungkin kak Arvino menerima dia segitu baiknya. Dulu saja selama aku menjadi tunangannya, dia tidak pernah ada waktu untukku. Hari-harinya hanya dihabiskan dengan kerja, kerja dan kerja. Bahkan saat kami bertunangan dulu, itu semua memang sekedar status di mata dia. Tapi coba lihat sekarang, dengan wanita itu dia selalu menyempatkan waktunya untuk bertemu. Bahkan saat sakit dulu saja dia bela-bela ke Sulawesi dengan alasan bisnis, tapi nyatanya justru karena ingin bertemu dengan wanita itu. Apa istimewanya dari wanita itu?!

TOK, TOK, TOK!

"Nak, ini Mama. Mama boleh masuk?" suara mama terdengar dari luar.

Aku melirik jam dinding yang sudah menunjukkan Pukul 12.00 WIB.

"Iya Ma, masuk...." ujarku menghapus air mata dan melihat mama datang bersama papa.

"Sayang, kamu ingin cerita?"

"Gak ada yang perlu diceritain Ma. Akukan tadi udah cerita ke Mama dan Papa semuanya,"

"Nak, Vino dan Radka butuh sosok perempuan yang bisa mengurusi mereka. Papa mengenalkankan waktu itu karena Papa terus saja kepikiran Vino. Dan Papa gak tau kalau mereka bisa secepat ini menjalin komunikasi yang akrab. Percayalah, Papa dan Mama tidak ada maksud ingin menyakiti kamu," tutur papa sembari membelai rambutku.

"Iya Pa, Ma. Sudahlah Aeera gak ingin bahas itu dulu. Aeera harus bersiap-siap sekarang. Aeera mau mandi, salat dan kita makan siang bersama ya. Terus Papa dan Mama nganterin Aeera ke Bandarakan? Aeera gak mau bareng Kak Arvino dan wanita itu!"

"Baiklah, Nak. Kami juga akan bersiap-siap. Sampai ketemu di meja makan."

***

Saat ini aku tengah menyantap makan siang bersama papa dan mama. Dan sungguh kalian jangan bertanya dimana kak Arvino, karena aku tidak ingin memikirkan dia dan Wanita itu saat ini. Selesai makan aku mengambil koperku ke kamar, begitu hendak keluar kamar aku melihat kak Arvino keluar dari kamarnya sembari membawa kopernya.

"Sini, aku yang bawa,"

"Gak usah! Aku bisa sendiri!" ujarku menarik koperku menuju mobil.

Ngapain kak Arvino masuk ke jok kemudi? Dia bakalan ke Bandara bareng kami? Kenapa dia gak sama wanitanya itu?

"Vin, besok-besok kalian ke Surabaya lagi ya. Ajak Radka juga ya, Papa dan Mama pasti senang sekali," tutur mama ditengah perjalanan.

"Iya, Ma. Nanti kami akan cari waktu lagi ya. Mama dan Papa jaga kesehatan," balas kak Arvino.

"Iya. Kamu juga Vin. Jangan kerjaan mulu yang dipikirkan."

"Hahaha iya Pa."

Begitulah percakapan yang terjadi dan selanjutnya hanya keheningan yang tercipta hingga kami sampai di Bandara.

Aku dan Kak Arvino berpamitan pada papa dan mama,

"Ingatya Nak biarin Arvino dan Radka bersama orang yang memilih mereka. Entah itu kamu ataupun Nesya ataupun wanita lainnya, yang terpenting jangan biarkan lagi kebahagiaan mereka rusak. Mama gak mau lagi melihat Vino keteteran mengurus kerjaan dan Radka sekaligus, kasihan dia. Kamu juga harus menentukan pilihan. Vino itu sudah mapan dan sudah berumur matang, dia butuh perempuan di sampingnya."

"Iya Ma. Mama jaga kesehatan. Aeera bakalan sering hubungin Mama,"

"Iya Nak dan kamu jangan lupa juga pesan Mama di rumah waktu itu ya,"

Home Without LOVE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang