Rian.
Remaja irit ngomong yang gemar bermain tepok bulu angsa, dan misterius.
Anya.
Gadis dingin, minim ekspresi dan mempunyai banyak rahasia.
Rian dan Anya
Sepasang insan manusia yang dipertemukan oleh takdir. Mempunyai kesamaan rasa, yaitu sama sa...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Anya tersentak kemudian menoleh saat mendengar suara barang yang jatuh, kemudian dia berjalan menuju pintu masuk.
Matanya membulat dan tubuhnya mematung saat melihat ibunya tergeletak pingsan, dia berlari dan menghampirinya. Napasnya tak beraturan, jujur dia panik melihat ibunya seperti itu. Anya menekuk tubu di hadapan ibunya yang tidak sadarkan diri itu. Tangan nya terulur meraih pergelangan wanita itu dan Gadis itu bingung harus berbuat apa. Dia menarik napas dan membuang nya perlahan. Berlari ke halaman rumah.
"Pak, tolong, Mama pingsan pak." Teriaknya.
Kendaraan roda empat itu melaju cepat membelah jalan raya yang untung nya lengang pada sore ini.
Anya duduk di kursi belakang bersama ibunya yang berada di sebelahnya, disenderkan pada bahunya
Matanya memandang kedepan, dan sesekali menoleh wanita itu.
"Dari tadi ibu udah pucat mbak, tapi gak mau kedokter."
Anya berdecak dan menghela napasnya kasar.
"Udah tau sakit, masih aja ngeyel gak mau kerumah sakit." Gumam Anya pelan dengan nada ketusnya.
Suara deteksi jantung memenuhi ruang rawat itu.
Dalam diam Anya mengamati ibunya ygng berbaring di bankar, wajahnya damai dan tentram.
"Makanya jangan gila kerja." Kata Anya dengan nada menyindirnya, Percuma dia ngomong panjang lebar jika orangnya saja tidak sadarkan diri.
Dia otomatis menoleh saat pintu ruangan terbuka, pria berjas putih masuk dengan seorang suster.
"Selamat malam mbak, saya ingin mengontrol keadaan pasien ya." Sapa dokter dengan ramah
Anya mengangguk sekilas"Silahkan dok."
"Kondisinya lumayan stabil, hanya menunggu pasien sadar mbak." Jelasnya setelah selesai melakukan beberapa rangkaian pemeriksaan.
"Kalau begitu saya permisi ya mbak, kalau ada apa apa atau jika pasien sudah siuman mbak bisa tekan tombol biru di sebelah kiri bangkar untuk menghubungi saya."
Anya mengangguk. "Terimakasih dok."
Anya melangkahkan kakinya untuk duduk di sofa ruangan itu. Hari semakin malam, Kerlipan cahaya gedung pencakar langit terlihat dari jendela besar dalam ruangan lantai ke 30 itu.
Matanya melihat sekilas pada bankar wanita yang masih belum sadarkan diri itu Kemudian beralih pada ponsel di genggaman nya.
Sudah berulangkali, sejak tadi sore dia menghububgi Sania, tapi tidak diangkat Sebenarnya dia tidak mau menelpon kakanya itu, tapi karena terpaksa jadi apa boleh buat.
Tak lama muncul suara perempuan.
"Halo, tumben lo telepon gue?"
Anya memutar bola matanya.
"Mama pingsan, sekarang di rumah sakit."
"Hah? Terus gimana keadaan nya? Kok bisa pingsan." Terdengar nada khawatir di omongan nya.
Anya berdecak "Mana gue tau, cepetan kesini."
"Yaudah gue kesana sekarang."
Anya mengerjapkan matanya saat melihat jemari ibunya bergerak gerak.
Dia bangkit dari duduk nya dan menekan tombol di samping kiri bankar.
Tak lama pintu itu terbuka, dokter bersama suster masuk kedalam ruangan. Menempelkan stetoskopnya pada dada wanita itu. Anya hanya memperhatikan dalam diam.
Pandangan sita yang tadinya memburam sekarang berubah menjadi jelas, dia bisa melihat wajah Anya.
Saat pandangan mereka bertemu Anya membuang pandangan nya menatap ke arah lain.
"Tekanan darah dan detak jantung nya sudah stabil, hanya butuh istirahat yang sangat cukup, jangan sampai kelelahan dan telat makan, dan harus menjalani pola hidup yang teratur dan sehat."
♡
Suasana rumah sakit malam hari memang lengang, hanya beberapa orang suster maupun pengunjung pasien yang berjalan berlalulalang. Wanita berumur 22 tahun dengan pakaian kantor itu melangkahkan kakinya kedalam rumah sakit.
Dia mendapati neneknya yang sedang berdiri di meja resepsionis.
"Nenek,"
"Sania, mama mu dirawat."
"Iya nek,Ayo kita kesana bareng nek."
"Iya iya ayo."
Sania dan neneknya berjalan tergesa gesa menyusuri lorong rumah sakit itu.
♡
"Ibu anda harus bedress mbak, harus di rawat selama beberapa hari skedepan sampai kondisinya benar benar stabil." Ucap dokter itu fengan final, tidak bisa di ganggu gugat lagi.
Sita menunjukan ekspresi cemasnya. Kemudian memandang Sania dan menggenggam tangan nya.
"San, tolong kamu urusin semua meeting kita buat seminggu kedepan, mama minta tolong ama kamu ya."
Anya memperhatikan percakapan kakak nya dan mamanya hanya bisa berdecak dalam hati. Masih saja urusan pekerjaan yang di pentingkan. Seolah wanita itu punya nyawa seribu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.